Leaders, sadarkah Anda bahwa pandemi yang baru saja kita lalui ini memberikan banyak sekali pembelajaran. Karena seringkali perusahaan dan para pemimpinnya baru sadar, seberapa tidak berfungsi dengan baik kinerja tim-nya saat krisis besar datang, baik secara eksternal seperti pandemi, ataupun internal seperti perubahan struktur. Pikirnya, semua sudah terlihat tepat, sudah hiring orang-orang terbaik, dengan jumlah yang sesuai, membuat perencanaan yang matang, goal yang menantang.
Nah, saat krisis datang, nyatanya masalah sulit dipecahkan dengan solusi yang inovatif. Padahal semua orang nampak sudah bekerja keras. Akhirnya, semua beban lari ke pundak Anda sebagai seorang Leader. Jadi, selain menyelesaikan pekerjaan Anda sendiri. Anda pun harus merelakan tenaga dan waktu lebih untuk memikirkan dan melakukan solusi tersebut. Lelah bukan?
Bisa jadi ini disebabkan karena adanya ketidakharmonisan dalam berkolaborasi di tim Anda. Ibarat sebuah orkestra, Anda semua memainkan alat musik masing-masing namun tidak menghasilkan irama yang harmonis. Tugas Anda sebagai seorang Leader untuk memandu dinamikanya sehingga setiap usaha yang dikerahkan oleh anggota tim dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Sebuah studi baru-baru ini terhadap lebih dari 1100 perusahaan di Amerika Serikat menemukan bahwa bekerja secara kolaboratif dapat meningkatkan performa tim sebesar 5x lipat. Segitu pentingnya Anda harus dapat memandu tim Anda agar dapat berkolaborasi secara harmonis. Oleh karena itu, di kesempatan kali ini saya akan sharing sebuah buku yang best seller, karena memang teorinya sudah cukup banyak di aplikasikan untuk memandu perusahaan-perusahaan Fortune 500 agar memiliki High Perfomance Team.
Adapun buku yang akan saya bahas karya Patrick Lencioni yang berjudul “The Five Dysfunctions of a Team.” Dalam buku ini Patrick Lencioni menjabarkan 5 kesalahan yang kerap dilakukan dalam sebuah tim sehingga tim menjadi disfungsi/tidak berfungsi secara optimal. Ia melihat kesalahan-kesalahan tersebut memiliki pola yang sama, dimana kelimanya saling berhubungan sebab-akibat satu dengan yang lainnya. Dan kelima kesalahan tersebut membentuk pola bertingkat seperti piramida.
Oke, tidak perlu berpanjang lebar, saya akan membahasnya satu-per satu. Tapi sebelum itu, saya mau ngingetin nih jangan lupa, subscribe, komentar, tekan tombol lonceng dan share video ini ya jika memang Anda mendapatkan manfaatnya.
Kesalahan Pertama, ialah Absence of Trust atau Ketiadaan Rasa Percaya.
Patrick melihat Trust ini menjadi dasar/pondasi dalam berhubungan dalam sebuah tim. Kesalahan pertama ini nampak saat anggota tim tidak mau saling terbuka dan tidak mau menerima kesalahan dan kelemahannya. Sehingga ia tidak ingin dibantu oleh anggota tim lainnya. Dalam keseharian, sangat nampak tidak ada keterlibatan lebih dalam atau secara personal antar anggota tim. Dan apabila ada kesalahan yang terjadi, bawaannya suuzon aja dengan saling menyalahkan anggota tim lainnya.
Kesalahan Kedua, ialah Fear of Conflict atau Takut menghadapi Konflik
Karena ketiadaan trust tadi, anggota tim jadi enggan mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara jujur. Diskusi yang terjadi dalam tim pun jadi tidak mendalam karena mereka menghindari debat dengan anggota tim lainnya. Sehingga terlihatnya mereka saling menyetujui keputusan yang diambil saat diskusi/meeting tapi ternyata di dalam hatinya mereka ngedumel terus. Yaa nantinya jika keputusan tersebut salah, kecendrungan yang terjadi mereka akan anteng-anteng aja karena merasa itu bukan lah keputusannya. Jika yang terjadi seperti itu, maka tidak akan ada perbaikan untuk selanjutnya. Patrick menyebut situasi seperti ini dengan istilah Artificial Harmony. Terlihatnya baik-baik saja padahal tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh muncul dari hatinya. Terlihatnya baik-baik saja, padahal dibelakang saling ngomongin satu dengan yang lainnya.
Atau bisa jadi kecendrungan yang terjadi sebaliknya, anggota tim akan mengkritisi secara agresif kesalahan tersebut dengan tujuan menjatuhkan anggota tim lainnya. Sehingga terlihat dirinya lah yang paling benar.
Hal ini akan menyebabkan kesalahan ketiga, yakni Lack of Commitment atau Ketiadaan Komitmen
Karena tidak adanya debat antar anggota tim untuk menemukan inti masalah, mereka tidak merasa terlibat dalam proses pembuatan keputusan. Sehingga saat keputusannya ketok palu, mereka tidak buy-in dengan keputusan tersebut. Sejatinya, komitmen itu sendiri bukanlah suatu konsensus yang disejutui bersama dan dapat diperintahkan ke setiap anggota tim. Komitmen muncul dalam bentuk kesempatan yang dimiliki seseorang untuk mengutarakan idenya serta keterikatan seseorang terhadap keputusan yang tercipta melalui konflik yang sehat. Saat anggota tim tidak memiliki komitmen terhadap tujuan tim, mereka akan kehilangan arah dan cenderung mendahulukan kepentingan pribadinya.
Kesalahan Keempat, yakni Avoidance of Accountablity atau Menghindari Tanggungjawab Tim
Ketika anggota tim tidak memiliki komitmen terhadap perencanaan yang telah disepakati, mereka akan cenderung acuh terhadap perilaku maupun kerjaan dari anggota tim lainnya. Karena merasa apabila pekerjaan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan pencapaiannya, berarti bukan urusannya sama sekali. Sehingga sangat terlihat setiap anggota tim akan bergerak sendiri-sendiri dan tidak berusaha memberikan pencapaian terbaiknya agar performa tim meningkat. Apabila ini dibiarkan begitu saja, lama kelamaan anggota tim akan menjadi mediocre. Bahkan ekstrimnya mereka akan sering melewati deadlines dan pencapaiannya stagnant.
Pada akhirnya, terjadilah Kesalahan yang Kelima, yakni Inattention to Result atau Tidak Berfokus pada Hasil.
Apabila dirunut dari awal, dimana trust menjadi pondasi dalam membangun kolaborasi dalam tim. Saat pondasinya tidak cukup kokoh atau bahkan retak maka tidak mungkin tim tersebut dapat berfokus pada hasil akhir. Setiap individu dalam tim akan fokus mengejar pencapaian atau statusnya masing-masing dibandingkan tujuan kolektif. Apabila tujuannya saja sudah berbeda, maka perilaku yang ditampilkan pun pasti akan berbeda. Bagaimana bisa berkompetisi apabila badannya saja bekerja dengan tidak sinkron satu sama lain?
Dari buku ini akhirnya kita mengetahui dan mengenali ada 5 perilaku yang perlu dihindari agar tim memiliki kolaborasi yang harmonis. Memulai percakapan dan mau terbuka dengan rekan kerja sebagai langkah awal memang tidak semudah yang dibayangkan. Namun seperti halnya hubungan dengan suami atau istri Anda, semua perlu didasari oleh trust agar dapat mencapai tujuan bersama. Tim yang hebat tidak lahir dengan sendirinya. Melainkan ada usaha yang dikerahkan oleh setiap anggotanya untuk menjaga dan meningkatkannya.
Semangat Membangun Kolaborasi Leaders!
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia