Awal bulan puasa saya sempat menginap satu malam di Oman. Untuk berbagai keperluan, saya menukarkan uang dolar Amerika saya ke mata uang rial Oman. Satu rial Oman setara dengan 2.6 dolar Amerika atau satu rial Oman setara dengan Rp 37.000 (tiga puluh tujuh ribu rupiah).
Sisa uang rial Oman tersebut saya bawa pulang ke Indonesia. Dan ternyata, uang itu tidak bisa untuk belanja dan juga tidak bisa ditukarkan. Padahal nilainya jauh lebih kuat dibandingkan dolar, pound sterling apalagi rupiah. Uang rial Oman saya sia-sia, kecuali saya kembali ke negeri yang dipimpin Sultan Qaboos ini.
Rupanya, di akhir Ramadhan ini, Allah swt sedang mengirimkan pesan cinta-Nya kepada saya melalui mata uang rial Oman: “meski kamu punya banyak amal belum tentu itu berlaku dimata-Ku. Sebagaimana kamu punya uang rial Oman yang tidak bisa kamu belanjakan.”
Tidak semua kebaikan berbuah pahala. Ada prasyarat agar kebaikan itu laku (bernilai ibadah) dimata Allah swt. Sungguh sangat rugi bila kita sudah berlelah-lelah namun ternyata tidak bernilai ibadah alias tidak laku dihadapan Allah swt.
Setelah bertanya kepada mereka yang paham, menulusuri berbagai buku dan kitab ternyata ada dua prasyarat agar kebaikan kita bernilai ibadah, laku dihadapan Allah swt.
Pertama, kebaikan itu diniatkan dan dilalukan karena keimanan kepada Allah swt. Niat yang murni karena Allah swt itu kunci utama agar kebaikan bernilai ibadah. Saat ada niat yang lain (ingin dipuji manusia, pencitraan, dan sejenisnya) maka gugurlah kebaikan itu sebagai amal sholeh. Dimata Allah swt kebaikan itu tidak laku dan tidak punya nilai.
Karena mendasarnya hal ini, orang-orang bijak sering mengingatkan “luruskan niat.” Salah niat, sangat merugikan bahkan bisa sangat menjerumuskan.
Orang yang berbuat baik niatnya bukan karena Allah swt, ibarat orang yang pergi ke pasar yang dikantong celana dan bajunya penuh dengan batu kerikil. Banyak orang mengira ia punya banyak uang padahal hanya batu kerikil yang tidak bisa dibelanjakan. Ada orang yang terlihat banyak berbuat baik tetapi kebaikannya tidak laku dimata Allah swt.
Kedua, cara melakukan kebaikannya benar. Tentu benar menurut Allah swt, bukan menurut hawa nafsu kita. Contoh sederhana, Anda berniat puasa niatnya karena Allah swt tetapi Anda melakukannya dimalam hari bukan disiang hari padahal cara yang Allah swt ajarkan puasa itu disiang hari. Meski niatnya benar karena Allah swt tetapi karena caranya keliru maka kebaikan itu tidak laku dimata Allah swt.
Jadi, niat karena Allah dan cara yang benar menurut Allah swt adalah prasyarat utama agar kebaikan yang kita lakukan laku dimata-Nya. Sungguh amat rugi bila kita merasa banyak berbuat kebaikan tetapi tidak laku dimata Allah swt.
Duh Gusti, bimbing kami agar kebaikan kami laku dihadapan-Mu. Jangan jadikan kebaikan kami sebagaimana mata uang rial Oman yang tidak bisa dibelanjakan dan ditukarkan di negeri kami.
Ramadhanku sebentar lagi berlalu, semoga semuanya laku dimata-Mu, duhai Tuhanku.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini