Sebuah perusahaan membuat tes terhadap tiga calon staf penjual barunya. Tesnya terbilang unik, yaitu: Menjual sisir di komplek Biara Shaolin! Tentu saja, hal ini cukup unik, karena para biksu di sana semuanya gundul dan pastinya tak butuh sisir.
Kesulitan ini juga yang membuat calon pertama hanya mampu menjual satu sisir. Itu pun karena belas kasihan seorang biksu yang iba melihatnya.
Tapi, tidak demikian dengan calon staf kedua. Ia berhasil menjual 10 sisir, ia tidak menawarkan kepada para biksu, tetapi kepada para turis yang ada di komplek itu, mengingat angin di sana memang besar, sehingga sering membuat rambut jadi awut-awutan.
Lalu bagaimana dengan calon staf ketiga?
Ia berhasil menjual 500 sisir!!
Caranya?
Ia menemui kepala biara. Ia lalu meyakinkan jika sisir dagangannnya itu bisa jadi souvenir bagus untuk komplek biara tersebut.
Kepala biara bisa membubuhkan tanda tangan di atas sisir-sisir tersebut dan menjadikannya souvenir bagi para turis. Sang kepala biara pun setuju.
Apa yang sering orang anggap sebagai penghambat terbesar karier mereka?
Bukankah banyak orang sering kali menyalahkan keadaan? Dan inilah yang membuat calon staf pertama gagal.
Sementara calon staf kedua, sudah berani berpikir di luar kotak. Namun ia masih terpaku pada fungsi sisir yang hanya sebagai alat merapikan rambut.
Tapi calon staf ketiga bukan hanya berani berpikir bahwa sisir bukan hanya alat untuk merapikan rambut, melainkan bisa menjadi produk lain, yakni sebagai souvenir.
Kita tidak bisa mengatur situasi seperti yang kita kehendaki. Tapi, kita bisa mengerahkan segenap kekuatan untuk mencari solusi.
Sumber: Anonim, kiriman WhatsApp seorang teman.
1 comments On Tiga Penjual Sisir
staf ketiga menjual brand shaolin, yang punya keinginan yang kuat untuk bekerja sebagai ibadah yang mendapat petunjuk