Kata-kata itu memiliki kekuatan, apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin. Pengaruhnya bisa positif, bisa negatif bahkan bisa destruktif (sangat merusak).
Pidato, Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagen pada 12 Juni 1987 di Tembok Berlin, menjad pemicu awal runtuhnya tembok tersebut. Membuat Jerman yang semula terpisah, Jerman Barat dan Jerman Timur menjadi satu, Jerman saja.
Sebaliknya bagi Uni Soviet, pidato ini membuat negara yang awalnya menjadi rival bagi Amerika, negara besar, akhirnya terpisah dan terpecah menjadi 15 negara kecil yang kekuatanya jauh melemah dibandingkan sebelumnya.
Ucapan Ronald Reagen yang ditujukan kepada pemimpin Uni Soviet dalam pidato tersebut berbunyi “Jenderal Gorbachev, jika Anda mencari kedamaian, jika Anda mencari kemakmuran bagi Uni Soviet dan Eropa Timur, jika Anda mencari liberalisasi, Anda bisa datang ke sini, ke gerbang ini. Jenderal Gorbachev, bukalah gerbang ini, runtuhkan tembok ini.” Pidato ini, memicu banyak aksi dan tuntutan dari rakyat Jerman agar tembok tersebut diruntuhkan.
Dua tahun kemudian, 9 November 1989, warga Jerman Barat dan Jerman Timur bersama-sama menghancurkan tembok besar yang menghalangi mereka selama 28 tahun. Dan pada tanggal 3 Oktober 1990, Jerman Barat dan Timur kembali melebur menjadi satu.
Tentu, sebagian besar dari Anda juga tahu tentang pidato Martin Luther King, 28 Agustus 1963. Pidato yang dikenal dengan “I have a dream” ini mendorong Amerika Serikat menghapus rasisme.
Dalam pidatonya, lelaki berkulit hitam itu menyatakan: “Aku bermimpi di mana pada suatu hari nanti keempat anakku akan tinggal di sebuah negara yang tidak menilai seseorang berdasarkan warna kulitnya tetapi berdasarkan karakter.”
Seorang pemimpin perlu memilih kata yang tepat saat ia berpidato. Kata yang dipilih adalah kata yang positif, berenergi, menyatukan dan menyemangati. Bukan kata-kata yang mengandung kebencian, permusuhan, membuat jarak dengan orang yang dipimpin dan berpotensi merusak kerukunan serta mengkotak-kotakkan orang yang dipimpinnya.
Dampak pidato tidak hanya satu atau dua hari tetapi bisa berlangsung bertahun-tahun. Ayah saya masih ingat beberapa isi pidato Bung Karno yang didengarnya lewat radio puluhan tahun silam. Bahkan sebagian pidato tersebut dijadikan rujukan dalam kehidupannya hingga sekarang. Bung Karno telah tiada, tetapi kata-katanya masih terpatri hingga sekarang di hati rakyatnya.
Bagi Anda yang beragama Islam tentu tahu pidato terakhir Rasulullah sebelum beliau wafat. Salah satu bait isinya yang terkenal “Sesungguhnya aku tinggalkan kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, itulah Al-Qur’an dan Sunnahku.” Pidato tersebut sudah lebih dari 1.400 tahun, tetapi masih tersebar hingga saar ini.
Menjadi pemimpin bukan hanya yang penting kerja tetapi juga wajib menjaga kata-katanya. Karena ucapan seorang pemimpin, dampaknya boleh jadi lebih besar dari hasil kerjanya. Ucapan yang postif dan berenergi akan berdampak positif dan produktif. Sementara ucapan yang negatif, dampaknya bisa merusak banyak hal dan merugikan banyak pihak.
Sayid Quthub pernah mengingatkan “satu peluru hanya bisa menembus satu kepala tetapi satu kata bisa menembus jutaan kepala”
So, jangan tembus (rusak) jutaan kepala orang dengan kata-kata negatif dan destruktif yang kita ucapkan khususnya saat kita berpidato, apalagi bila kita memang ingin layak disebut sebagai seorang pemimpin.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
2 comments On Pidato Pemimpin itu Punya Kekuatan
Keep Update terus artikelnya ya pak jamil suka banget liat article dari web ini, saya juga suka sharing article dari web ini ke teman2 dan sosmed, semoga sukses terus pak jamil, salam
Terima kasih Mas Jamil, sdh banyak mengingatkan yang selalu merujuk pada ajaran agama yang kelak selalu dibawa hingga akhirat.