Tadi malam saya menjemput anak saya di sekolah SMAIT Insantama. Anak saya beserta rombongan yang berjumlah 99 orang itu baru tiba dari Turki. 89 anak adalah siswa kelas 12 dan 10 orang adalah pembimbing yang berasal dari kakak kelas yang telah lulus SMA, orang tua siswa dan guru.
Ngapain ke Turki? Mereka menjalankan program Latihan Kepemimpinan dan Manajemen tingkat Akhir (LKMA) dengan tema Exploring Turkiye selama (30 Oktober – 07 November 2017). Program ini sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu oleh kakak kelas mereka. Ada yang berkunjung ke Malaysia, Singapura, Australia, Jepang, Belanda dan Jerman.
Apakah itu acara wisata? Jawabnya bukan, mereka sedang dilatih aspek leadeship dan manajerialshipnya oleh tim yang ditunjuk sekolah, diketuai oleh Ir. Karebet Wijayakusuma, adik kelas saya di IPB. Program ini sudah didahului oleh Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) saat mereka kelas 10 dan dilanjutkan Latihan Kepemimpinan dan Manajemen tingkat Menengah (LKMM) saat mereka kelas 11.
Apa menariknya program ini? Mereka harus mencari dana sendiri untuk terlaksananya kegiatan ini. Bahkan untuk total dana Exploring Turkiye yang lebih dari 1.2 milyar rupiah, mereka juga harus mencari sendiri. Syaratnya satu “tidak boleh meminta dana dari orang tuanya.” Dan perlu Anda ketahui, selama kurang lebih satu tahun, 89 siswa berjibaku mencari dana dengan berbagai cara.
Mereka melakukan pembagian tugas dengan sangat baik, secara bergiliran mereka berjualan, mencari sponsorship, mendatangi berbagai tokoh untuk menjelaskan program ini. Mereka presentasi di gedung MPR/DPR, kantor walikota dan bupati, berbagai perusahaan ternama dan berbagai tempat potensial yang mereka hubungi sendiri. Saat mereka presentasi, ada yang mendukung dan tentu ada juga yang melecehkan. Disinilah, aspek leadership mereka benar-benar terasah dan dilatih.
Saat pengumpulan dana belum mencapai target, anak saya menemui saya “pak, maaf mau merepotkan bapak. Jika diizinkan, bolehkah uang jajan selama setengah tahun kedepan saya minta sekarang dan selama setengah tahun kedepan saya tidak usah diberi uang jajan?”
Kemudian saya tanya ke Hana, anak saya “buat apa uang itu nak?” Hana menjelaskan “dana untuk LKMA ke Turki masih kurang banyak, malu bila saya kontribusinya kecil, untuk itulah saya rela menggunakan uang jajan saya selama setengah tahun kedepan untuk mendukung kegiatan ini.” Ah, meleleh hatiku.
Saya terus mengamati keterlibatan anak saya dalam kegiatan ini, khususnya saat mereka mengumpulkan dana baik melalui jualan maupun mencari donasi. Selain berjualan barang-barang yang cepat laku, anak saya juga ikut jualan kavling tanah, meski kavling tanahnya tidak ada yang laku tapi ia mendapatkan banyak pengalaman berharga. Betapa ia bahagia sekali saat ada tim Gubernur dan wakil Gubernur dari salah satu propinsi ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Saya pun merasakan kebahagiaan itu.
Bukan hanya itu, selama di Turki, anak saya sering melaporkan apa yang mereka dapatkan, cerita yang saya dapat bukan hanya menariknya tempat yang mereka kunjungi tetapi insight-insight leadership dan kehidupan selama perjalanan mereka. Kunjungan dan diskusi ke berbagai tokoh di Turki dan juga KJRI telah melatih leadeship anak-anak dengan dangat sangat baik. Aktivitas hariannya pun sudah memberikan insight, dimana setiap hari dilakukan pergantian Chief of Delegation (CoD) untuk menyegarkan suasana kepemimpinan.
Selama perjalanan pulang dari sekolah ke rumah tengah malam tadi, saya mendengarkan cerita dan memperhatikan tingkah polah anak saya. Ia menjadi sosok wanita yang bertambah ceria, lebih percaya diri dan berkomitmen kuat untuk melakukan sesuatu yang berarti di bumi.
Dari sini saya semakin yakin bahwa leadership itu bisa dilatih dan dibentuk. Setuju?