9 April kemarin adalah babak baru perjalanan sejarah Indonesia. Pada hari itu, serentak bangsa Indonesia memilih calon wakil rakyat yang dirasa cocok dan mampu mengemban amanah rakyat. Namun, seperti masa-masa sebelumnya, masih saja terjadi banyak kecurangan. Bahkan, saya terpaksa harus menyaksikan itu di daerah saya sendiri. Sedih, pasti. Miris hati ini, namun tak mampu berbuat banyak. Hanya bisa menasihatkan kebenaran, namun hasilnya tak memuaskan.
Sengaja saya titip tulisan ini disini, semoga bisa memberikan gambaran usaha apa yang akan kita lakukan sebagai generasi muda. Sebab masa depan bangsa kita ada di tangan generasi penerusnya. Mudah-mudahan dengan banyak belajar dan berbagi, kita bisa berkontribusi kelak ketika telah tiba masanya kita mengambil giliran.
Berulang kali saya mengingatkan pada orang-orang yang sudah bisa menggunakan hak pilihnya di daerah saya. Tentu saja, semampu saya. Hendaknya kita memilih wakil rakyat yang benar-benar pantas. Memilih yang betul-betul terbukti bisa megang amanah. Bukan mereka yang hanya punya uang banyak. Bukan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kemegahan saja.
Lantas, apakah usaha saya membuahkan hasil?
Tidak! Inilah yang membuat saya merasa sedih. Suara rakyat masih condong kepada orang-orang yang membayar. Padahal, kalau dihitung-hitung, apalah artinya 150 ribu rupiah dibanding manfaat yang bisa mereka dapatkan selama lima tahun kalau wakil rakyat yang mereka pilih bekerja secara serius.
Tidak hanya itu, saya juga harus merasa sedih karena mereka memang tidak bisa menolak. Mereka kesusahan. Mereka butuh tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan biaya sekolah anak. Itu yang terucap dari lisan mereka sebagai pembenaran atas apa yang mereka perbuat.
Ketika menghadapi masalah, tugas kita adalah mencari solusi. Dan, itulah yang saya pikirkan. Menurut saya, langkah paling mungkin untuk kita lakukan adalah meningkatkan kualitas bangsa kita. Mereka bisa dibeli dan diancam, itu karena mereka terikat dan bergantung pada yang membeli dan mengancam. Mereka khawatir kehilangan pekerjaan. Mereka khawatir kehidupan keluarganya terseok-seok.
Kita hidup dengan darah muda. Maka, sepantasnya kita berbuat banyak. Mulai dari diri sendiri. Kita harus memastikan diri kita bukan orang yang lemah. Kita harus kuat dalam finansial, mental, intelektual, dan spiritual. Kemudian, berusahalah kita mengingatkan saudara-saudara terdekat kita. Semoga terpancar semangat yang sama.
Kita tidak bisa tinggal diam menyaksikan. Rasullallah Saw telah mengingatkan, “Bila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran!”
Orang-orang yang dengan tenang membayar untuk memperoleh suara tidaklah termasuk orang yang layak memimpin. Mereka tidak mampu menjalankan amanah rakyat kalau yang ada dipikiran mereka hanya uang, uang, dan uang.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran. Kelak, kalau kita dapat kesempatan untuk menjadi pemimpin, mudah-mudahan sifat seperti ini tidak menjangkiti kita. Sekian tulisan ini saya sampaikan, mohon koreksinya apabila ada kesalahan. Mari berbagi nasihat dan pelajaran. Semoga kehidupan yang indah dalam kemuliaan bisa kita rasakan bersama.
Amiin.
Mhd Rois Almaududy
2 comments On Mau Dibawa Kemana Rakyat Kita?
menurut saya, hampir senada dgn tulisan di atas,jadi teringat petuah dari mantan presiden Habibie, bahwasanya yg harus utama dan segera diperbaiki dan dibangun di Indonesia adalah kualitas SDM. sebab negara ini amat sangat kaya SDA,tp dgn kuantitas SDM yg banyak belum dibarengin dengan kualitas SDM. Alhasil lebih banyak jadi negara konsumen,
Aamiin Aamiin Yaa Robbal ALamin