Not a Full Time Mom

Share this
dr. HajarFatmaSari
dr. HajarFatmaSari

Menjadi ibu bekerja seperti yang saya alami, menuntut diri kita untuk memahami hal-hal mendasar paling esensial dalam kehidupan. Waktu dan tugas yang saling berkejaran satu sama lain membuat saya berpikir bahwa hal yang saya lakukan harus benar-benar menjadi sesuatu yang tidak kosong dari makna.

Saya memahami bahwa fungsi utama saya saat ini adalah sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab atas tumbuh baiknya akhlak dan kepribadian ketiga anak saya. Sementara di sisi lain, mencari nafkah kemudian menjadi sesuatu yang tak mungkin untuk saya tinggalkan karena keadaan.

Well, saya anggap itu sebagai karunia karena Dia sudah memberi saya jalan dan ilmu untuk itu. Menjalankan profesi yang saya geluti saat ini dengan sebaik-baiknya adalah salah satu wujud rasa syukur saya kepada-Nya.

Okelah, saya bukan full-time mom, sesuatu yang sangat tidak ideal bukan? Saya ini half-time mom, dan kadang one-third-time mom. Ibu manapun akan menangis saat harus meninggalkan anaknya dalam jangka waktu yang sedemikian. Itu adalah pengorbanan yang berat bagi saya.

Karena itu saya tak ingin pengorbanan saya sia-sia. Apa gunanya saya ke kantor jam 7 pagi sampai jam 14.00 kalau di kantor saya hanya ngobrol, atau mengerjakan tugas sambil tak henti mengeluh yang menyebabkan apa yang saya lakukan tak ada nilainya di hadapan Alloh; atau bekerja tapi tidak sungguh-sungguh sehingga capaian saya tak sebanding dengan pengorbanan saya meninggalkan anak-anak? Belum lagi jika tiba jadwal piket siang atau malam diluar jam kantor yang membuat harus lebih lama meninggalkan anak-anak.

Dari situ saya belajar tentang proporsionalitas, totalitas dan prioritas, baik saat bekerja maupun bersama anak-anak. Tidak boleh tidak. Yang terpenting adalah anak-anak saya, itu pasti.

Baca Juga  Kangen Ibu, Palembang - Merak Ditempuh Dengan Mengayuh Sepeda

Maka ketika bersama mereka saya berusaha untuk fokus, menjadi full heart mom, full mind mom, full body mom, hehe…

Bukan berarti saya tiba-tiba menjelma menjadi ibu ideal, tapi sangat berusaha keras untuk itu. Ketika saya harus meninggalkan mereka, saya sangat meyakini bahwa pendidikan akhlak, pikiran dan hatinya tetap menjadi tanggung jawab saya, bukan pengasuhnya; seberapapun kita telah berusaha mencari pengasuh yang baik agama, akhlak dan kasih sayangnya.

Melakukan pekerjaan dengan berusaha memperbaiki niat dan tak henti belajar agar menemukan cara yang terbaik adalah salah satu bentuk dari tanggung jawab kepada mereka saat kami berjauhan. Saya meyakini hal baik yang saya niatkan dan lakukan akan nyetrum kepada mereka.

Mengingat mereka di setiap waktu membuat diri saya tertuntut untuk terus-menerus membenahi niat, kinerja, dan sikap. Saat kami berjauhan, hanya Dia yang bisa menghubungkan kami, hanya Dia yang benar-benar bisa dipercaya untuk menjaga keselamatan fisik dan agama anak-anak. Hati menjadi lebih tenang dan yakin menitipkan mereka kepada-Nya jika saya memantaskan diri, dengan berusaha melakukan kerja ikhlas, kerja cerdas dan kerja keras demi menebar manfaat kepada siapapun yang ketika sedang berjauhan dengan mereka dengan amanah ilmu yang Dia berikan.

Tulisan ini sama sekali tidak dibuat untuk memberikan pembenaran bagi ibu yang lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarganya, tapi semata-mata hanya berusaha menggali hikmah jika memang Alloh masih menghendaki kita menjadi ibu bekerja.

dr. HajarFatmaSari
@hajar_fatma

1 comments On Not a Full Time Mom

  • yess, sepakat dr…insya alloh …saya juga wanita bekerja seperti dr..inspiratif sekali thanks

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
9 - 1 = ?
Reload

Site Footer