Beberapa tahun lalu saya mendapatkan sebuah cerita dari sahabat saya mas Zaim Saidi. Beliau bercerita tentang satu keluarga yang sangat sibuk mengejar karir. Sang suami dan istri masing-masing bekerja di sebuah perusahaan ternama.
Bila ditanya alasan Anda bekerja, keduanya menjawab demi kebahagiaan keluarga. Tetapi bila ditanya berapa lama Anda bersama keluarga dalam satu pekan, mereka hanya terdiam. Suami istri ini sudah dikaruniai anak yang sangat lucu, cerdas dan cantik. Mereka menyebut anaknya sebagai “malaikat kecil” karena memang anak itu sangat menghibur dan membahagiakan bagi mereka.
Mereka mengajari anaknya yang baru kelas 1 SD ini untuk mandiri agar tidak merepotkannya. Anak kecil yang cerdas inipun cepat belajar dan mandiri. Ia terbiasa mengerjakan PR sendiri, mandi dan menyiapkan perlengkapan sekolah pun sendiri. Anak kecil ini terlihat “dewasa” sebelum waktunya.
Suatu saat “malaikat kecil” ini jatuh sakit. Badannya panas dan terkadang menggigil. Sang ibu memberinya obat penurun panas. Pada saat bersamaan sang ibu harus pergi dinas ke luar kota. “Nak bunda pergi kerja dulu ya” kata ibunya. Sang anak segera memeluk ibunya sambil berkata, “Mama, sebelum berangkat mandikan aku dulu, ya.” Ibunya menjawab, “Nak, kan biasanya bisa mandi sendiri. Ibu pergi sekarang ya, nanti ibu ketinggalan pesawat.”
“Malaikat kecil” itu kembali merayu, “Mama, mandikan aku. Aku ingin dimandiin mama. Sekali ini saja. Setelah itu aku gak minta dimandiin lagi.” Perempuan karir yang sedang terburu-buru itu kembali berkata, “Mandi sama bibi Yoyo saja ya, mama buru-buru. Mama harus segera ke bandara.” Anak mungil itu pun menangis, “Mama, mandikan aku. Mama, mandikan aku.” Tapi sang ibu tetap pergi meninggalkannya.
Setelah dua hari tugas di luar kota, wanita itu menerima telepon dari asisten rumah tangganya bahwa panas anaknya semakin tinggi. Singkat cerita, anak itu akhirnya dibawa ke rumah sakit dan meninggal. Mendengar kabar itu, sang ibu berbegas pulang dan langsung menuju rumah sakit tempat anaknya dirawat.
Setibanya di rumah sakit sambil menangis ia memeluk dan menciumi anaknya yang sudah terbujur kaku tak bernyawa. Setelah tangisnya mereda, petugas rumah sakit menemuinya. Pertanyaan pertama yang diajukan kepadanya adalah, “Ibu mau memandikan putri ibu sendiri atau kami yang memandikan?”
Mendengar pertanyaan tersebut, ia tertegun. Tiba-tiba air mata yang tadi surut kembali membanjir di pipinya. Sambil terisak ia berucap, “Nak, jadi ini maksudmu mandikan aku mama. Nak, ayo hidup lagi nak, mama mandiin. Ayo nak mama mandiin sepuas kamu, naaaak… Mama sayang sama kamu. Mama ingin memandikan kamu setiap hariii…”
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
35 comments On Mama Mandikan Aku
Semoga Allah SWT memberi kami petunjuk hingga dapat mengambil pelajaran berharga dari cerita ini, amin.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Smg arwahnya di trima di sisiNya- amin2 YRA.
Hikz…jd ikut nangis…
Tengs pak Jamil, smg bs jd pelajaran bwt semuanya yg membaca.
Jzkmlh…
Sedihh, syarat makna. Orang tua wajib baca!
:'(( … Ya Allah jdkanlah kami sebagai orangtua yg mampu menjaga amanah dr Mu, menyayangi anak2 kami sebagaimana yg anak2 kami inginkan… ​​آمÙيّنْ ÙŠÙŽ رَ بَّلْ عَلَمÙيّنْ
Ya Allah. . .lgsung kena dihati, bikin aq terdiam.
Duh. . .dunia dan kesibukan jgn sampe membuat diri ini “lupa”
saya merasa terharu mendengar cerita ini. Walaupun belum punya anak, rasanya sangat dalam sekali..terima kasih sudah berbagi pak.
