Menunggu Giliran Kematian

Share this

Kemarin, usai bertemu dengan direksi Re Asuransi saya meluncur ke Bandung. Ada dua agenda di kota kembang yang sudah saya rencanakan. Pertama, Senin malam menengok Tubagus Andriana Pramudia (kang Tebe) di rumah sakit Santosa Kopo Bandung. Kedua, Selasa pagi hingga sore memberikan training Culture Champion Batch 1 bagi orang-orang pilihan dari PGN.

Perjalanan menuju Bandung ternyata sangat macet. Khawatir macetnya berkepanjangan maka untuk keperluan berbuka puasa saya mampir di rest area KM 19. Dan ternyata benar, macetnya sangat panjang hingga mendekati Cikampek.

Usai berbuka puasa di dalam mobil, tiba-tiba kepala saya sangat pusing dan lehernya sakit serta terasa kaku. Saya mengira kondisi ini tidak berlangsung lama tetapi ternyata sakitnya tidak kunjung reda. Saya memutuskan ke hotel terlebih dahulu untuk minum obat dan istirahat sejenak serta tidak langsung menuju rumah sakit. Karena rasa sakitnya tak kunjung reda, saya bergumam dalam hati “sekarang tidur dulu, insya Allah besok usai Subuh saya ke rumah sakit nengok kang Tebe.”

Pagi, sebelum Subuh saya sudah bangun. Setelah melakukan berbagai ritual saya bersiap untuk menuju rumah sakit. Sebelum berangkat saya membuka beberapa group wa dan ternyata “Innalillahi wa inna illaihi rojiun” subuh pagi ini saya mendapat dua berita duka sekaligus, kang Tebe dan Ibu mertua saya (ibunda Sofie Beatrix).

Selamat jalan kang Tebe, kebersamaanmu di berbagai kegiatan meyakinkan saya bahwa dirimu layak berada di tempat yang mulia. “Curcol” mu tentang pendamping hidup yang sudah kau temukan dan siap menuju pelaminan insya Allah digantikan bidadari suci di tempat yang abadi. Maafkan belum sempat memeluk dan menciummu di akhir hayatmu. Ini salah satu penyesalan besar dalam hidup saya tahun ini.

Baca Juga  Pacaran Setelah Menikah

Selamat jalan Oma, dari Oma kami banyak belajar tentang ketangguhan, daya juang, kesabaran, kecintaan kepada kitab suci dan konsistensi oma menjalankan apa yang diyakini. Kami selalu rindu dengan pelukan Oma, petuah Oma dan cerita Oma.

Meski terbaring sakit karena kanker ganas, saya tidak pernah mendengar Oma mengeluh sekalipun. Bibir Oma sibuk berzikir dan melantunkan ayat-ayat Al Quran yang mana Oma sudah hafal. Kami pun sedang berusaha menghafal lima surat yang Oma minta kepada kami untuk menghafalnya. Saya yakin, tiap huruf yang Oma baca mengangkat derajat Oma ke tempat yang lebih mulia di surga. Semoga kelak kita bisa bersua di Surga bersama-sama. I Love you Oma.

Dua orang yang saya cintai berbeda generasi sudah dipanggil menghadap Sang Maha Suci. Kematian tidak mengenal waktu dan usia. Kita pun sedang menunggu panggilan yang datangnya tidak bisa kita duga.

Kapan giliran kita?

City Link Menuju Surabaya
03 Juli 2018

Jamil Azzaini

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
6 * 4 = ?
Reload

Site Footer