Apabila ada pertanyaan, “Siapa orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah dunia?” Saya tentu sependapat dengan jawaban seorang ahli sejarah sekaligus ahli astronomi dan Fisika, Michael Hart. Dalam bukunya The 100, ia menuliskan 100 tokoh dunia yang memiliki pengaruh kuat dan luas. Lelaki asal Amerika Serikat ini menempatkan Nabi Muhammad sebagai orang yang paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia.
Kehidupan Nabi Muhammad tidak pernah habis untuk dikupas dan dibahas, selalu menarik dilihat dari berbagai sudut pandang. Dalam suasana peringatan Maulid kali ini, saya pun ingin mengupas pelajaran kepemimpinan dari beliau dari secuil hasil perenungan saya
Pertama, Menjadi orang yang bisa dipercaya (Al Amin). Sebelum kita menjadi pemimpin pastikan bahwa kita bisa menjadi orang yang dipercaya. Sebagaimana Muhammad saw, sebelum diangkat menjadi nabi, ia telah mendapat gelar “al amin” alias orang yang bisa dipercaya oleh penduduk Mekah. Siapa pun yang berbisnis dengannya dijamin aman dan tidak khawatir ditipu. Apapun yang dipercayakan kepada beliau selalu dijalankan dengan penuh kesungguhan, kejujuran, tanpa ada cela sedikitpun. Khodijah, seorang janda kaya raya pun “kesengsem” dengan akhlak dan perilaku anak muda ini.
Bercermin dari perilaku sang nabi ini, mari kita bertanya pada diri sendiri “apakah saya termasuk orang yang bisa dipercaya? Apabila mengunakan skala 1-10 dimana satu tidak bisa dipercaya dan angka 10 terpercaya, kira-kira berapa nilai saya? Apa yang akan saya lakukan agar saya semakin bisa menjadi orang yang bisa dipercaya?
Kedua, Memiliki jiwa pemersatu. Saat para pemimpin suku berebut untuk membawa hajar aswad (batu hitam) hingga terjadi pertengkaran yang sangat keras. Mereka meminta bantuan kepada pemuda bernama Muhammad. Dan lelaki yang sejak kecil yatim ini memberikan solusi menggelar sorbannya dan meletakkan batu di atasnya. Semua perwakilan dari masing-masing suku bisa membawa batu tersebut dengan cara memegang sorban. Pertengkaran dan perselisihan pun bisa dihindarkan.
Saat ia hijrah dari Mekah ke Madinah, hal pertama yang dilakukan pun mempersaudarakan kaum muhajirin (penduduk asal Mekah) dan anshar (penduduk asal Madinah).
Mari merenung sejenak, kita ini termasuk pecinta persatuan atau senang dengan permusuhan? Lebih senang membicarakan perbedaan atau fokus kepada persamaan yang bisa dikerjasamakan? Kita senang bersinergi atau mau menang sendiri?
Ketiga, Berharap orang lain mendapatkan kebaikan. Saat ia disakiti penduduk Thaif, dipukuli hingga berdarah, ia pun tidak sanggup berjalan, pergi meninggalkan Thaif dengan merangkak kemudian bersandar di bawah pohon. Malaikat pun iba dan menghampirinya kemudian menawarkan agar ia dizinkan menimpakan gunung kepada penduduk Thaif. Muhammad saw pun menolaknya bahkan ia mendoakan kebaikan untuk penduduk Thaif. Ribuan kisah lainnya tentang kebaikan Rasulullah tersebar luas dalam buku-buku sejarah yang terpercaya.
Nah pertanyaannya, pernahkan kita mendoakan orang yang menyakiti kita? Atau jangan-jangan kita sangat jarang mendoakan dengan menyebut nama orang-orang yang kita cintai atau berbuat baik kepada kita? Mari berlatih untuk terus memberikan kebaikan kepada banyak orang dimulai dengan menyebut nama nama mereka dalam doa kita.
Dari perenungan ini, saya sangat yakin apabila kita bisa dipercaya, selalu menjadi pemersatu dan selalu berusaha untuk berbuat kebaikan bagi banyak orang, pengaruh kita akan meningkat dengan sendirinya. Anda pun punya modal untuk menjadi Pemimpin.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini