Kemarin, saat perjalanan dari bandara Soekarno-Hatta ke rumah di Bogor, saya sempat mampir ke salah satu jaringan swalayan ternama. Saat saya memasuki swalayan tersebut mereka sedang melakukan briefing dengan cara berdiri melingkar. Saya mendengar dengan jelas suara wanita yang memimpin briefing itu. Dugaan saya, dia adalah pemimpin toko itu.
Nah, apa yang terjadi? Ternyata wanita itu sedang memarahi satu per satu karyawan swalayan itu yang jumlahnya 12 orang. (Hehehe.. saya sempat menghitung).
Sungguh, memarahi karyawan di hadapan para pelanggan adalah tindakan yang tidak bisa menjadi teladan. Apalagi jika itu menjadi pusat perhatian pelanggan yang sedang di lokasi kejadian.
Marah di hadapan banyak orang tidak akan menghasilkan loyalitas dari orang-orang yang Anda pimpin. Layanan yang diberikan oleh karyawan tidak lagi muncul dari hati yang paling dalam tetapi karena ketakutan yang berlebihan. Sulit mendapat pelayanan sepenuh hati dari orang-orang yang jiwanya tertekan.
Usai belanja, saya mencoba menghibur karyawan yang melayani saya. Tetapi tetap saja senyumnya kaku, tatapan matanya kosong, ucapannya seperti robot, dan yang pasti ia melakukan beberapa kesalahan. Padahal, baru beberapa menit sebelumnya ia dibriefing dan salah satu materi yang saya dengar adalah layanan prima terhadap konsumen.
Hindari memarahi orang-orang yang Anda cintai di depan banyak orang. Jangan memarahi anak di depan teman-temannya. Jangan memarahi istri di depan anak atau orang lain. Para dokter senior, jangan marahi co-ass di depan pasien. Amarah Anda di depan banyak orang akan memunculkan “amarah tersembunyi” yang itu boleh jadi sangat menyakitkan hati.
Mengumbar amarah di depan banyak orang itu lebih banyak kerugiannya dibandingkan keuntungannya. Sang pemarah akan kehilangan loyalitas dan penghormatan dari orang-orang di sekitarnya. Ia juga akan mengalami kesulitan membentuk team work yang solid. Di dalam kehidupan rumah tangga, sang pemarah akan mengalami kesulitan membentuk keluarga yang harmonis.
Amarah biasanya keluar dari orang-orang yang berpikir dan berjiwa negatif. Sementara orang-orang yang selalu berpikir dan berperasaan positif yang keluar dari mulutnya bukanlah amarah tetapi nasehat, arahan dan kebajikan. Mari kita bersihkan hati kita dengan lebih mengedepankan nasihat, arahan dan kata-kata positif dibandingkan amarah. Apalagi amarah di depan banyak orang. Malu, ah…
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
44 comments On Ubah Amarah Anda
Amarah bikin kita malu klu ktm dgn org2 yg kita marahi, yg jelas raut muka org yg suka marah. Nga enak d lihat …serem…hehe..
Ngeri…. Muka cemberut menjauhkan rezeki
Semoga kita bisa terhindar dari sifat seperti itu..
Bisa kebayang kalau suatu saat, karyawan yang dimarahi jadi pengusaha besar…”betapa malunya…”
Yang ska marah2 temene setan he hee
Memarahi seseorang di depan umum tidak akan menghasilkan perubahan positif tetapi akan memperparah keadaan dan bisa memicu ketakutan dan dendam.
