Orang tua VS Teman Sebaya

Share this

Dinar Apriyanto
Dinar Apriyanto
“Pak, bisa bantu saya, anak saya sudah lebih dari sebulan ini, nggak mau masuk sekolah!” seorang ibu mengirim pesan singkat melalui BBM.

“Ibu mohon maaf, bisa dijelaskan terlebih dahulu dengan mendetail?” tanya saya membalas pesan itu.

Kemudian obrolanpun berlangsung lama. Beliau menjelaskan panjang lebar mengenai duduk perkara masalah, kenapa tiba-tiba putranya yang menginjak usia remaja itu mendadak memilih berdiam diri dirumah ketimbang masuk sekolah.

Kejadian ini membuat ibu ini stress berat. Karena melihat dirumah putranya tidak melakukan aktivitas apa-apa, namun setiap ditanya, “kenapa nggak mau masuk sekolah?” dia hanya menggelengkan kepala saja.Tanpa berkata-kata lain. Dan kejadian ini sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan. Orang tua mana yang tidak stress menghadapi kondisi seperti ini.

Pada kesempatan lain, usai memberikan seminar di sebuah sekolah, sayapun didatangi oleh sepasang suami istri yang mengeluhkan permasalahan yang sama, putranya tidak mau sekolah, bahkan sudah hampir satu semester. Pola masalah yang sama hampir saya dapatkan dari cerita sepasang suami istri ini. Hal ini membuat saya tertarik untuk membantu mereka menemukan solusi yang harus ditempuh untuk menghadapi permasalahan ini.

Satu demi satu saya dan tim visit ke rumah-rumah orang tua tersebut. Ketika diskusi dan menggali masalah lebih dalam, kami menemukan beberapa benang merah yang sama. Salah satu penyebab perilaku malas berangkat sekolah ternyata ada andil pengaruh dari teman sebaya putra mereka.

Dulu ketika kecil, kita ingat bahwa hampir segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan anak, orang tua memiliki andil dan pengaruh cukup besar dalam memutuskan. Mulai dari membeli barang-barang kebutuhan anak, hingga memutuskan sekolah mana yang harus dipilih. Namun seiring berjalannya waktu, pengaruh orang tua bergeser menjadi semakin mengecil, dan cenderung digantikan oleh pengaruh teman sebaya-nya.

Baca Juga  Ck.ck. Anggota ODOJ ‘Berantem’

Ketika menghadapi kenyataan ini sebagai orang tua, kita harus tetap mengupayakan ikhtiar terbaik kita untuk anak-anak, ketika mereka beranjak dewasa. Seorang pakar parenting dari Colorado yang menuliskan buku berjudul “Breakthrough Parenting” menawarkan solusi yang bagi saya menarik untuk dilakukan para orang tua mengatasi hal ini. Pakar tersebut menuliskan, “ Kalau orang tua tidak lagi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam hidup anak mereka, orang tua dapat belajar melakukan apa yang dikerjakan para pemimpin efektif yaitu mempengaruhi orang-orang yang berpengaruh atas mereka.”

Lebih lanjut, pakar ini menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga lingkungan yang harus masih berada di bawah kendali orang tua. Pertama, Lingkungan rumah. Hingga masa remajanya, setidaknya seorang anak telah menghabiskan sebagian besar waktunya dirumah. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan rumah sebagai sarana untuk mempengaruhi orang-orang yang berpengaruh dalam hidup mereka. Guru Expert sayapun pernah mencontohkan mengenai hal ini. Beliau sarankan untuk sesekali teman-teman anak-anak kita diberi kesempatan untuk menginap dirumah, dengan begitu, kita bisa tahu siapa saja teman-teman mereka dan bagaimana perilaku serta akhlaq mereka. Guru Expert saya sesekali juga mengajak beberapa sahabatnya untuk menginap di rumah, hal ini mampu memberikan pengaruh positif kepada anak-anak , karena anak-anak juga belajar melalui perilaku orang lain. Maka, rumah harus menjadi lingkungan yang masih dibawah kendali pengaruh orang tua.

Kedua, Lingkungan sekolah.Waktu paling banyak kedua setelah rumah adalah lingkungan sekolah. Guru juga memiliki pengaruh cukup kuat dalam kehidupan anak. Suatu saat, putra teman saya yang sudah berumur delapan tahun belajar membaca Al Qur’an di depan ayahnya. Ada beberapa huruf hijaiyah yang menurut teman saya tidak sesuai dengan makhrojul huruf-nya. Teman saya berusaha membenarkan, namun jawaban anaknya dengan polos berkata,

Baca Juga  Mengunci Negosiasi

“Enggak, ayah yang salah, pak guru ngajarin saya disekolah begini kok!” jawaban anak itu sambil ngeloyor pergi.Memang peran guru dalam kehidupan anak menjadi sangat penting membentuk perilaku mereka.

Ketiga, lingkungan teman sebaya. Setidaknya orang tua perlu melihat berbagai sisi pengaruh teman sebaya. Kenali latar belakang orang yang memberi pengaruh. Mungkin ada teman-teman yang secara sengaja mengajak untuk membolos sekolah, merokok. Mengenali latar belakang teman anak-anak kita, membantunya untuk memfilter, mana yang bisa mereka jadikan sahabat dekat, mana yang cukup sekedar kenal saja. Berikutnya, kenali sejauh mana pengaruh teman itu. Anak-anak sering curhat dan berbagi dengan teman, kadang batasan saran dan masukan dari menjadi terlalu mempengaruhi pikirannya. Value yang sudah ditanamkan dalam keluarga bisa diabaikan seandainya pengaruh temannya terlalu ‘dalam’, maka kenali seberapa jauh pengaruhnya. Yang terakhir adalah berikan perhatian khusus pada hubungan yang berisiko. Jika anak sudah menunjukkan gelagat tidak biasa, dan seikit mengabaikan nasehat, maka beri perhatian khusus, karena jika dibiarkan, mungkin suatu saat menjadi sulit untuk di pengaruhi orang tua.

Semoga kita mampu menyiapkan diri untuk menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak, dan mampu memilihkan lingkungan terbaik bagi anak-anak untuk tumbuh menjadi bintang di masa depan.

*******

Follow : @DinarApriyanto

Pin BB : 3170f058

WA : 088806007199

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
7 - 4 = ?
Reload

Site Footer