Ada orang yang lahir di komplek perumahan yang sama, tahun yang sama, sekolah di sekolah yang sama, kuliah di perguruan tinggi yang kualitasnya hampir sama namun mengapa di masa tua nasib mereka berbeda? Semua yang terjadi pasti atas izin-Nya, tugas manusia adalah berproses yang terbaik dan berupaya menghindari hal-hal buruk menimpa kita.
Mengapa ada seseorang hidup menderita hingga tua? Sebagai manusia kita perlu mempelajari penyebab dan prosesnya agar kita tidak termasuk ke dalam kelompok tersebut. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, setidaknya ada tiga hal yang melekat pada seseorang yang hidupnya menderita hingga tua.
Pertama, orang tersebut melimitasi hidupnya. Kelompok orang ini sering berpikir “ah gak mungkin, itu berat, rasanya saya tidak sanggup, kita tidak mungkin melakukannya” dan pikiran pikiran sejenisnya. Ibarat pasukan tempur “mereka sudah kalah sebelum berperang” mereka sudah menyerah sebelum berjuang.
Mereka membatasi dirinya dengan pikiran dan perasaannya. Mereka sering merasa tidak mampu melakukan banyak hal. Mereka berpikir dari sudut pandang yang negatif, enggan mencoba hal yang baru, mereka takut gagal dan merasa tidak punya sumberdaya yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Kehidupan orang ini dibatasi oleh pikiran dan perasaannya. Potensinya tidak keluar optimal karena sudah “dikandangin” oleh pikiran dan perasaannya. Mereka sulit menangkap peluang yang datang karena saat peluang datang yang dilihat sisi negatifnya, sisi beratnya, sisi susahnya, sisi kendalanya. Sangat wajar apabila orang seperti ini hidupnya menderita hingga tua. Mereka kehilangan banyak kesempatan saat masih muda.
Kedua, kurang gigih. Orang yang termasuk dalam kelompok menderita hingga tua biasanya gampang menyerah, kurang gigih, dan enggan mencoba lagi. Baginya kegagalan itu aib dan cela yang sulit dimaafkan. Mereka jarang gagal bukan karena hebat, tetapi karena jarang melakukan pekerjaan yang menantang. Orang-orang ini mudah “baper” dan mudah ngambek.
Angela Duckworth, seorang psikolog dari Universitas Pennsylvania dalam bukunya GRIT mengingatkan bahwa salah satu kunci kesuksesan seseorang adalah karena daya juang dan kegigihan. Dari buku ini saya menjadi mengerti, mengapa orang yang kurang gigih hidupnya berpeluang besar hidupnya semakin menderita hingga mereka tua.
Ketiga, berhenti belajar. Belajar itu terus menerus tiada henti, sampai kita mati. Sayangnya, banyak orang merasa tidak perlu belajar setelah mereka selesai kuliah. Padahal belajar tidak harus di bangku kuliah. Belajar itu bisa kapanpun dan dimanapun. Salah satu ciri orang berhenti belajar adalah ia marah saat mendapat feedback positif dari orang lain. Selain itu, ia tidak menganggarkan dananya untuk “investasi leher ke atas” seperti membeli buku, ikut training, dan kegiatan peningkatkan keahlian lainnya.
Anda ingin menikmati hidup di masa tua? Apabila jawabanya YA, maka jauhi tiga hal tersebut di atas. Apabila saat ini ketiga hal tersebut di atas masih ada dalam diri Anda, segera buang, baik secara perlahan maupun langsung semuanya. Segera dimulai agar tidak terlambat.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership
7 comments On Mengapa Hidup Menderita Hingga Tua?
Ngena banget isi tulisannya. Sama-sama tua tapi beda kontribusi sebelum mati.