Terimakasih ceritanya dan kisah yang mencerahkan di pagi ini kek 🙂
Senasib kek, ahad/minggu kemarin pas selesai ceramah diwonosobo siang itu sy istirahat di salah satu pom bensin, sambil istirahat sy perhatikan karyawan sedang dikumpulkan seperti pengalaman kek jamil, setelah selesai istirahat,dll sy isi bensin, sy ajak bicara mbaknya senyumnya tertahan dan agak cemberut dan anehnya megang tuas bensinnya lama, padahal seharusnya dilepas saja bisa biasanya.he…2. Kata anak sy yg TK “La Tadkob, walakall jannah…”. (jangan marah bagi mu surga) itu jadi senjata anak saya kalau mau dimarahin sm ibunya dan sy he2…
KerON ust. Terus menyebar kebaikan ke Wonosobo dan tempat2 lain
jadi ktawa, ngasih briefing layanan prima kok sambil marah?
atasannya harus ikut WBT tuh kek..
jadi inget kata2 ibuku “jangan kebanyakan cemberut. nggak enak diliat”
Kebanyakan cemberut muka cepat keriput 🙂
Kutipan ust. Firanda: ” betapa banyak manusia yg lisannya membuat takut dan sakit hati orang lain.. maka jauhilah”
Salam buat ust Firanda ya
bener bgt memarahi karyawan,istri/suami atau anak di dpn org lain hny akan menimbulkan antipati dan pastinya menggores luka di hati….
perlunya para supervisor atau manager sering2 di training ttg leadership neh sm grandpa jamil…;)
very inspiring article grandpa…luv it…
saalam sukses mulia…
Tapi gak boleh tiap hari training, hehehe. Harus lebih banyak praktek di lapangan
buah apel ada dikeranjang merah
suka marah sama saja nambah masalah
Penting bgt untuk orang tua supaya tidak memarahi anak-anaknya di depan orang lain, sering dimarahi waktu kecil membuat rasa percaya diri jatuh berefek sampai dewasa. Lebih baik menasehati, mengajarkan tanggung jawab, bukan memarahi
terima kasih kek, selalu inspiratif 🙂
SUBHANALLAH…ALHAMDULILLAH…..keep smile…..
saya ga pernah marah ke bawahan maupun atasan, tapi malah pernah dimarahin ma bawahan dan atasan saya, gmn tuh Kek?
Hehehehe, itu namanya nasib kang.
Marah dgn Ramah hanya salah letak saja. tapi bedanya besar sekali.
mendingan ramah , akan menghasilkan kebaikan.
Terima kasih Mas ceritanya
Pak Kasman apa kabar? Kangen jumpa pak
Sebenarnya marah dan mengingatkan itu sama, yaitu tujuannya yg sama……….. yang membuat beda itu intonasi suara dan raut muka.
Jadi…. kalo mengingatkan harus hati-hati, jaga intonasi dan raut muka. Lha masalahnya kalo sudah ditakdirkan mempunyai raut muka yang gak bisa senyum dan mata yang lebar……. lha ini yang repot, tak iye.
hehehehe………… salam sukses mulia Pak, inspirasi yang bagus.
Muka sangar hati lembut itu keren lho, hehehe
Dengan kata lain, marah pun ada adabnya ya Kek 🙂
Akur, tosss
Astaghfirullohal’adziim….
Apa yang diceritakan Bapak Jamil pernah saya alami semua…baik sebagai Pemarah maupun yang dimarahi.
Posisi keduanya sungguh sama-sama tidak enaknya :
Pada saat poisisi sebagai Pemarah, efeknya kemana-mana, seakan-akan pekerjaan saya tidak ada ujungnya, sholat dan berdoa tidak konsentrasi (terburu-buru karena terbayang/terlintas pekerjaan yg menjadi objek kemarahan). Dan yang pasti seolah-olah SEMUA yg dilakukan bawahan saya SALAH SEMUA….Astaghfirullohal’adziim
Pada saat posisi sebagai yang dimarahi, hampir sama seperti yang dituturkan Bp. Jamil…SANGAT MENYAKITKAN, seakan-akan saya OON BANGET, apa saja yang saya kerjakan dianggap SALAH…bahkan kerjaan yang tadinya terkesan MUDAH, ternyata tidak mudah untuk diselesaikan…sekaligus instrospeksi MUNGKIN inilah balasan ALLOH, sewaktu saya memarahai orang (orang bilang HUKUM KARMA-Wallohu a’lam)….
