Mengendalikan Marah

Share this

Dalam acara pengajian rutin seorang ustad memberi materi tentang pengendalian amarah. Orang yang sedang marah bersifat aktif dan di gambarkan seperti menyalakan api di dalam hati. Maka ketika ada orang di sekitar kita marah maka seperti bola api yang akan menyambar orang yang di marahi kalau kita tidak dapat mengendalikannya maka seringkali terjadi keributan ataupun perkelahian.

Ustad tersebut bercerita, ada seorang anak yang mempunyai sifat yang tempramental dan mudah marah, kemudian ayahnya menasehatinya agar ketika dia marah mengambil paku dan palu, kemudian memaku di papan yang sudah disediakan. Ternyata satu hari itu ada tujuh puluh tiga paku yang tertancap di papan tesebut. Makin hari paku yang tertancap di papan makin berkurang, bahkan sampai tidak ada paku yang tertancap lagi. Si anak sangat gembira dan memberitahukan hal tersebut kepada ayahnya.

Kemudian sang ayah menyuruh si anak untuk meminta maaf kepada orang yang di marahinya sambil melepaskan paku yang tertancap di papan satu persatu setelah dia selesai meminta maaf. Setelah paku yang tertancap tercabut semua, maka si anak memberitahukannya kepada sang ayah.

Sang ayah memberitahukan kepada si anak bahwa walaupun paku tersebut telah di cabut namun masih meninggalkan bekas lubang paku. Itu menggambarkan lubang di hati orang yang di marahi tidak akan bisa hilang walaupun telah meminta maaf.

Begitu dahsyatnya dampak dari amarah tersebut, sehingga untuk mengendalikannya, Rasululluh mengajari yang pertama, dalam kondisi sedang marah lebih baik diam tidak banyak berbicara karena khawatir kata-kata yang keluar dari mulut kita adalah kata-kata yang kotor, makian dan celaan. Kedua, ubah posisi tubuh dari berdiri menjadi duduk atau berbaring. Ketiga, mengucapkan kalimat isti’ajah (‘Audzu billa himinasysyaito nirrojim). Keempat, berwudhu atau mandi. Karena hakekat marah itu dari syetan yang terbuat dari api, maka api akan padam dengan air.

Baca Juga  Jurus Bisnis di #JumatInsting

Dengan melihat dampaknya yang sangat besar maka masihkah seorang ayah memarahi istri dan anaknya atau seorang atasan memarahi bawahannya ?

Bambang Setiawan

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
10 * 3 = ?
Reload

Site Footer