Saya pernah diminta almamater saya, Institut Pertanian Bogor untuk memberikan training di salah satu perusahaan multinasional yang menjadi client kampus rakyat itu. Tentu saya tidak mungkin mengajak tim saya dari Kubik Leadership untuk membantu di acara tersebut karena ini bukan proyek bisnis tetapi pengabdian saya kepada almamater tercinta. Kami sering menyebutnya proyek epos (energi positif).
Penanggungjawab acara yang menghubungi saya mengatakan “Pak Jamil, yang akan ditraining bapak adalah level manager. Trainingnya satu hari di Pandaan Jawa Timur. Jumlah pesertanya sekitar 24 orang, usianya diatas 40 tahun, pendidikannya sarjana. Training dianggap berhasil bila pesertanya banyak yang mengajukan pensiun dini dan berani berusaha secara mandiri.”
Berbekal informasi itu, saya menyiapkan materi yang saya anggap pas dan dibutuhkan oleh peserta. Di dalam pesawat dengan jadwal penerbangan paling pagi dari Jakarta menuju Bandara Juanda Sidoarjo Jawa Timur, saya memeriksa materi training satu hari tersebut sekaligus menyiapkan berbagai permainan dan aktivitas agar tujuan training tercapai.
Sebelum jam 07.00 pagi saya sudah mendarat di bandara Juanda. Sebanyak 2 orang panitia acara menjemput saya di bandara tersebut. Setelah ngobrol ke sana kemari saya bertanya “Training hari ini berapa manager yang hadir? Dua orang tersebut secara bersamaan menjawab “untuk angkatan kali ini bukan manager pak tapi driver, yang manager pekan depan pak.”
Dalam hati saya berkecamuk dialog dengan diri sendiri “deng-deng, piye iki? Bila saya tidak melanjutkan merusak nama IPB. Namun bila saya lanjutkan harus ngomong apa? Manager dan driver itu dua kelompok orang yang kemampuan dan kompetensinya sangat berbeda. Duh Gusti, tolong hamba-Mu yang sedang bingung ini.”
Saya menarik nafas sejenak karena tidak mau menunjukkan kepanikan di depan panitia. Sepanjang perjalanan saya gunakan untuk menggali profil peserta satu per satu. Ada 21 driver yang ikut training hari itu. Bersyukur karena yang menjemput saya tahu profil semua peserta sehingga membuat saya tahu latar belakang dan kondisi mereka satu per satu. Rata-rata pendidikannya SMA, semuanya orang Jawa. Menjadi driver sudah lebih dari 10 tahun.” Itu beberapa kesamaan mereka yang saya ingat.
Sepanjang perjalanan, sembari mendengarkan cerita 2 orang yang menjemput saya tersebut, saya terus betusaha menenangkan diri. Secara imajiner saya membayangkan materi yang akan saya sampaikan dan design aktivitas yang bisa memberi dampak besar bagi peserta.
Meski sudah berusaha menenangkan diri, setiba di lokasi training saya masih deg-degan dan gelisah. Saya pun mencari tempat untuk menenangkan diri yang paling jitu, yaitu mushola. Di tempat itu, saya ngobrol dengan Sang Pemilik Hati “Ya Allah, hati ini gelisah, hati ini galau karena saya belum terlalu yakin apa yang harus saya sampaikan. Materinya pun belum hamba buat di laptop. Tolong hamba ya Allah. Jadikan semua peserta mendapatkan ilmu dari-Mu yang disampaikan melalui hambamu ini. Jadikan kehidupan semua peserta jauh lebih baik dibandingkan hari ini. Engkau penguasa hati, Engkau yang bisa memahamkan mereka melalui hamba. Untuk itu bimbing hamba Ya Allah, beri petunjuk dan ilmu-Mu kepada hamba.”
Ketenangan mulai menjalar ke sekujur tubuh. Saat memasuki kelas pun perasaan sudah plong. Saya membuka acara dengan bahasa Jawa “pripun kabare bapak lan ibu? (Apa kabar bapak dan ibu?). Selanjutnya saya memandu diskusi dan nyerocos seharian dengan bahasa Jawa. Dan itulah training pertama kali dalam bahasa Jawa yang pernah saya alami dan hingga hari ini belum terulang kembali.
Saya berpegang pada prinsip “training itu untuk memuaskan peserta, membuat mereka mendapat manfaat besar. Training itu memberikan solusi bukan fokus kepada modul yang sudah kita miliki.” Hari itu saya training tanpa modul. Fokus mengembangkan diskusi aktif antar peserta. Apakah training itu berhasil meski tanpa menggunakan modul dan persiapan yang matang?
Beberapa pekan seusai training saya ditelpon panitia “Pak, terima kasih dari
21 peserta yang ditraining bapak, 18 peserta mengajukan pensiun dini secara sukarela. Mereka sangat yakin bisa menjadi pengusaha.”
Saya pun pernah jumpa dengan salah satu dari mereka yang kini menjadi pengusaha toilet di berbagai tempat. Penghasilannya 75 juta rupiah per bulan. Saat jumpa, lelaki asal Pasuruan ini memeluk saya sambil berkata “maturnuwun pak, dari training bapak saya akhirnya berani buka usaha. Alhamdulillah kami tidak miskin lagi.”
Saya pun membalas pelukan tersebut sembari berbisik “semua atas izin Allah, dan sampeyan memang punya bakat dan mental kaya. Jangan lupa banyak sedekah ya.”
Seorang trainer hanyalah penyampai, yang berkuasa membolak balik hati dan memahamkan ilmu adalah Allah swt. Bila Allah swt sudah berkehendak memahamkan seseorang, meski sang trainer harus mengubah materi saat sudah di lokasi, maka peserta akan paham dan mengerti bahkan bisa menemukan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Untuk itu, berdoa adalah menu wajib yang perlu disantap oleh seorang trainer.
Persiapan itu penting,
Berdoa sebelum kita tampil sangat penting. Menyampaikan pesan dengan bahasa audiens juga sangat penting. Setuju?
Berdasarkan pengalaman tersebut di atas. Apabila Anda menghadapi “kasus” yang sama dengan saya. Tips berikut bisa membantu Anda.
Pertama, tetap tenang dan fokuslah kepada penggalian informasi seputar profil dan kebutuhan peserta training.
Kedua, berdoa dan minta pertolongan kepada Allah, Sang Pemilik Ilmu.
Ketiga, bangun kedekatan dengan peserta dengan cara menggunakan bahasa mereka atau memperbanyak kesamaan dengan peserta.
Keempat, peserta diajak diskusi untuk menemukan hal yang paling penting dalam hidupnya atau menemukan hal yang paling menggelisahkan hidupnya.
Kelima, menemukan formula atau rumus bersama untuk menyelesaikan point nomor 3.
Keenam, peserta diajak menyusun satu aksi penting yang diyakini bisa mengubah hidupnya.
Ketujuh, peserta dibuat berpasangan untuk selalu saling mengingatkan atas rencana aksi mereka yang sudah dibuat saat training.
Semoga tips ini bisa membantu Anda saat menghadapi audiens yang tidak sesuai dengan pikiran Anda, dimana materi training harus berubah drastis, sangat berbeda dengan yang sudah Anda siapkan.
Siap menerima tantangan bila suatu saat nanti hal ini terjadi kepada Anda?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership
Founder Akademi Trainer