Sebutlah namanya Sudarto, biasa dipanggil Pak Darto, usia 36 tahun, pendidikan SMA. Sehari –hari bekerja di Bagian Mesin Pembakaran di perusahaan tempat saya bekerja. Memulai karir dari operator, dan setelah sekian tahun beliau akhirnya menjadi Kepala Regu. Tanpa terasa sudah 16 tahun bekerja di perusahaan. Punya usaha sambilan warung bakso di rumahnya. Aktivitas lain, menjadi Ketua Serikat Pekerja di Perusahaan. Sudah menjabat 3 periode.
Sebagai HRD yang baru bergabung di perusahaan saat ini, tugas saya adalah mencari kandidat – kandidat pimpinan menengah di perusahaan. Organisasi yang sedang berkembang, perlu banyak pimpinan yang bisa mengisi beberapa posisi yang kosong di level menengah. Dan sebaiknya direkrut dari dalam, bukan dari luar perusahaan.
Pak Sudarto termasuk yang saya pantau potensi dan performancenya selama beberapa bulan ini. Dan saya temukan beliau potensial untuk mengisi jabatan Wakil Kepala Seksi yang yang dibutuhkan perusahaan.
Saya ingat sekali obrolan saya dengan beliau dua bulan yang lalu. Saat itu perusahaan sedang membuka lowongan internal untuk Promosi menjadi Wakil Kepala Seksi di beberapa bagian. Beliau sepertinya tenang-tenang saja. Kayak tidak berminat. Apa yang saya obrolkan ?
“Pak Darto, kok ga ikut ngelamar untuk promosi Wakasi ? saya lihat bapak punya potensi lho “
Beliau menjawab, “ Wah ngga lah pak, saya kan ketua Serikat Pekerja. Saya ga enak sama-sama teman – teman yang lain. “
“Memangnya masa jabatan Ketua SP sampai kapan Pak?”
“Sampai Juli tahun depan.”
“Wah, sebentar lagi dong. Kalo gitu bapak saya ajukan promosinya setelah lengser aja ya? Kan kalau saat itu sudah ga masalah dong. Ga mungkin dikomplain teman-teman.”
“Ngga lah Pak. Saya sudah memilih jalan hidup saya untuk berkontribusi terhadap perjuangan kesejahteraan Pekerja. Walaupun nanti sudah tidak menjabat lagi. Saya cukup jadi kepala regu saja.”
Saya terdiam. Jarang saya temui orang yang bisa konsisten seperti ini. Kebanyakan yang saya temui, orang berjuang pada saat dia merasa kecewa, terbuang, atau tidak punya pilihan. Tetapi pada saat ada kesempatan untuk dapat tambahan (entah promosi atau naik gaji), dia lupa pada perjuangannya. Bapak yang satu ini beda.
Akhirnya saya bicara “Tapi bapak tetap mau kontribusi ke perusahaan kan?”
“Ya iyalah Pak. Kan saya cari makan di perusahaan ini. Masa saya ga mau.”
Saya bilang “Ok kalau begitu, gimana kalau bapak jadi Trainer ?”
“ Trainer ? Trainer apaan pak? Emangnya saya bisa, lagipula saya ga pinter ngomong di depan orang”
“ Ya trainer buat para operator. Saya sudah jadwalin programnya. Teman-teman kita butuh training tentang etos kerja. Dan saya pikir bapak cocok untuk materi itu. Kan bapak udah biasa bicara di depan pekerja”
“ Nanti modulnya gimana Pak? Trus cara ngasih trainingnya gimana pak?”
“Tenang aja, nanti kita belajar bareng. Ada beberapa teman yang juga saya minta bantuannya untuk jadi trainer. Saya sudah jadwalkan untuk sharing tentang training delivery”
Akhirnya beliau mau. Dan setelah saya sharing dengan beliau dan teman-teman tentang training delivery, beliau dijadwalkan untuk memberikan training kepada operator untuk materi etos kerja.
Dan minggu lalu, dua hari sebelum saya berangkat ke Trainers Bootcamp, Pak Sudarto mendeliver materi training pertamanya. Dan hasilnya, menurut saya luar biasa. Penyampaian beliau sangat membumi. Peserta yang levelnya operator sampai terpukau dengan penampilan beliau. Saya yang duduk di belakang mengamati, sampai tidak bisa berkata apa-apa. Luar biasa Potensi seseorang saat kita bisa menemukan dan mengasahnya. Dan ini baru awal fase hidup beliau menjadi Trainer.
Saat saya membuat tulisan ini setelah Trainers Bootcamp, saya teringat Pak Sudarto. Ada rasa puas dan bangga di hati. Dan saya memahami, mungkin inilah yang dirasakan Pak Jamil Azzaini dan kawan-kawan. Kenapa beliau-beliau dengan rela berbagi ilmunya untuk mencetak trainer-trainer handal.
Rasa bahagia yang tidak tergantikan dengan uang sekalipun. Saat Trainer bisa mencetak Trainer yang bahkan lebih hebat dari dirinya, itulah pencapaian tertinggi seorang Trainer. Trainer make Trainers.
Dan saya temukan juga, jangan tunggu jadi Trainer Hebat untuk membagi kemampuan delivery training yang anda punya. Justru anda akan jadi Trainer Hebat, setelah anda membaginya.
Jadi, Kalau Anda seorang Trainer, apakah Anda siap dengan tantangan berikutnya : Trainer make Trainers ?
Yudha Argapratama
Catatan :
Setelah saya ikut Trainers Bootcamp, saya punya pe-er untuk sharing lagi tentang training delivery kepada Pak Darto dan kawan-kawan. Karena yang saya bagi sebelumnya, masih banyak yang kurang bahkan ada beberapa yang perlu diperbaiki. Lets Celebrate knowledge & Keep Never Ending Learning…
1 comments On Trainer make Trainers
Wah terima kasih inspirasinya Pak Yudha