Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Mungkin Anda juga akrab dengan lirik lagu berjudul ‘Sajadah Panjang’ yang dipopulerkan oleh Bimbo ini. Namun petang ini di masjid perumahan saya, selembar sajadah lebar –bukan sajadah panjang- telah berhasil membuat saya galau. Ya, jika kita cermati kini penjual lebih banyak menawarkan sajadah dengan ukuran yang lebar, sekitar 65 cm x 120 cm. Padahal dulu, kita lebih mudah mendapati sajadah yang ukuran lebar hanya sekitar 50 cm dengan panjang yang sama.
Bahkan kini kerabat yang pulang dari berhaji pun seringkali memberikan oleh-oleh berupa sajadah yang ukurannya lebar. Well, mungkin karena sajadah yang biasanya made in Turkey memang diperuntukkan bagi bangsa Arab yang notabene berukuran badan jauh lebih besar daripada kita. Namun saat sajadah sebesar itu digunakan oleh orang indonesia, jadinya terlalu lebar. Hingga saat harus merapatkan shaf sholat rasanya sangat sulit jika patokannya adalah sajadah lebar yang dijajar. Apalagi jika pemiliknya keukeuh tetap berdiri diatas sajadahnya masing-masing yang kelebaran itu.
Entah kenapa, situasi ini menjadikan saya teringat pada kondisi yang sering saya lihat di masa kini. Ketika berada diruang tunggu, entah itu ruang tunggu bandara, rumah sakit, stasiun atau dimana pun. Seringkali kita melihat sulit sekali pula orang untuk mau ‘merapat’. Pernahkah Anda melihat orang yang dengan santainya menduduki satu bangku dan meletakkan tasnya dibangku sebelahnya? Atau satu orang yang menggunakan 3 atau 4 bangku sekaligus untuk selonjoran tanpa mempedulikan orang lain yang kebingungan mencari tempat yang kosong?
Tak hanya di ruang tunggu, di jalan raya pun kita sering mendapati kondisi yang kurang lebih sama bukan? Betapa banyak orang yang saling serobot tempat, tak mau memberikan ruang untuk orang lain yang hendak mendahului, bahkan ketika traffic light sudah berubah kuning –yang konon artinya adalah hati-hati- malah menjadikan orang semakin meningkatkan laju kendaraannya agar tak terjebak di lampu merah.
Kegalauan saya di masjid petang ini membawa angan saya melayang ke banyak aspek kehidupan. Sebuah sajadah lebar, sajadah yang tidak ideal ukurannya bagi orang Indonesia menjadikan saya teringat pada ketidak-idealan yang juga banyak sekali terjadi di tempat selain masjid.
Mungkin ini pula yang menjadikan Bimbo memilih judul ‘Sajadah Panjang’, bukan ‘Sajadah Lebar’. Panjang karena ia mengiringi sepanjang kehidupan kita. Panjang karena baru akan berakhir ketika kita tiada. Bukan lebar yang hanya akan menjadikan kita susah merapatkan shaf kita. Bukan lebar yang bisa bermakna keserakahan akan tempat yang bisa diisi oleh orang lain. Kembali terngiang lirik lagu itu….
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi
Ya allah, berikanlah kami petunjuk dan ketakwaan. Jauhkanlah kami dan mampukan diri kami untuk menahan diri dari hal yang tidak Engkau perbolehkan. Dan berikanlah kami hati yang senantiasa merasa cukup dan tidak terlena pada apa yang ada di sisi manusia. Amiin.
source: www.amayangsari.com
Agni S. Mayangsari
1 comments On Panjang Bukan Lebar
Aamiin Aamiin Yaa Robbal Alamin