Sejak mahasiswa saya sudah berbisnis. Selain menjadi owner tentu saya merangkap menjadi leader. Karena memenuhi keinginan orang tua akhirnya saya bekerja sembari berbisnis. Bermula dari staf biasa saya pun akhirnya menduduki jabatan direksi. Sampai akhirnya saya memutuskan full menjadi seorang trainer dan meletakkan jabatan sebagai direksi.
Sekitar 6 tahun saya off menjadi eksekutif, cukup puas menjadi trainer. Itu zona yang sangat nyaman buat saya. Namun, Januari 2016, saya “dipaksa” kembali menjadi eksekutif, sebagai CEO Kubik Leadership. Para owner dan komisaris Kubik berkata “mas Jamil perlu terus mengasah otot bisnis dan kemampuan leadership dan managerialshipnya dengan terjun langsung memimpin Kubik.”
Setelah 6 tahun tidak berurusan secara langsung dengan urusan rutinitas pekerjaan, ternyata sudah banyak perubahan pada pendekatan kepemimpinan dan cara bekerja. Dulu, saya mengendalikan penuh dan tahu persis kegiatan perusahaan hingga yang paling kecil. Sekarang, saya cukup memberikan wewenang penuh kepada tin dan tidak perlu tahu semua kegiatan secara rinci.
Saya pernah datang ke kantor dan kantor sangat sepi, 2/3 karyawan tak ada di tempat, hari itu tenyata ada 11 training di perusahaan yang berbeda, dan saya baru tahu pagi itu. Tentu masih banyak kegiatan lain yang berjalan sangat sukses tanpa saya tahu. Kekuatan tim sudah bergerak dipandu oleh leader masing-masing. Dan itu sangat nikmat bagi saya. He…he..he….
Di era sekarang, salah satu tugas utama leader adalah menciptakan engagement di kantor. Banyak cara yang bisa dilakukan. Pertama, menjadi pendengar dan penanya. Zaman saya dulu, sangat efektif memimpin dengan memerintah tetapi sekarang sudah berubah. Memimpin itu dengan mendengar dan bertanya. Mendengar dengan sepenuh jiwa, bertanya dengan pertanyaan yang menggerakkan.
Saat pemimpin menjadi coach dan mentor. Setiap level pimpinan perlu memainkan peran yang optimal sebagai coach dan mentor sekaligus. Saat ini, batas atasan dan bawahan sudah menjadi tipis. Kemampuan menjadi seorang coach dan mentor wajib melekat pada diri seorang pemimpin pada level apapun. Bukan saatnya lagi sekarang berkata “gue bos kamu, jangkrik.”
Kedua, jadikan orang di sekitar Anda pelanggan utama Anda. Sebagai pimpinan, pelanggan utama kita adalah karyawan dan tim kita. Perlakukan mereka seperti pelanggan prioritas Anda. Begitu pula orang-orang yang di kantor Anda, semua adalah pelanggan prioritas Anda. Sungguh ironis bila ke pelanggan kita memuliakan sementara kepada karyawan dan teman kita mengabaikan.
Ketiga, silakan Anda lanjutkan menurut pengalaman Anda. Saya mau mimpin rapat dulu dengan pelanggan prioritas saya alias tim saya.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership
Founder Akademi Trainer
Inspirator SuksesMulia
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook