Negara Dalam Kondisi Rawan

Share this

Saya menulis opini ini bukan dengan kacamata politik, tetapi sudut pandang ilmu leadership, jadi mohon dipahami dalam kerangka ini. Di dalam ilmu leadership, inti dari kepemimpinan adalah “influence” atau pengaruh. Semakin tinggi pengaruh seseorang maka semakin kuat kepemimpinannya, tidak peduli apakah seseorang itu punya jabatan atau tidak. Siapa yang memiliki pengaruh yang paling besar, dialah pemimpin sesungguhnya, meski jabatan tidak melekat pada dirinya.

Pengaruh yang melekat pada diri seorang pemimpin itu ditentukan oleh trust dan respect dari orang lain. Apabila trust (kepercayaan) dan respek dari orang yang dipimpinnya rendah maka pengaruh kepemimpinannya akan semakin melemah. Sebaliknya, apabila kepercayaan dan respek dari orang yang dipimpinnya tinggi maka pengaruh kepemimpinan orang tersebut semakin kuat dan susah digoyahkan.

Dengan kerangka dasar tersebut diataslah saya mengkhawatirkan negara dalam kondisi rawan bahkan mengarah ke bahaya. Mengapa? Karena begitu banyak kecurangan yang muncul di berbagai media tidak ada yang ditindak, dihukum, diberi sangsi atau dipenjara. 

Kecurangan masive dalam jumlah ribuan yang ditemukan masyarakat maupun institusi resmi negara (Bawaslu) hingga tulisan ini saya buat belum ada tindakan apapun kepada pelakunya. Kecurangan itu tersebar luas di berbagai media dan disaksikan jutaan orang serta menyebar sangat cepat.

Apabila pak Jokowi, selain sebagai calon presiden dan juga masih menjabat presiden hingga saat ini tidak memberikan instruksi kepada institusi yang berwenang untuk menangkap dan memberi sangsi kepada pelaku kecurangan, maka kepercayaan dan respek masyarakat akan menurun drastis. Bahkan bisa muncul persepsi bahwa pak Jokowi selaku presiden terlibat di dalamnya.

Apabila persepsi bahwa pak Jokowi membiarkan dan terlibat kecurangan di pilpres semakin menguat, padahal dia punya wewenang menindak tegas namun tidak dilakukannya maka kepercayaan dan respek dari masyarakat akan terus menurun ke titik nadir. Jadi, meski ia nanti dinyatakan menang oleh KPU maka pengaruh kepemimpinannya akan sangat lemah sehingga sulit mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif membangun negeri ini. Ngeri apabila hal ini terjadi.

Baca Juga  Neuroleadership : Galau Merusak Otak

Sementara apabila yang dinyatakan menang oleh KPU adalah bapak Prabowo-Sandi maka para pendukung militan pak Jokowi kemungkinan besar juga akan menolaknya karena mereka sudah menyakini hasil quick count yang dilakukan oleh beberapa lembaga survey. Pikiran mereka sudah terframing oleh hasil survey tersebut.

Dalam kondisi seperti ini, Ian Anson, Profesor di bidang politik dari University of Maryland mengingatkan akan muncul orang-orang yang awam politik namun bebas mengeluarkan pendapat, seolah-olah ia paham politik. Jagad sosial media menjadi riuh, penuh konflik dan menambah energi negatif. Dampak lanjutannya, masyarakat akan terbelah menjadi dua kubu yang sulit berkomunikasi dengan baik. Masyarakat terpecah dan saling bermusuhan. Persatuan Indonesia terancam.

Pak Jokowi, selaku presiden saat ini, sebaiknya memberikan instruksi kepada lembaga yang berwenang untuk menindak tegas dan memberikan sangsi yang sangat keras kepada pelaku kecurangan. Tindakan ini akan memunculkan trust dan respect dari masyarakat. Dan apabila nanti KPU ternyata memutuskan bapak Jokowi-Maruf pemenang pilpres, pengaruh kepemimpinannya bisa lebih tinggi dibandingkan Paslon nomor satu ini tidak melakukan tindakan tegas ini.

Apabila ternyata nanti KPU memutuskan Bapak Prabowo-Sandi yang menang maka bapak Jokowi akan tetap dikenang baik oleh masyarakat terlebih lagi bila bapak Jokowi mampu menenangkan pengikutnya yang tentu sangat keberatan dengan keputusan KPU tersebut.

Namun, apabila bapak Jokowi tetap diam dengan berbagai kecurangan yang terjadi, padahal saat ini beliau masih selaku presiden dan masih punya wewenang, maka opini saya dalam kerangka ilmu leadership, bapak Prabowo-Sandi lah yang sangat layak menjadi Presiden dan memimpin negeri ini. 

Karena dari segi trust dan respek masyarakat, paslon nomor dua ini jauh lebih tinggi dibandingkan paslon nomor satu. Mengapa? Karena masyarakat tahu bahwa paslon ini bukan bagian dari kekuasaan yang membiarkan kecurangan terjadi. Peluang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam membangun negeri ini jauh lebih besar. Selain itu, potensi perpecahanpun lebih kecil. Wallahu’alam.

Baca Juga  Berhentilah Mencari Kesempurnaan

Salam SuksesMulia

Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia

7 comments On Negara Dalam Kondisi Rawan

  • Bang Jamil,
    Tolong dijelaskan menurut ilmu leadership yang bapak yakini sehingga lebih obyektif, apakah Amerika Serikat saat ini termasuk negara rawan dalam leadership karena hasil pemilu tahun 2016 yang memilih Trump ada 62 juta orang dan Hillary ada 65 juta orang (Winner Takes All). Lebih tampak jelas perbedaannya dibanding di Indonesia. Terima kasih.

  • Untuk membuat kajian keilmuan, bukan kah kita sebaiknya mempelajari yang sudah lewat, sehingga mudah analisisnya. kalau mengana;lisis yang sedang berjalan kurang cocok untuk kajian keilmuan . maaf mungkin salah …

  • Erwan supryanto

    Assalamualaikum wr wb. Maaf Pak Jamil. Pak Presiden Jokowi tidak bisa mengintervensi KPU.
    Semua ada wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Negara kita punya mekanisme hukum yg berlaku.
    Kita wajib menjunjung UUD 1945 dan Pancasila. MK sebagai lembaga yg memiliki wewenang untuk menyelesaikan perselisihan dalam Pemilu. Jadi biar mekanisme yg bekerja. Dan sebagai Trainer harus memiliki data2 yg jelas sebelum mengemukakan opini.
    Terimakasih. Wallaikumsalam wr wb

  • Ko judulnya pesimis kek? Tumben.. gak seperti yg aku kenal selama ini.. selalu memotivasi dan menginspirasi..
    Untuk kecurangan kan sudah ada yg bertugas, Bawaslu & MK untuk penyelesaian sengketa.
    Kalau pihak pak jokowi yg curang, lalu yg turun tangan pak jokowi juga, apakah bisa adil?

  • Di dalam Keppres No. 16 tahun 2019, pasal 1 ayat 3, jelas disebutkan bahwa KPU bertanggung jawab kepada Presiden. Ini bukan masalah intervensi, tetapi masalah sikap. Semua tentu ada mekanismenya, namun sebagai Pemimpin harus menampilkan sikap dan statement yang tegas, tidak usah peduli siapa yang diuntungkan dan dirugikan akibat kecurangan. Dengan demikian akan jelas di mata rakyat, bahwa presiden berpihak pada keadilan, bukan membiarkan, atau bahkan menikmati kecurangan.

    Salam,

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
5 - 3 = ?
Reload

Site Footer