Pak Lurah Ahli Shubuhan 

Share this

Hanafi RaisHari Minggu yang lalu saya mengadakan acara sosialisasi di sebuah desa di Gunung Kidul. Sosialisasi tersebut dihadiri seratusan warga dari beberapa dusun di desa setempat dan dihadiri pula oleh pak lurah yang baru saja dilantik beberapa bulan yang lalu.

Sekembali dari acara sosialisasi sore itu, menjelang maghrib, saya sempatkan mampir di rumah pak lurah yang kebetulan juga berdekatan dengan tempat acaranya. Dengan suguhan teh panas, jenang, dan emping. Saya dan pak lurah bercerita banyak hal tentang kondisi infrastruktur desa, kesejahteraan warganya, dan agenda pak lurah ke depan dalam rangka membangun desanya.

Kalau bicara tentang program-program pembangunan, politik lokal, dan aspirasi warga itu sudah biasa. 

Tapi ada satu pertanyaan saya kepada pak lurah baru itu yang sengaja saya pancing. Pak lurah baru itu sempat bercerita tentang suasana menjelang pemilihan kepala desa di mana calonnya ada lima dan dia harus menghadapi kenyataan yang tidak gampang itu.

Saya tanyakan kepadanya satu hal yang menurut saya maha penting: “Pak lurah, panjenengan dulu punya kiat langit apa akhirnya panjenengan bisa terpilih jadi lurah baru? Biasanya orang yang berhasil punya amalan sendiri”.

Mendengar pertanyaan saya, pak lurah tadi jadi lebih gumregah, lebih bersemangat berbagi pengalamannya dibanding bicara program-program.

Pak lurah pun mulai berbagi. 

Ada satu hal yang selalu istiqamah dia tempuh ketika sedang punya hajat. Menurutnya, tepat sebelum 40 hari menjelang hari pemilihan, beliau mengikhtiarkan untuk bisa shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya. Tanpa putus. Benar-benar non-stop.

Dalam doa usai shalatnya, beliau mengosongkan hatinya, benar-benar hanya berharap kepada Allah Yang Maha Memiliki Kerajaan bahwa jika jabatan lurah itu membawa manfaat maka ijinkanlah dan ridhailah, namun jika tidak membawa manfaat maka berikanlah yang terbaik.

Baca Juga  How We Learn

Dia pun akhirnya terpilih sebagai pak lurah. Sebelum jadi lurah, beliau ‘hanya’ seorang supir di sebuah kantor persyarikatan dan jaga masjid kantor tersebut. Pak lurah baru pun merasa mungkin kumpulan amal shalih dia itu pula yang mengantarkannya diberi amanah baru oleh Allah itu.

Uniknya, kebetulan pak lurah yang satu ini juga sedang jomblo. Sambil berkelakar, kita bilang ke pak lurah kalau itu tandanya shalat subuh berjamaahnya nggak boleh berhenti walaupun sudah terpilih. 

Sampai-sampai ibunda pak lurah yang kebetulan juga ikut ngobrol dengan kita nyeletuk, “Mohon doanya Mas Hanafi, syukur-syukur malah ada yang datang ke sini melamar anak saya”. Kita pun mengamini. Bercandanya sang ibunda siapa tahu juga adalah doa yang diijabah Allah kelak.

Berhubung sudah waktu maghrib, kita pun bergerak ke masjid dekat rumah pak lurah tersebut yang sering ia datangi untuk shalat subuh berjamaah. Kita selesaikan panggilan Tuhan dengan tiga rakaat dan akhirnya mohon pamit.
 
Sambil berjalan menuju kendaraan masing-masing, pak lurah memegang pundak saya sambil berbisik: “Satu lagi, Mas. Jangan pernah lupakan ibu. Tiap kali mau pergi ke acara manapun, sempatkan mohon pamit kepada ibu dan nyuwun doanya ibu. Sejelek-jeleknya tidak sempat pamit langsung, ya kirim sms kepada ibu. Doa ibu itu tembus langit, Mas”.

Pesan pak lurah yang ahli subuhan itu pun membekas dalam hingga sekarang. 

Hanafi Rais

5 comments On Pak Lurah Ahli Shubuhan 

Leave a Reply to wiwik Cancel Reply

Your email address will not be published.

Site Footer