Ada orang berkonsultasi kepada saya “pak Jamil, saya punya teman kok sombong-sombong ya, bagaimana menyadarkan mereka?” Saya pun menjawab dengan mengajukan pertanyaan “perilaku apa yang menandakan bahwa teman-teman Anda itu sombong?”
Pemuda itu pun menjawab “dia memamerkan ilmu yang dia dapat dari luar negeri. Dia memamerkan kiat-kiat mendatangkan uang dengan mudah. Uang yang ia dapatkan, digunakan membangun rumah untuk orang tuanya dan membeli mobil mewah. Dia memang benar-benar sombong.”
Saya pun mengajukan pertanyaan susulan “apakah dia mendapat ilmu tersebut dari luar negeri? Apakah memang dia bisa mendapatkan uang lebih mudah? Apakah ia membangun rumah untuk orang tuanya? Apakah dia juga membeli mobil mewah?” Lelaki itu menjawab “yes.” Lantas saya bertanya, “apabila memang faktanya demikian, lantas dimana letak sombongnya”.
Banyak orang menuduh orang lain sombong, padahal sejatinya orang yang dituduh tersebut tidak sombong, yang menuduhlah yang sombong. Sang penuduh tidak terima ada orang yang lebih baik dari dirinya. Ia sombong, tetapi kesombongannya dituduhkan kepada orang yang lebih baik dari dirinya.
Ada juga orang yang menuduh orang lain pelit karena ia tidak pernah ditraktir oleh orang yang dituduh, tidak diberi pinjaman saat sang penuduh meminjam. Dengan fakta ini, sang penuduh langsung mengecap orang tersebut pelit. Tuduhan muncul karena sebenarnya keinginan sang penuduh untuk mendapatkan sesuatu dari yang dituduh tidak terpenuhi. Ia tidak menyadari bahwa dirinya serakah.
Ternyata, ada orang yang dengan mudah “melabeli” orang lain karena ego orang tersebut tidak tersalurkan. Keburukan dan kekurangan yang ada pada diri dibebankan kepada orang lain. Waspadalah saat kita merendahkan orang lain. Waspadalah bila kita merasa lebih baik dari orang lain.
Untuk itu, saat kita hendak menuduh orang lain, segera periksa tuduhan itu. Jangan-jangan dibalik tuduhan itu, ada keburukan yang terselip di dalam pikiran, hati dan kehidupan kita. Waspadah.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini