Judul   : Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia
Seri   : (not set)
ISBN / EANÂ Â Â : 9789792250527 / 9789792250527
Author   : Jamil Azzaini
Publisher   : Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Publish   :13 Oktober 2009
Pages   :228
Weight   : 250 gram
Dimension (mm)Â Â Â : 135 x 170
SINOPSIS
Buku ini ditulis oleh seorang inspirator yang memiliki energi besar dalam membangkitkan semangat dan motivasi Anda menjadi seorang yang tidak sekadar sukses, tetapi juga mulia dalam kehidupan. Dengan gaya story telling yang menggambarkan potret perjuangan hidupnya, ia menyadarkan kita bahwa setiap insan akan meraih kesuksesan yang ia inginkan sejauh ia yakin bahwa dirinya memang akan sukses. Dengan bahasa apa adanya, Jamil Azzaini juga memberikan contoh praktis tentang arti sebuah perbuatan melalui Energi Positif (Epos) hingga mengantarkan seseorang pada sebuah kesuksesan dan kemuliaan hidup.
Inspirasi Sukses Mulia adalah kekuatan yang dimiliki oleh Jamil Azzini yang akan membuat Anda terus berkarya dan memberi manfaat untuk orang-orang di sekitar Anda.
Ditulis dengan begitu renyah dan nyata, senyata kehidupan kita, rangkaian kisah yang akan menjadi pelajaran bagi kita ini terangkum dalam:
- Anak Desa Menjemput Impian
- Penghambat Sukses
- Belajarlah dari Siapa Pun
- Cinta dan Keluarga
- Meraih Sukses-Mulia
- Yang Ditanam Itulah yang Dituai
- Menjaga Hasil yang Dituai
DAPATKAN DI
8 comments On Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia
udah nyari buku ini kemana” tapi ga ketemu, coba scra online tpi stok msih kosong…
assalamu’alaikum pa jamil klo pesen buku langsung gmn caranya? klo transfer mohon no rekeningnya, makasi
Pemesanan bisa hub. Dedy 0812 1632 0707
Buku ini Di gramedia Solo malah banyak…
pak, saya punya uku ini tapi covernya beda(kaya’ nya yang dulu). apa isinya sama?
pak, saya punya buku ini tapi covernya beda(kaya’ nya yang dulu). apa isinya sama?
harga buku DNA sukse mulia n menyemai impian + ongkir brp kek?..
bapak, saya punya masalah yang selama ini menghantui pikiran saya. semoga bapak bisa membantu memecah kebuntuan dipikran saya selama ini
URAIAN MASALAH
Sebutlah nama Desa ini Kalibokong. Sebuah perkampungan nelayan tradisional di daerah pantai utara jawa yang mulai tergerus laju modernisasi. Secara demografis, masyarakat Kalibokong terbagi kedalam kelas masyarakat yang berbeda; daerah selatan Kalibokong merupakan kompleks perumahan elit yang dihuni masyarakat kelas menengah keatas, sementara daerah utara merupakan daerah pemukiman kumuh para nelayan yang miskin. Kedua daerah itu, dipisahkan oleh sebuah sungai (kali) kecil yang karena banyak dari penghuni pemukiman nelayan biasa mandi disana dan kelihatan bokongnya, maka kampung ini dikenal sebagi Kalibokong. Sebuah kali eksotis yang menyajikan pemandangan bokong gratis dari mulai ABG sampai nenek-nenek.
Dari sini terlihatlah jelas segmentasi utara-selatan, yang sekaligus mencerminkan perbedaan kelas sosial miskin-kaya, ternyata juga menunjukkan pola dan kultur keagamaan yang berbeda. Masyarakat dari perumahan elit rajin sholat berjamaah di masjid sekaligus rutin menghadiri pengajian mingguan. Sementara masyarakat yang miskin justru jangankan sholat berjamaah dimasjid sholatpun mereka tak pernah. Saat ibu-ibu komleks menyelenggarakan pegajian mingguan, ibu-ibu nelayan tak pernah menghadirinya. Saat remaja-remaja kompleks menggelar kegiatan-kegitan kegamaan remaja-remaja anak nelayan justru malah sibuk menimbang ikan dan sesekali memasang taruhan kecil pada pertandingan sepak bola.
