Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Pentingkah?

Share this

Seorang teman bercerita bahwa belakangan ini dirinya sering merasa ketakutan setiap mau memasuki kantor. Ketakutan ini bahkan sampai membuatnya membayangkan hal-hal yang buruk terjadi, seperti takut bangunannya akan runtuh, takut orangngtuanya meninggal, dan takut-takut lainnya, yang semuanya terjadi ketika ia sedang berada di kantor.

Seorang kawan lain mengatakan, ia sering sekali merasa mudah tersinggung, mudah merasa sedih, mudah berubah-ubah perasaannya, terutama ketika sedang bekerja. Ia merasa sulit berkonsentrasi di pekerjaannya. Di socmed para pekerja milenial, Anda juga dapat melihat, bahkan mungkin Anda bisa iseng melihat-lihat socmed anggota tim Anda. Ada kata “populer” baru dalam hal kondisi diri seperti insecure, “kena mental”, burnout, anxiety, “aku butuh healing”, dan sebagainya.

Semua kisah tersebut menggambarkan suatu keadaan yang disebut dengan mental health, atau kesehatan mental, di tempat kerja. Pada beberapa tahun lalu, kesehatan mental belum dianggap penting. Namun dengan berjalannya waktu, meningkatnya arus informasi, dan terutama sejak pandemi yang banyak memberikan perubahan, isu ini menjadi terangkat ke permukaan dan disadari oleh banyak pihak, termasuk perusahaan.

Sejak tahun 2020, Sumber dari Forbes menyebutkan bahwa kita sudah membutuhkan pekerja yang mampu merespon dan mengatasi kesehatan mental dirinya dengan baik. Dan hal ini sepantasnya diiringi oleh pemahaman para pemimpin tentang kondisi anggota timnya. Demikian pula dengan perusahaan. Sebagian perusahaan sudah mengambil langkah untuk mengakomodir isu ini, salah satunya yang paling gencar adalah dengan membantu para pekerja untuk mengenali stres dan dampaknya terhadap kinerja.

Apa sih yang dimaksud kesehatan mental? Bukankah kalau kerja seharusnya ya, dikuat-kuatin saja? Kalau ada karyawan tidak kuat dengan tekanan kerja, ya itu namanya mental tempe, istilah zaman dulu nya.  

Baca Juga  Jauhi Hidup Seperti "Ember Bocor"

Menurut WHO, orang yang sehat mental itu, memiliki beberapa ciri,  pertama, dia menyadiri kemampuannya. Kedua, dia mampu mengatasi stres dalam taraf normal yang terjadi sehari-hari dalam hidupnya. Ketiga, ia mampu bekerja atau berkarya secara produktif, dan keempat, dia mampu memberikan kontribusi pada lingkungannya.  

Merujuk dari ciri-ciri sehat mental dari WHO tersebut mungkin saja anggota tim Anda, atau jangan-jangan Anda sendiri belum sepenuhnya memiliki keempat ciri sehat mental.  Bagaimana?

Jadi, kalau ada orang yang mudah marah seperti contoh di awal tulisan ini, sulit konsentrasi, sehingga pekerjaannya berantakan. Apalagi tidak bisa mewujudkan performa yang baik di pekerjaan. Itu namanya mentalnya kurang sehat.

Riset dari Harvard Business Review menyebutkan bahwa 76% pekerja mengalami setidaknya satu gejala kesehatan mental pada tahun 2021.

Lalu, bagaimana caranya kita sebagai pemimpin untuk bisa merespon situasi seperti ini dengan tepat? Mungkin sebagian Anda ada yang berkata “Saya kan, bukan psikolog atau tidak punya latar belakang Pendidikan psikologi.” Tetapi Anda tentu punya kekuatan sebagai seorang pemimpin yang dapat Anda gunakan untuk membantu dan memberikan dukungan pada anggota tim Anda.

Mungkin, tips ringan berikut akan membantu Anda untuk membantu meningkatkan kesehatan mental Anda dan juga anggota tim Anda.

Pertama, bangun suasana yang terhubung dan relasi yang sehat di kantor. Pandemi dengan segala keterbatasannya membuat orang-orang sering merasa kesepian, dan kesepian yang dibiarkan dapat berbahaya bagi kesehatan mental seseorang. Pahami bahwa anggota tim Anda juga memiliki masalah di kehidupannya masing-masing, sama seperti kita yang juga memiliki masalah, yang sangat bisa mempengaruhi performa di pekerjaan.

Kedua, perhatikan kebutuhan spesifik setiap kelompok pekerja. Setidaknya ada 5 generasi yang berkumpul di dunia kerja saat ini, dan mereka berada dalam situasi khas tertentu yang memberikan stres yang berbeda. Contohnya, gen Z dengan persoalan adaptasinya di lingkungan kerja. Gen X dengan beban peran manajerialnya. Dan Boomers dengan persiapan pensiunnya.

Baca Juga  Pacaran atau Menikah?

Ketiga, bantu mereka untuk mendapatkan informasi dan sumberdaya yang dibutuhkan dalam rangka mengatasi masalahnya. Misalnya dengan Bersama-sama mencari komunitas diskusi tentang kecemasan di mana anggota tim Anda bisa bergabung, tempat Latihan yoga, atau mendownload lembar kerja di internet yang bisa ia isi dan pelajari untuk Latihan mandiri. Anda juga dapat melakukan penggalian, faktor-faktor apa dalam pekerjaan yang memberikan kontribusi terhadap masalah. Misalnya apakah ada kaitannya dengan target yang terlalu tinggi, sikap rekan kerja yang toxic, dan sebagainya.

Ingatlah bahwa Anda bukan sedang menjadi terapis, melainkan dalam tahap mengenali dan memberi batasan kapan Anda dapat membantu, dan kapan Anda perlu melakukan rujukan ke profesional. Stigma tentang kesehatan mental ini perlu didobrak dengan cara menampilkan peran pemimpin sebagai seseorang yang terbuka terhadap edukasi kesehatan mental dan mau ikut terjun berperan memberikan dukungan. Sebagian leaders dan perusahaannya sudah memulai dan menerapkan cara-cara ini, dan ternyata anggota timnya merasa lebih dimengerti dan dihargai, sehingga kinerjanya juga membaik.

Kapan giliran Anda? Sekarang dong.

Salam SuksesMulia

Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia

1 comments On Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Pentingkah?

Leave a Reply to Muhammad Salman Alfarisi Cancel Reply

Your email address will not be published.

Site Footer