Jika kita yang sudah pernah mengalami hal ini…marilah kembali ke jalan-Nya……
Marah yang benar seharusnya seperti yang dicontohkan Rasulullah Shollallahu allaihi wassalam…(saya yakin teman2 sudah banyak yg tahu)…
Abu Mas’ud Al Anshari ra. menceritakan bahwa seseorang mengadu kepada Rasulullah SAW, dia berkata, “Ya Rasulullah hampir saja aku tidak mampu salat berjamaah karena si fulan yang menjadi imam memanjangkan salatnya bersama kami.” Saya belum pernah melihat Nabi SAW sangat marah waktu mengajar, seperti marahnya pada hari itu. Nabi bersabda, “Wahai sekalian jama’ah. Janganlah anda menjauhkan orang dari salat berjamaah. Siapa mengimami salat, hendaklah ia memendekkan shalatnya, karena di antara mereka (makmum) ada orang yang sakit, orang yang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan.”
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa Rasulullah pun pernah marah. Namun marahnaya Rasul sangat beretika. Saat menyebutkan kesalahan orang lain, Rasul tidak menyebutkan namanya.
Selain itu Rasulullah hanya marah pada kemungkaran (hal yang dibenci). Ada yang mengatakan bahwa kemarahan Nabi SAW karena beliau sudah pernah melarang untuk memanjangkan salat (Fathul Baari hal358)
Wallohu a’lamu bish-showab…..
Sehatusnya jadi artikel tersendiri, hehehehe. KerON
Marah yang tidak PAS bikin “gelo” atau bisa “BANGKRUT” di kemudian hari. Kebaikan kita bisa jadi akan hilang, dan ditukar dengan keburukan orang yang kita marahi.. dan lain-lain. Terima kasih pak guru.
Gelo bahasa sunda dan jawa beda lho… Yg mana ini. Gelo bahasa jawa kapok. Gelo bahasa sunda gila
gelo = menyesal dengan perbuatannya…
Kyai jamil ini memang sensitif dan begitu peka akan kejadian yg dijumpai, hingga bisa mjd ide utk bahan motifasi kpd pembacanya, dan mampu utk meredaksionalkan mjd tulisan yg mengispirasi dan enak dibaca, saluto atas kemampuan nya,hasil dari istiqomah dan latihan yg ajek, matur tengkyu
Waktu saya kecil, kalau ada tamu biasanya saya membantu ibu membawa minuman untuk tamu. Karena beberapa kesalahan kecil (misal, gagang cangkir mestinya diarahkan ke arah tangan kanan si tamu, gitu sih menurut bapak-ibu, tapi saya tdk melakukan itu. Bapak memarahi saya di depan tamu. Sampai skrg kejadian itu masih sering keingat, dan mungkin itu jg yang membuat saya besar menjadi orang yang tidak nyaman bertemu dengan orang banyak, apalagi orang yang baru saya kenal.
Masih ada waktu untuk berbenah tak perlu disesali jadikan bahan pelajaran
marahnya seseorang kepada kita menjadi cambuk bagi kita untuk membuktikannya..,sepanjang kita berada dijalan yang benar.
Perlu latihan lapang dada mas, hehehe
try to change…mohon doanya Kek..
termasuk marah2 di dunia maya, trutama socmed ya pak. hihi..
Langsung kirim doa, al fatihah
la taghdhob la taghdhob la taghdhob
dakholal jannah 🙂
Persis seperti ucapan anakku 🙂
sama juga dengan marah di media social ya sepertinya kurang bijak
Yes, setuju
-Sany Trisandi-
Ga asik kl udah liat pimpinan marahin karyawan nya di depan umum… seolah-olah dia paling bener…