Akhir tahun 2015 saya tutup dengan memberikan inspirasi di masjid Syuhada, Jogjakarta. Acara yang dimotori surat kabar Republika ini dilakukan serentak di tiga kota: Jakarta, Bandung dan Jogjakarta. Usai acara saya dibonceng motor menyusuri berbagai jalan protokol di kota gudeg ini menuju hotel untuk menghindari kemacetan.
Tepat tengah malam, saya tiba di hotel tempat menginap. Di kerumunan orang yang sedang berpesta menyambut tahun baru saya iseng bertanya, “Apakah Anda tahu apa itu MEA?” Ternyata, tidak ada satupun yang tahu. Ya, bayi ajaib yang baru lahir dan bisa berdampak besar bagi negeri ini ternyata kelahirannya banyak yang tidak tahu. Bayi itu bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tahun 2016 ini seolah sudah tak ada batas antar negara, berbagai produk dan jasa dari berbagai negara di Asia bisa masuk bebas ke negeri ini. Bahkan saya mendapat kabar dari teman-teman pengusaha di Jawa Timur, banyak orang asal negara lain siap menjadi buruh dan bersedia dibayar dibawah UMR (Upah Minimum Regional). Apabila kita tidak siap, maka kita bisa “mati” di negeri sendiri.
Apa yang perlu kita lakukan untuk menyambut “bayi” yang bernama MEA? Saya memiliki beberapa cara yang konsisten akan terus saya lakukan. Pertama, saya memilih dan menggunakan produk atau jasa lokal, asli Indonesia, tentu selama hal itu diproduksi di Indonesia. Misalnya, baju berbatik, kuliner masakan Indonesia, sepatu produksi Cibaduyut, dan sejenisnya.
Sewaktu saya kecil dulu ada film dan gerakan ACI, Aku Cinta Indonesia. Menurut saya, kesadaran ini perlu dimunculkan dan ditumbuhkan. Kita perlu menghargai berbagai kreativitas anak negeri dengan cara membeli dan menggunakan hasil karya mereka.
Kedua, terus meningkatkan kapasitas diri. Tentu sebagian dari Anda sudah sering mendengar ungkapan, “Daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin.” Dari pada mengutuk kehadiran MEA lebih baik menyiapkan diri untuk bisa memenangkan persaingan. Asahlah terus keahlian yang sudah kita miliki, terus berusaha menjadi 10 terbaik di bidang yang kita tekuni.
Percayalah, rezeki akan mengejar orang-orang yang terus belajar. Rezeki enggan mendekat kepada orang yang sering mengeluh dan senang menghujat.
Ketiga, berkolaborasi. Menghadapi “bayi” ajaib yang memiliki banyak kekuatan tidak bisa dilakukan sendirian. Kita mampu menaklukannya saat kita bekerja sama. Ingat ya, bekerja sama bukan sama-sama bekerja. Segera jalin kekuatan dengan berbagai pihak yang ingin menikmati berbagai peluang yang ada dengan hadirnya MEA.
Siapkah Anda?
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook
7 comments On Bayi itu Bernama MEA
Bapak MEA singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN, jadi untuk negara-negara ASEAN saja, belum seluruh Asia. Hehehehe…punten…
Kita punya pasar sekarang 625 juta manusia di seluruh ASEAN. Tinggal kita siapa atau tidak untuk memanfaatkan pasar sebesar itu. Apakah Akademi trainer ada rencana masuk ke negara-negara ASEAN ? Saya ikut ya Pak..
Salam hormat..:)
Terima kasih koreksinya. Kekeliruan sudah dibetulkan, ya…
tips untuk memilih bidang keahlian dan fokus menjalaninya,pada individu yg belum mempunyai passion tertentu…
Dan apa yang harus di lakukan…
Baca buku ON yang saya tulis 🙂
Lebih dari itu Bapak. Diterapkannya MEA adalah salah satu langkah kapitalis menguasai negara lain. Terlebih Indonesia. Apalah daya masyarakat secara Individu yang menggunalan produk dalam negeri, sedangkan Negara lebih berpihak kepada Asing dalam hal kebijakan untuk terus menguasai pasar Indonesia. Salam dari saudara mu di surabaya Kek..
Saya memilihi untuk berbuat semabri terus menyadarkan orang-orang yang perlu disadarkan
pak setiawan ada betulnya tuh. gak ngaruh kalo tiap2 person cuma beli rupiah aja. kuncinya ttp ada d goverment pak jockowe. voc jaman gini lebih fasih ngomong indonesianya