Apa yang membedakan saya sebelum menjadi CEO dan setelah saya menjadi CEO? Salah satunya adalah saya menjadi seperti seorang selebriti. Maksudnya? Setelah saya menjadi CEO, Hampir semua gerak gerik saya diamati oleh banyak orang, termasuk anak buah. Upload foto di social media pun menjadi bahan diskusi banyak orang. Celakanya, hal-hal buruk biasanya lebih asyik untuk dibincangkan dibandingkan kebaikan.
Begitu kita menjadi pemimpin, maka banyak orang di sekitar kita seolah menjadi “paparazzi” yang siap mengabadikan moment apapun. Apalagi, kebanyakan orang saat ini memiliki smartphone yang bisa digunakan untuk selfie. Hidup kita teramati dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Perkataan kita, tindakan kita, perilaku kita terekam baik oleh mereka. Untuk itu, menjadi seorang pemimpin perlu punya komitmen untuk siap menjadi teladan dan bersegera membenahi hal-hal yang kurang. Saat seorang pemimpin tidak bisa menjadi teladan maka rusaklah berbagai tatanan. Saat seorang pemimpin “menghalalkan” segala cara maka orang yang dipimpin akan segera menirunya.
Saat seorang pemimpin korupsi secara terang-terangan maka orang yang dipimpin akan ikut korupsi meski mungkin dalam jumlah yang lebih kecil. Pemimpin itu selebriti, mereka biasa menjadi tontonan sekaligus tuntunan. Apa yang diucapkan dan dilakukan akan segera ditiru oleh yang dipimpinnya.
Jabatan pemimpin itu “memaksa” yang menyandangnya untuk terus membenahi diri. Apabila pemimpin semau gue, anak buah ikut seenaknya. Dan dalam jangka panjang, kredibilitas sang pemimpin akan nyungsep ke jurang yang dalam.
Seorang pemimpin itu bak selebriti, maka berbenahlah sepanjang hari karena semua gerak-gerik seorang pemimpin itu diamati. Ada paparazzi di sekitar kita. Dan tentu yang paling penting juga ada dua malaikat yang selalu mengikuti kita.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership
Founder Akademi Trainer
Inspirator SuksesMulia
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook