Beberapa bulan terakhir, ada berita menarik yang berseliweran di social media berkaitan dengan perilaku beberapa leader di negeri ini. Pertama, berita tentang Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim yang terlibat debat dengan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Haryadi. Perdebatan sengit yang terjadi dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPR. Perdebatan tersebut berujung pada pengusiran bos BUMN tersebut.
Kedua, berita tentang keakraban dua pemimpin daerah yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Keduanya mencoba Jakarta International Stadium (JIS) dengan melakukan adu pinalti di lapangan tersebut. Momen tersebut diunggah Kang Ridwal Kamil di akun Instagramnya. Kang RK menyebut momen itu terjadi setelah keduanya menjadi pembicara di talkshow G-20 untuk bidang Urban-20, di mana Jakarta, Bandung, dan Bogor akan menjadi tuan rumah. Kedua pemimpin ini memang sudah sering tampil bersama dalam berbagai kegiatan.
Melihat kedua fenomena tersebut, di mana sosok pemimpin ternyata dapat menunjukkan sikap-sikap yang bervariasi ketika berhadapan dengan pemimpin lainnya. Pada dasarnya, setiap pertemuan tentu saja memiliki tujuan yang baik, terlebih lagi dalam konteks sesama pemimpin. Ada tugas strategis yang menanti, ada orang-orang di bawahnya yang membutuhkan arahan yang jelas dan teladan dari sang pemimpin.
Lantas, mengapa ada perbedaan sikap di antara para pemimpin yang berinteraksi? Apa yang menyebabkan seringkali antara pemimpin merasa tidak dihormati, merasa tersaingi (bahkan merasa dijatuhkan marwahnya) sehingga harus mengusir pemimpin yang lain? Di sisi lain, mengapa ada pemimpin yang tetap mampu berkolaborasi dengan apik?
Dalam konteks kepemimpinan, jawabannya mengarah kepada satu hal yang dinamakan purpose. Menurut Simon Sinek, dalam bukunya Find Your Why, seorang pemimpin seyognya memiliki purpose. Purpose menggambarkan WHY, yaitu ‘jiwa’ atau alasan paling fundamental mengapa ia ada. Purpose yang terdefinisikan dengan baik, akan menjadi panduan pengambilan keputusan, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, terutama dalam situasi yang dinamis, menantang, dan penuh dengan perubahan cepat seperti yang sedang kita alami sekarang.
Stephen Covey juga pernah mengatakan “Seorang pemimpin yang ingin membuat perubahan besar, ia perlu memiliki sesuatu yang tidak berubah dalam dirinya.” Sesuatu yang diyakini kemudian melekat kuat dalam diri seseorang dan sulit berubah, menurut saya itu dalah purpose.” Pemimpin yang memiliki purposes lah yang benar-benar bisa membuat perubahan besar dimana pun ia menjalankan peran kepemimpinannya.
Pertanyaan saya, apakah Anda sudah memiliki purpose? Anda ingin punya purpose? Salah satu yang bisa Anda jadikan rujukan adalah buku The Strategiest, karya Cynthia Montgomery. Ia mengatakan bahwa purpose itu memiliki tiga syarat.
Pertama, purpose haruslah menginspirasi. Menginspirasi siapa? Tentu menginspirasi sang pemimpin dan menginspirasi orang lain, khususnya orang-orang yang mereka pimpin. Dengan purpose ini, membuat diri sang pemimpin dan orang dipimpinnya merasa keberadaannya bermakna. Merasa ikut berkontribusi di semesta, semua orang bangga menjadi bagian yang diperjuangkan sang pemimpin.
Kedua, purpose haruslah mendorong untuk memulai sesuatu. Bukan dinamakan purpose bila orang-orang di dalamnya tidak bersedia membuat berkomitmen untuk memulai suatu kebaikan. Purpose itu menggerakkan dari satu kebaikan menjadi satu kebaikan lainnya yang terus membesar dan meluas.
Ketiga, purpose haruslah spesifik. Purpose itu jelas menggambarkan apa yang diperjuangkan. Tentu yang diperjuangkan sang pemimpin adalah sesuatu yang memberi manfaat dan bisa dinikmati banyak orang, bukan hanya untuk diri sang pemimpin.
Kembali pada fenomena sikap antar pemimpin. Ketika para pemimpin memiliki purpose yang sama atau setidaknya senada, maka mereka akan mampu melihat suatu purpose yang lebih besar yang hendak dituju sehingga saat terjadi perbedaan, mereka lebih fokus pada solusi untuk saling menjembatani dibandingkan saling menyalahkan.
Karena apa? Karena ada tujuan bersama yang lebih besar. Contoh apabila hal ini diterapkan di perusahaan. Katakanlah misalnya saya Kepala Divisi, sedang berseberangan pendapat dengan Kepala Divisi lainnya. Maka saya seyognya saya mengembalikan sudut pandang saya kepada tujuan yang lebih besar, yaitu kebaikan perusahaan. Fokus kepada tercapainya Purpose perusahaan. Bukan ngotot dengan pendapat pribadi.
Bayangkan jika keselarasan purpose ini terjadi pada skala yang lebih besar lagi. Pemangku kepentingan? Bahkan Negara? Pastinya kolaborasi antar pemimpin akan lebih mudah terjadi, saya berharap Pak Anies Baswedan dan pak Ridwan Kamil sedang mempraktekkan hal itu.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia