Ada seorang direktur utama sebuah perusahaan menyampaikan kepada saya “Pak Jamil, saya punya manajer yang bila ditempatkan dimanapun selalu mencapai target dan cabang yang dipimpinnya selalu menjadi yang terbaik.” Saya mengajukan pertanyaan “apakah setelah sang manajernya pergi cabang tersebut tetap berprestasi?”
Direktur utama itu menjawab “biasanya langsung drop.” Saya pun menyampaikan “jangan-jangan manajer Anda termasuk kategori toxic leader karena dia hebat sendirian, bukankah tugas utama seorang leader itu membangun tim. Seyognya setelah dia pergi tim tetap bisa menunjukkan kinerja yang memadai sehingga tidak langsung drop.”
Toxic leader itu memiliki banyak ciri, namun ada dua yang paling menonjol. Pertama, gaya manajemennya bergaya katak “sikut kanan, sikut kiri, injak bawahan dan jilat atasan.” Dengan gaya ini, banyak orang yang mengalami luka batin, sakit hati dan melakukan pekerjaan harian karena rasa takut. Banyak karyawan yang akhirnya menjadi “yes man” atau ABS (asal bapak senang). Ia pun sering menggunakan pendekatan manajemen konflik yang membuat suasana kerja “panas” dan melahirkan kompetisi yang tidak sehat antar anggota tim atau antar bagian. Suasana kerja menjadi tidak menyenangkan.
Kedua, fokus kepada kuantitas bukan kualitas. Proses bisnis yang sehat terkadang diabaikan, sang leader fokus kepada tercapainya target yang sudah ditetapkan karena hal ini yang biasanya masuk dalam penilaian kinerja dan apresiasi dari atasannya. Pembicaraanya hanya fokus kepada angka-angka dan cenderung mengabaikan yang lainnya. Sang leader juga memaksa anggota timnya untuk siaga 24 jam demi target yang ingin ia capai.
Dalam jangka pendek, toxic leader terlihat hebat. Namun dalam jangka panjang, toxic leader adalah kontributor terbesar bagi merosotnya kinerja perusahaan.
Para toxic leader inilah yang menyebatkan karyawan atau anggota timnya mengalami sakit hati, luka batin, emosi dan energi negatif banyak muncul di lingkungan kerja. Ia melahirkan banyak orang stress yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dan daya saing perusahaan.
Toxic leader adalah penghasil orang-orang stress.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini