For all: Ama, Ummi, Mama, Bunda, Ibu, Emak, whatever you call to the woman who born
you.
Suatu pagi yang dingin seorang wanita berjalan telanjang kaki bersama anaknya, ia hendak pergi ke sawah, sedangkan anaknya hendak pergi ke sekolah. Mereka berjalan menuju jalan raya yang jaraknya satu kilometer dari rumah, sambil sesekali saling merangkul dan bercerita tentang harapan masa depan.
Tak lama kemudian seorang tetangga melintas dengan mengendarai motor, menawari boncengan, wanita itu menyuruh anaknya yang naik agar tidak terlambat ke sekolah. Di ujung jalan raya bis pun segera datang dan membawa anaknya ke sekolah.
Saat melintasi persawahan anak itu melihat ibunya duduk disana, ditepi pemantang, bersama beberapa orang lainnya yang sedang menunggu geblok padi. Seketika miris hati anak itu membayangkan betapa sulitnya perjuangan ibunya yang single mom untuk membuat dapur rumah mereka tetap mengepul.
Bayangan itu mulai menari dibenakku, guratan wajahnya semakin tegas terlihat, kulit kuning langsat yang pernah kulihat di foto mudanya tampak berubah kecoklatan, terbakar matahari, rambutnya yang menjuntai hingga bahu mulai memutih, tangannya berkapal, ku tak bisa menahan tawa ketika bayangan itu menggoyangkan tubuh gendutnya sambil bersenandung soundtrack sebuah telenovela, Gaby Hanya Kau Cintaku.
Mi, kita sering berbeda pendapat, ku sering membentak untuk alasan yang sepele, aku sering menunjukkan sikap tak baik kepadamu saat aku merasa diriku yang benar, dan kini aku sangat menyesali hal itu. Dua kali dalam dua puluh empat jam, dua hari dalam empat belas hari, dua hari dalam sebulan, hanya dua puluh empat hari dalam setahun….. diantara 365 hari yang tersedia, hanya itu waktu untuk kita bisa bertemu.
Oh Ummiku, andai ku bisa mendampingimu setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, setiap saat. Andai dengan waktu yang sedikit ini bisa kuberikan pengabdianku kepadamu, tanpa ada bentakan, tanpa ada perbedaan, tanpa ada adu mulut. Maafkan anakmu ini Mi, sering melukaimu.
Mi, aku rinduuuuuu sekali padamu, aku rindu suapanmu, aku rindu pelukanmu, aku rindu tidur sambil memegang dagumu seperti yang seringkali kulakukan waktu kecil, aku rindu mendengar doamu, aku rindu bersepeda keliling desa berdua, aku rindu makan es lilin bersamamu.
Mi, sampai sekarang aku belum bisa memenuhi harapan terbesarmu. “Pengen nimang cucu” pintamu penuh pengharapan, menjelang ulang tahunmu, 21 Maret 2011, hamper 3 tahun yang lalu. Hatiku tercabik-cabik, pilu rasanya, bulir-bulir bening membasahi pipiku, kupeluk erat tubuh gendut itu. “Maaf Mi, aku belum bisa wujudin” ujarku menahan perih.
Robb, belum bisa kupersembahkan yang terbaik untuk wanita yang Engkau titipkan kepadaku ini, hanya doa yang sementara bisa kupanjatkan, semoga Ummiku dalam penjagaan-Mu selalu, agar Engkau panjangkan umur beliau, Engkau teguhkan iman beliau, Engkau sehatkan jasmani dan rohani beliau, Engkau berkahi umur beliau. Beri hamba kesempatan untuk membahagiakan beliau.
Ya Robb, untuk memuliakan beliau, mewujudkan keinginan-keinginan beliau, dan mendampingi beliau hingga penghujung waktu. Aminnn.
Tulisan dikirim oleh Cahya Dewi
5 comments On Ummi…
aamiin ya Rab
Memberikan getaran tersendiri… Mengingat bapak mamak… Pesan beliau padaku Ngaji aja, nggak usah kau pikirkan mencari uang… sekarang yang cari uang biar orangtua aja…. Ya Allah… bayangan mereka, ditanah rantau ini aku belajar dan mengaji saja,, padahal kadang aku menyia-nyiakan amanah mereka.. astaghfirullah..
seringkali kita meremehkan kata-kata mereka dan membuat kesal, saat kita berjauhan dengan mereka baru terasa betapa menyesal, huaaa #menangisbombay
Aamiin.
For all: Ama, Ummi, Mama, Bunda, Ibu, Emak, whatever you call to the woman who born
you. Thanks to Allah. Merekalah Bidadari yang mendampingi hidup kami di dunia ini. Masukan mereka nanti dalam Surga Firdaus. Aamiin.
Aamiin yaa Robbal’alamin ….