Nggak mengherankan, jika pak ustadz yang sering mengisi pengajian mingguan dikompleks tersebut mengutuk mereka sebagai orang yang miskin didunia dan akan menderita di akhirat, “Kaadzal Faqru an yakuuna kufron,” seseungghnya kefakiran itu dekat dengan kekufuran dan kekufuran akan dekat dengan neraka. sambung pak ustadz berapi-api.
“Bukankah mereka yang selama ini merusak citra kampung kita, pak ustadz? Seorang bertanya dalam acara pengajian, “Merekalah yang dengan bebas mengumbar aurat setiap sore saat mandi ditepian kali, dengan bokong kemana-mana!”
“Sunguh merusak tatanan moral!” Kata pak ustadz smbil menggelengkan kepala. Diikuti seluruh para hadirin yang hadir pada pengajian itu.
“Bukankah mereka pantas masuk neraka, pak ustadz?” Tanya seorang lagi.
******
Kemiskinan yang mereka derita mau tidak mau memaksa mereka untuk bekerja siang malam (dan karena mereka ini nelayan, tentu saja mereka harus ngantor ke tengah lautan) sehingga mereka kesulitan mengakses masjid dan melakukan sholat apalagi berjamaah di saat yang bersamaan. Mereka tidak memiliki pemahaman keagamaan yang cukup memadai. Apalagi kemamuan ijtihad fiqhiyah untuk menjama’ sholatnya atau melakuan sholat dilepas pantai. Sementara para istri dan keluarga nelayan- nelayan miskin ini pun mesti berjuang mati-matian mendirikaan tiang-tiang kehidupan mereka yang rapuh! Kenyataannya, setiap kali jadwal pengajian tiba, selalu bertepatan dengan tugas mereka menggarami atau menjemur ikan, yang kalau nggak mereka lakukan bagaimanalagi caranya mereka melanjutkan hidup? Sementara itu, di pemukiman masyrakat menengah dan kaya di Kalibokong ada pemandangan yang kontras dengan kehidupan kaum nelayan; (1) Masjid yang berdiri megah menghabiskan dana yang hampir menembus bilangan milyaran hasil sumbangan para warga, (2) Koperasi yang dikelola oleh pejabat desa yang justru berorientasi pada pengembangn ekonomi yang sama sekali tak menyentuh para nelayan. Alih-alih merumuskan skema ekonomi yang bisa meiringankan kehidupan para nelayan, mereka malah sibuk arisan mobil dan umroh, (3) Masyarakat yang menyelesaikan makan siang dan makan malamnya dengn perut kenyang dan berpiring-piring makan bersisa, belanja tiap akhir pekan, dan merayakan pesta ulang tahun anak mereka yang masih balita dengan biaya puluhan juta rupiah, (4) Ustadz yang memiliki rumah megah, mobil mewah harta meilmpah dengan seenaknya menunjuk hidung mereka Yang dimiskinkan sebagai kaum yang tak pandai bersyukur dan lebih dekat dengan kekufuran, (5) pejabat-pejat kaya yang tak mau mengerti dan menyadari bahwa keimanan tak hanya diukur dengan semata-mata dengan kemampuan menjalankan ibadah dengan kecukupan harta.
PERTANYAAN
1. Apakah sebutan bagi orang-orang yang tak menjalankan Ibadah sholat?
2. Benarkah para nelayan miskin dan keluarganya ini merupakan pendosa besar yang pantas masuk neraka?
3. Lalu bagaimanakah mereka yang sholat tetapi mengabaikan fungsi sosialnya. Mereka sholat tetapi tidak mengaktualisasikan dan mentransformasikan sholatnya dalam tindakan. Mereka tega membiarkan penindasan dan kemiskinan merajalela, membiarkan tetangga kanan kirinya kelaparan dan terpaksa berdosa untuk menyambung napas mereka?
4. Bagaimanakah pendapat anda mengenai persoalan ini?