MANTAAAAAAAAP,,,, Makasih ya suhu
Mau sedikit koreksi: Pada kalimat “dibangku kuliah” tulisan yang benar antara “di” dan “bangku” harusnya dipisah. Karena menunjukkan kata tempat
Wah terima kasih masukannya mas
Wah ternyata aku termasuk golongan orang menderita sampai tua, karena selama ini aku sekolah dari TK sampai SMA di bawah yayasan yang sama. Saat ini aku kelas 2 sma. Apa aku harus keluar dari sekolah dan jadi pengusaha saja ( mirip susi pudjiastuti )
Bukan itu msksudnya. Ayo baca lagi artikelnya pelan-pelan. He3x
Dear Rizwan
Tidak ada orang yang jalan hidupnya sama dan tidak ada kata terlambat untuk berubah maupun belajar.
Selesaikan sekolah mu dengan sebaik2nya sebagai bentuk tanggung jawab mu terhadap orang yang sudah keluar biaya untuk menyekolahkanmu
Harusnya kamu lebih bersyukur, ada banyak orang lain yang sangat ingin sekolah namun tidak mempunyai kesempatan bersekolah dan banyak yang lebih menderita lagi hidupnya yang makan saja kurang namun TIDAK MENGELUH.
Untuk sukses tidak harus dengan langsung keluar dari sekolah dan jadi pengusaha.
Percayalah yang kau lihat di diri Susi yang tamatan SMP maupun Bill Gates yang drop out dari kuliah itu hanya puncak gunung es dari usaha kerja keras,tekad dan kegigihan mereka untuk sukses.
Itulah yang HARUS DITIRU, : USAHA KERJA KERAS, GIGIH DAN TEKAD MENTAL BAJA mereka bukannya malah keluar dari sekolah !!!
Menghadapi sekolah yang dibiayai saja sudah mengeluh menderita apalagi terjun jadi pengusaha yang tidak pasti keuntungannya.
Bahkan Bill Gates pun mengakui dengan sekolah lebih bisa menjamin untuk sukses.
Artikel : https://www.nytimes.com/2015/06/04/upshot/bill-gates-college-dropout-dont-be-like-me.html
Mr. Gates has just published a blog post with something of a reply: Yes, you do need one.
“Although I dropped out of college and got lucky pursuing a career in software, getting a degree is a much surer path to success,” he writes.
“College graduates are more likely to find a rewarding job, earn higher income, and even, evidence shows, live healthier lives than if they didn’t have degrees. They also bring training and skills into America’s work force, helping our economy grow and stay competitive.”
Susi Pujiastuti
http://sumaterapost.com/berita2/Kepala-Sekolah-Bicara-Penyebab-Menteri-Susi-Putus-Sekolah-13841
Kepala sekolah SMA Negeri 1 Yogyakarta, Rudy Prakanto mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapat dari guru yang pernah menjadi pendidiknya, Susi ketika masih belajar SMA Negeri 1 Yogyakarta pada 1980-1981, memang bukan siswa yang mempunyai kemampuan akademik menonjol. “Keterangan dari guru yang pernah ngajar seperti itu,” kata Rudy ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 29 Oktober 2014.
Itu terlihat pada catatan hasil belajar atau rapornya di sekolah. Nilai-nilai mata pelajaran yang Susi peroleh berkisar 5 hingga 7. Bahkan nilai 8 hanya Susi peroleh pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas 1.
Hanya saja, kata Rudy, sekolah urung selesai, Susi memutuskan untuk keluar. Keputusan itu diambil karena Susi sering sakit-sakitan. Sakit yang dialami Susi itu akibat kecelakaan yang mengharuskannya selalu minum obat. Setelah keluar dari sekolah itulah Susi memulai bisnisnya.
Bisa dilihat Susi keluar bukan karena MALAS MASUK SEKOLAH tetapi karena kondisi yang mengharuskannya begitu.
Banyak yang bisa dipelajari selagi masih sekolah, belajar berorganisasi, belajar bahasa asing, bahkan kalau perlu belajar usaha sekarang mudah dengan adanya online store seperti tokopedia/bukalapak/shopee.
Jangan sia2kan harapan orang2 disekelingmu.
Luar biasa…terima kasih tambahan ilmunya
Rizwan, boleh keluar dari sekolah… tapi harus jadi pengusaha…, kalo tidak… jangan keluar sekolah