Sedang ramai diperbincangkan tentang sebuah zaman yang akan menggilas mereka yang tidak mau berubah: Disruption Era.
Konon kabarnya, kemajuan dunia teknologi dan telekomunikasi akan memporak-porandakan bisnis model yang ada. Disctarra yang harus tutup, MNC yang deg-deg an akan kehadiran netflix, perusahaan distribusi yang mulai terpangkas oleh jalur penjualan online, sampai sampai seminar-seminar off air yang pelan-pelan beralih ke webinar.
Sebenarnya bagaimana sebuah bisnis tergilas, lalu bisnis seperti apakah yang dapat menggilas? Berikut paparan saya,
Sekitar tahun 90an tengah, rumah saya kedatangan om-om petugas telkom lengkap dengan baju lapangannya. Sebuah perangkat kecil dipasang dipojok ruang keluarga. Mereka bilang itu “telepon”.
Semenjak benda itu terpasang, saya yang ber-ayah-kan orang lapangan, sedikit demi sedikit mulai terobati dengan obrolan via telepon antara Balikpapan dan Badak Operation.
Selang hampir 20 tahun, alhamdulillah alat itu masih terpasang di rumah. Faktanya, hari ini alat itu tidak terpakai sama sekali. Kami semua sudah terhubung via mobile phone. Mungkin Anda juga mengalami hal yang sama.
Oleh para pakar bisnis, hal ini disebut dengan disruption, atau penggilasan sebuah bisnis model baru terhadap bisnis model yang lama.
Dahulu Telkom memanfaatkan jejaring kabel untuk mengalirkan gelombang suara lewat fixed line. Kemudian hadir era GSM. Alhamdulillah, Telkom sudah menyiapkan unit usaha untuk menggilas dirinya sendiri: Telkomsel.
Tapi ini tidak terjadi pada PT Pos. Bisnis model yang berawal dari pengiriman surat harus dilumat oleh email. Jasa transfer uang via wesel pos juga harus pasrah dihajar bank-bank pendatang. PT Pos sekarang mati-matian ganti gigi bisnis model jadi payment gateway dan berfokus pada ekspedisi. Semoga berhasil.
Ada pula disctarra yang tutup karena MP3 dan film digital bajakan yang sudah tersedia open source. Ada ratusan perusahaan travel yang harus gigit jari dilumat Traveloka. Ada ratusan kios-kios HP yang harus ridho bersaing harga miring sinting dengan Lazada. Apa boleh buat. Mereka tergilas oleh penggilas.
Tapi saya tak setuju jika isu utama kita adalah gilas menggilas. Sebenarnya, yang terjadi hanyalah gerak market yang sangat alami.
Pasar atau market akan beralih pada produk barang atau jasa yang lebih memberikan solusi ke mereka. Lebih baik, lebih murah, lebih cepat dan lebih menyenangkan. Itulah pasar.
Email melumat PT Pos karena memang lebih cepat, relatif gratis (jika nempel di wifi tetangga), lalu menyenangkan: Bisa attach, bisa reply, cepat, tersimpan dengan baik.
GSM melumat fixed line phone. Karena memang bisa dibawa kemana-mana. Ringkas dan cepat. Belum lagi jika perangkatnya adalah smartphone.
Dan perusahaan selular pun, harus siap-siap turun pendapatan karena mereka kehilangan pendapatan dari SMS dan voice. Ingat, aplikasi smartphone sudah dapat memberikan mereka kenyamanan chat dan phone calling lewat layanan data. Mengerikan.
Sekali lagi, yang lebih memberikan solusi, akan menggilas yang kurang memberikan solusi. Sesuatu yang lebih SOLUTIVE akan menggilas mereka yang kurang solutive. Akur.
Sahabat Ziders yang budiman, inilah pentingnya member Zid Club memahami Disruption Era. Kuncinya bukan pada pemakaian teknologi atau gegap gempitanya pola digital dalam bisnis Anda. Yang sangat substantif adalah pertanyaan pertanyaan berikut ini:
1. Anda harus terus berfikir, apakah produk Anda sudah memberikan solusi kepada banyak orang?
2. Apakah ada perusahaan lain yang dapat menyediakan solusi lebih baik?
3. Apakah solusi yang anda tawarkan melalui produk Anda memiliki harga yang kompetitif.
Yuk.. jadilah SOLUTIVE.. atau Anda DISRUPTIVE…
Penulis: Rendy Saputra, Chief Executive Officer (CEO) Keke Group, penulis buku “Dua Kodi Kartika”.
1 comments On Yang Solutive akan Disruptive
Keren tulisannya…sangat menginspirasi sendiri