Bagi Anda yang tinggal di Bogor dan sering melewati Jalan Baru hingga Komplek Perumahan Yasmin pasti tahu bahwa sejak siang hari di sekitar situ banyak ditemukan penjual tutut. Keong sawah ini bercangkang hitam kehijau-hijauan, berukuran sebesar jempol tangan hingga sebesar jempol kaki.
Tutut yang dijual di pinggiran Jalan Baru Bogor tersebut sudah dimasak dengan cara direbus hingga matang bersama bumbu seperti salam, séréh, laja. Sebelum dimasak biasanya bagian ujung kerucut spiralnya dipotong sedikit dengan pisau.
Cara memakan tutut ini unik, yaitu dengan cara disedot seketika (disedot menghentak). Daging tutut bisa keluar dan langsung masuk ke mulut, untuk inilah bagian ujung cangkangnya harus dipotong supaya angin bisa masuk. Kalau tak pandai menyedotnya, cungkil saja dengan tusuk gigi.
Tadi malam saya membeli dua porsi tutut untuk dinikmati bersama keluarga. Satu porsinya berharga Rp4.000. Slruuup… Nikmaaat!
Konon, menurut penjualnya, selain enak jika dimakan rutin tutut bisa mengobati berbagai macam penyakit khususnya liver. Tutut juga memiliki kandungan protein yang tinggi dan rendah kolesterol.
Saat makan tutut saya mengamati ternyata tutut ini sejenis keong yang ketika saya kecil sering saya temukan. Sebagai seorang anak petani, saya sering menemukan tutut bila membantu orang tua di sawah. Kami menganggapnya itu hama dan bila menemukan pasti kami singkirkan. Ternyata, tutut yang dulu kami anggap hama, jika tahu cara memasak dan menghidangkannya bisa menjadi santapan yang nikmat.
Gara-gara tutut ini saya jadi teringat pak Agus, teman ngobrol di pesawat dalam penerbangan Jakarta-Surabaya beberapa waktu lalu. Beliau seorang pengusaha. Apa produk yang dihasilkan? Mengolah sabut kelapa untuk kemudian diekspor ke berbagai negara.
Saya agak terkejut ketika itu, sabut kelapa yang di kampung saya dibuang-buang ternyata menjadi binis milyaran rupiah per bulan di tangan pak Agus. Luar biasa!
Rezeki ternyata memang datang dari arah yang tak diduga-duga. Komoditi yang semula tidak bernilai tapi dengan sentuhan kreativitas dan memberi nilai tambah menjadi sesuatu yang sangat bernilai. Bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan harkat dan martabat banyak orang.
Kira-kira apa sesuatu yang tidak bernilai di sekitar lingkungan Anda? Ayo beri sentuhan kreativitas dan nilai tambah, siapa tahu itu jalan mengalirnya rezeki ke tempat Anda.
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
11 comments On Tutut Makanan Tradisional yang Nikmat
Inspirasi yang Santai namun kena,,
saya juga jadi ingat satu kalimat yang ditulis pengusaha “Rongsokan” (barang bekas) di mobil pengangkut barang miliknya,,
Tulisan nya,
“Sampah Bagimu,Rezeki Bagiku”
kebanyakan sampah pasti dibuang,, tapi ditangan kreatif bisa jadi barang yang sangat bernilai,,,
Ayo kita jadi orang Kreatif,,
salam SuksesMulia
Nova
JayaBerkah
ISS.. perusahaan yang tahu bahwa manajemen perparkiran yang awalnya ga terpikir oleh pemilik gedung bertingkat, sekarang telah berhasil menancapkan mindset bahwa hal tersebut merupakan syarat WAJIB bagi gedung…
mantab Kek,,ga ada satupun ciptaan Alloh yang diciptakan tanpa membawa manfaat…
tutut… ini enak bener memang… keren juga kalau bisa di jadikan komoditi export ya… sayang tidak pandai mengelolanya..
Wah.. mantap juga nih Pak,minggu lalu saya juga nyobain nih makanan harganya Rp.3000,-/porsi di Cikarang. Awalnya saya kurang tertarik tapi lama-lama penasaran juga “apa sih Tutut itu?” maklum saya dari Gunung Kidul he he..yang ada Keong sawah. Ternyata setelah penasaran jadi nanya trus beli deh..emm enak juga lho..dan ternyata anak saya juga mau meskipun harus pakai penjelasan cerita jaman dulu waktu kecil kesawah cari belut atau ke kali cari udang & ikan, jankrik/belalang. O ya Pak Jamil kalau ke Pantai Indrayani Gunung Kidul lagi mampir ke daerah Ponjong wisata kuliner ikan bakar.
tutut pancen oye …
Istriku pintar ekali mengolah tutut jadi makanan mewah. Terutama dimasak dengan menggunakan santan, ditambah daun singkong, dibumbui bumbu khas padang resep dari ibu mertuaku.
*menulisnyapun hampir menetes liurku*
Bila memasak tutut maka makan semua anggota keluarga pasti nambah.
*kok malah jadi cerita makanan ya*
Maaf ya Guru…
melihat sesuatu dari sudut pandang yang lain, KREATIF!
Semua ada ilmunya…
Termasuk mengolah sampah menjadi sumber rejeki,
Mengolah hama menjadi santapan lezat…^^
Wah, kalau di bintan ada juga siput sedot..cara makannya mgkn hampir sama dengan tutut..di serupuuttt ! hehe
Thks kek sdh ingetin kt agar lebih kreatif melihat peluang yang berada disekitar.. 🙂
iya, dulu waktu kecil suka nemu tutut di sawah. tapi dianggap hama, jd ngga dikonsumsi..
aduhhh yang namanya makanan ini wajib dech dicobain…..ga bakalan rugi…..ketagihan ?? sok pasti…..seru makannya ! GA percaya ??? COBAIN Z