Keluarga, bukan saja tempat menyalurkan aktivitas biologis. Namun paling tidak memiliki 7 area kehidupan yang harus berjalan secara seimbang dan sinergis. Salah satu diantaranya adalah fungsi psikologis dan edukasi.
Apa jadinya jika kedua elemen penting itu hilang dari rumah? boleh jadi anak bertumbuh semakin liar, mencari ketenangan diluar, yang justeru kerap semu dan tidak teredukasi. Imbasnya, kembali merepotkan keluarga dan masa depan anak itu sendiri.
Saya pernah dikirimi oleh teman, sebuah kisah berikut yang mungkin bisa membuat kita mengambil hikmah, sekaligus buat refreshing pelepas penat di akhir pekan.
Seorang anak lelaki remaja yang merasakan gersang dari nilai-nilai keluarga. Iapun mencoba menemukannya diluar. Alhasil ia terjebak pada kebahagiaan semu, dalam kehidupan dunia malam. Buntutnya ia terkena penyakit AIDS. Alat vitalnya bercak-bercak, memar, dan terasa sakit sekali. Karena tidak tahan dengan semua itu, penyesalan pun baru terasa. Dan akhirnya memutuskan untuk konsultasi pada dokter penyakit kelamin.
Setelah diperiksa, dokter bilang “Waduh nak, ini penyakit berbahaya, satu-satunya cara supaya kamu bisa selamat, maka ini mesti di amputasi supaya tidak menjalar.” Mendengar putusan Dokter, remaja ini langsung lemes, seolah merasa putus asah. Ia minta waktu untuk kembali dan berfikir dulu.
Ketika pulang pemuda itu tiba-tiba melihat praktek Sinshe tradisional. Tanpa pikir panjang ia pun mampir konsultasi lagi. Setelah diperiksa, maka ahli Sinshe asli dari negeri Cina ini, lengkap dengan dialek khasnya pun berucap. “Wah.. ini wemang penyakit welwahaya, loe dah pigi ke doktel..?”
Anak muda itu menjawab dengan sedih, “Ia, koh… Kata dokter mesti di amputasi.” Sang Sinshe pun berujar “Haiyya… dasal doktel jaman cekalang. Sikit-sikit opelasi, sikit-sikit amputasi, mau luit saja. Ini tilak pellu li amputasi lah…!!” Mendengar penjelasan sang sinshe, anak muda inipun bernapas legah.
“Jadi benar saya tak perlu di amputasi koh…” Tanya pemuda dengan sumringahnya. “Minum lamuan ini saja, tilak pellu li potong.” Ucap sinshe. Setelah remaja itu meminumnya iapun bertanya, “Terus berapa hari kira-kira bisa sembuh Koh..” Tanya pemuda dengan sumringahnya. “Haiyya… loe lupanya tilak sabaran ha.., Tunggu tiga hali caja, nanti juga copot cendili..!!” He..he..he..
Selamat tersenyum, dan yang terpenting sayangi anak kita. Kawal mereka menemukan karpet merah kehidupan terbaiknya. Bagaimana caranya? Bila berkesempatan, yuk gabung di kelas on line, selasa 2 september nanti. Saya hadir dengan judul “MENGINTERVENSI DNA KEHIDUPAN ANAK.” Mengungkap pesan terselubung Tuhan, dibalik keberhasilan anak kita, yang justeru menghendaki lebih mudah, lebih cepat, lebih murah, sekaligus juga lebih “nendang.” Oke…? Happy weekend, have A fantastic day…!
Akhirnya, Ijinkan saya mengenal anda lebih dekat, Follow saya di twitter @RahmanPatiwi
Salam Metamorfosa..!
Rahman Patiwi
Praktisi Parenting Pendidikan
www.RahmanPatiwi.net
1 comments On The Big Mach: Dokter Vs Sinshe
Guyonan segar di Rabu Pagi 🙂