SATU KALIMAT untuk tulisan Bapak…..TERIMA KASIH…..
insyaALLAH saya tidak akan menyiakan lagi moment – moment indah dengan anak – anak saya…….
So touchy..
Ijin share ceritanya ya kek.. thnks :’)
Masyaalloh.. Demi mengejar duniawi lupa akan keindahan bersama…
memandikan anak adl salah satu hal yg paling menyenangkan.bisa menasihati anak sambil bercerita n main air:)))
Luarrr Biasa pak..saya jg pernah melihat cerita di atas di program Nilai kehidupan Trans TV, Salam Sukses Mulia pak:)
Merinding dan bergidik saya membaca cerita ini, Hayo mandi bareng sama Anak asyik loh main air bersama keluarga, dari pada bermain api sama orang lain.
Ada tuh yang sukanya main api..
….
Tukang Las hehehe…
Udah sering banget baca cerita ini dan gak pernah berhenti berkaca-kaca terharu tiap kali selesai membacanya. Kebayang banget ironi dan penyesalannya… Semoga kita gak seperti itu ya…
🙁 jadi sedih.. untung saya udah pindah dari kerjaan yg supersibuk ke kerjaan yg lebih santai ^.^ Alhamdulillah
ya Alloh…semoga banyak pelajaran yg kupetik dari kisah ini. makasi kek…
Terima kasih om jamil, ternyata kebahagiaan kita belum tentu sama dengan kebahagiaan orang2 tercinta kita..
Alhamdulillah skrg sy sdh resign…..keputusan yg sgt berat sblmnya,tp skrg sy bs lbh byk ksh perhatian sama anak.trims udh ngingetin pak.
izin share ya Pa’
semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini. aamiin
Masya Allah berkali kali sdh membaca kisah ini, berkali itu pula airmata ini berlinang….
Menyentuh banget. Padahal ruang BEM UI sedang ramai karena ada rapat, tapi air mata ini hampir terjatuh, bagus saya dpt menahannya.
Hikmah: Sebaik2 pekerjaan wanita adalah ibu rumah tangga. Tapi jangan mau jd istri tangan di bawah. Tetaplah berkarir, tapi berkarir di rumah, yaitu dg berwirausaha.
Salam Sukses Mulia!
Saya sudah sering membaca cerita ini, dan setiap saya membaca saya pasti nangis….smoga saya bisa menjadi ibu yang baik…
Nice mas…ngelingke ati lan pikiran.. Keluarga adalah segalanya…
Sblm sy baca kisah ini, sy benar2 membayangkan Pak Jamil berdiri tepat d depan saya dan mulai menyampaikan isi cerita. Terbayang benar betapa Pak Jamil menirukan ekspresi penyesalan orang tua yg abai. Spontan ingat ketika anak sy meminta untk dimandikan Abinya yg sdh mengenakan pakaian lengkap.
OMG Pak…crita yg menyedihkan
Langsung nangis baca crita ini 🙁
aku cuma berkaca-kaca 🙁
pernah baca versi lengkapnya di kompasiana.sumpah,menyentuh banget 🙂
Saya punya anak, yang lahir dari hati (bukan dari rahim saya). Semoga ibu – ibu seperti cerita di atas cepat di sadarkan akan kewajiban sebagai seorang ibu.
Mengejar karir itu, banyak keutamaan.
Tapi ia dikejar tidak dengan meninggalkan keutamaan keluarga.
Sangat inspiratif!
ya ALLOH…beri kami kekuatan untuk mendidik anak2 kami.>>….>..
sudah pernah membaca ini sebelumnya
tp masih saja sukses membuat saya menangis
mudah2an kita semua selalu menjadi orang tua yang penuh kasih pada anak2 kita (titipan Ilahi)
saya pernah membaca artikel seperti ini, tapi lupa link nya dimana
saran: kalau benar ngambil dari artikel orang mohon di sertakan source nya..
Di kalimat pertama tulisan ini sudah dijelaskan bahwa mas Jamil mendapat cerita ini dari mas Zaim Saidi.
Beliau adalah Direktur Wakala Induk Nusantara (www.wakalanusantara.com). Sejak 2008 beliau juga bertindak sebagai Direktur Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa –organisasi dimana mas Jamil pernah aktif dan menjadi direkturnya.
luar biasa…walau sering mendengar kisah ini…air matapun terus berkucuran..