Memaknai Paradoks Hidup

Share this

asrini_pictureApa yang kita lihat ataupun alami di kehidupan ini terkadang tidak seperti kelihatannya. Kadang apa yang kita anggap itu baik belum tentu orang lain menganggapnya baik, begitupun sebaliknya. Dan terkadang sebagian cenderung hanya melihat dari sisi luarnya saja. Padahal banyak hal terjadi pergulatan di dalamnya.
 
Mau tidak mau, suka ataupun tidak suka hidup ini hanya akan ada 2 pilihan, baik-buruk, benar-salah, depan-belakang, siang-malam, besar-kecil, hitam-putih, dan sebagainya dan seterusnya. Walapun pelangi itu sendiri bukan juga berasal dari warna hitam dan putih. Banyak warna yang bermain di dalamnya.
 
Bolehkah kita menentukan pilihan untuk berada di tengah-tengah? adakah option tengah-tengah? Grey area ( wilayah abu-abu) misalnya. Hampir semua orang mengatakan tidak ingin menjadi buruk. Pasti semua ingin menjadi orang baik bukan? Atau katakanlah, kalau boleh mengumpamakan buruk itu adalah hitam. Seakan-akan kita harus memilih warna putih.
 
Padahal kenyataannya tidak selamanya kita akan selalu menjadi putih. Bisa jadi kita akan lebih nyaman di area abu-abu. Atau kondisi yang membawa kita berada di area abu-abu. Yah semua itu tergantung dari persepsi, dari sudut mana kita memandangnya.
 
Tidak ada yang mutlak benar, ataupun mutlak salah. Yang bisa dilakukan adalah mengupayakan untuk menjadi benar. Sesuai koridor dan standar yang dibenarkan. Bisa jadi niatnya baik, tapi caranya salah, maka hasilnyapun kurang baik. Atau sebaliknya niatnya salah, caranya baik, ini juga kurang sesuai. Sekali lagi ini tergantung dari sudut pandang atau persepsi.
 
Begitu pula seremonial tahun baru, berbondong-bondong orang menjadikannya sebagai momentum untuk memulainya dengan hal-hal baru. Ketika tahun sebelumnya ada hal-hal yang belum bisa terwujud, maka tahun baru dijadikan momentum untuk mewujudkan ekspektasi yang tertunda.
 
Terkadang juga kita berandai-andai kalau ada lorong waktu, kita ingin memperbaiki tindakan-tindakan terhadap pilihan-pilihan yang telah kita ambil. Yang bisa jadi kita menganggapnya sebagai kekeliruan. Apapun itu yang terpenting adalah bukanlah menyesalinya melainkan berusaha berpikir positif menatap ke depan hal-hal yang masih bisa kita lakukan dengan menyiapkan amunisi-amunisi.
 
Bolehlah kita menatap ke belakang sesekali saja sebagai bahan pembelajaran. Selebihnya tindakan yang kita lakukan sekaranglah yang akan menentukan kita di masa depan.
 
Satu hal yang saya yakini sampai sekarang, yang penting mengupayakan segala hal, dimulai dengan niat yang baik, cara yang baik, Dan hasilnyapun akan mengikuti dengan kebaikan pula. Seperti slogan Kakek Jamil, Hiduplah Sukses Mulia.
 
Trimakasih
 
 
Tulisan dikirim oleh Asrini H.

Baca Juga  Microsleep

6 comments On Memaknai Paradoks Hidup

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
7 * 2 = ?
Reload

Site Footer