Dulu saya pernah punya partner bisnis yang berkhianat kepada saya. Dari perbuatannya itu membuat bisnis saya bangkrut satu per satu. Ketika itu saya jengkel dan marah luar biasa. Dan seiring berjalannya waktu, saya pun mampu memaafkan mereka. Setelah saya memaafkan mereka, beberapa diantaranya kemudian mengajak kerjasama lagi dan menunjukkan kepada saya perubahan dan kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukannya.
Meski saya sudah memaafkan bukan berarti saya menerima tawaran kerjasamanya. Sungguh berbeda antara memaafkan dan kesedian untuk kerjasama. Salah satu diantara mereka ada yang berkirim pesan “Allah SWT itu pemaaf, hamba-Nya yang bertaqwa seharusnya juga pemaaf. Mari kita kerjasama lagi. Saya sudah taubat koq.”
Saya pun menjawab pesannya “saya sudah memaafkan Anda sejak dulu. Silakan Anda bekerjasama dengan yang lain. Sementara saya cukup kerjasama dengan yang ada saja dulu.” Jawaban saya ini sangat tidak memuaskan mereka.
Apakah semua yang pernah berbuat salah kepada saya semuanya saya tolak untuk bekerjasama dengan saya? Jawabnya adalah tidak. Ada diantara mereka yang kemudian bekerjasama lagi. Tentu setelah saya melihat perubahan dan banyak kebaikannya dilakukan secara konsisten atas kesadaran bukan karena pencitraan semata.
Kita perlu menjadi orang yang pemaaf namun bukan berarti orang yang sudah memaafkan secara otomatis bisa diajak bekerja sama lagi. Sungguh memaafkan dan kerjasama adalah dua hal yang berbeda. Bersegerlah memaafkan kesalahan orang namun jangan terburu-buru bekerjasama dengannya. Setuju?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership
Founder Akademi Trainer
Inspirator SuksesMulia
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook
1 comments On Memaafkan dan Kerjasama
keteguhan sikap yang patut diikuti karena teruji. saya setuju dengan hal di atas, Kek Jamil. forgiven, but not forgotten.