Beberapa waktu yang lalu ada seorang leader yang curhat ke saya “Pak Jamil, berbagai ilmu bisnis dan leadership yang saya pelajari sudah saya terapkan, tetapi kenapa bisnis dan tim saya tidak juga move on?” Saya menjawab ringan “khan belum belajar leadership dengan saya.” Kami pun tertawa berdua.
Pertanyaan itu mengingatkan saya terhadap hikmah pertama di Kitab Al-Hikam karya Ibnu Athoillah: “Sebagian tanda bahwa seseorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah SWT ketika terjadi suatu kesalahan (dosa).”
Kita memang diminta untuk mengerahkan semua kemampuan (ilmu, keahlian, relasi) dalam menjalankan tugas. Namun pada hakekatnya, kita tidak diperkenankan mengandalkan kemampuan kita. Kita dianjurkan untuk mengandalkan rahmat, karunia dan pertolongan Allah SWT. Sehebat apapun yang kita lakukan, jika Sang Pencipta tidak mengizinkan maka hal itu tidak akan terjadi.
Tugas kita melakukan sebaik-baiknya dengan mengerahkan semua kemampuan yang ada dalam diri kita. Namun hasilnya, serahkanlah kepada Allah SWT. Proses terbaik memang tanggungjawab kita, namun hasilnya itu wewenang dan urusan Allah SWT. Kita fokus kepada tugas kita dan jangan ikut campur apa yang sudah menjadi tugas dan wewenang-Nya. Dengan kata lain “Jangan sok hebat dengan cara mengambil alih apa yang sudah menjadi tugas Allah SWT.”
Saya mengingatkan kepada sang leader tersebut, waspadalah apabila dalam memimpin dan menggerakkan tim serta menjaga kelangsungan bisnis, kita sangat mengandalkan kemampuan kita. Sebab itulah yang diucapkan oleh orang yang kaya raya di zaman Nabi Musa bernama Qorun. Kunci gudang yang sebagian besar berisi emas dan perak harus dibawa dengan 60 ekor unta, betapa kaya rayanya Qorun. Berkaitan dengan kekayaannya ini, ia berkata: “Sesungguhnya, aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS Al Qasah; 78).
Sungguh sangat berbeda dengan Nabi Sulaiman yang jauh lebih kaya dan lebih berkuasa dibandingkan Qorun. Berkaitan dengan semua kekayaan dan kehebatan yang ia miliki, Nabi Sulaiman berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya.” (QS An Naml 40).
Menurut saya, Nabi Sulaiman adalah contoh sosok Surrender Leader. Ia bekerja atau menjalani proses sebaik-baiknya, namun hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Saat kekayaannya semakin berlipat, ia pun tetap rendah hati bahwa semua itu adalah pemberian atau titipan dari Sang Pemilik Rezeki, bukan karena kehebatan ilmu, keahlian, dan relasinya.
So, pilih jadi Qorun atau Nabi Sulaiman?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia
1 comments On Surrender Leader
masyaaAllah
selalu mencerahkan – maturnuwun Kakek Jamil