Di bulan ini, saya beberapa kali rapat bisnis dengan anak lelaki saya yang nomor dua, panggilannya mas Asa. Seorang anak yang dulu pernah terluka oleh ucapan saya, terdemotivasi oleh kata-kata yang saya lontarkan. Dia marah dan berkata kepada saya “bapak ini sering memotivasi orang lain, tetapi mendemotivasi anaknya sendiri.”
Ketika mas Asa masih remaja, ia melontarkan ide bisnis kepada saya. Saat itu saya menyerangnya dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkan. Mendengar berbagai pertanyaan dari saya, ia menangis. Karena ia merasa usahanya sangat layak namun dinilai sangat tidak layak oleh saya. Mas Asa menarik dari dari kegiatan bisnis dan sempat menjaga jarak dengan saya. Sebagai orang tua, saya pernah merasa kehilangan anak lelaki saya ini.
Bersyukur Allah swt menyuntikkan kesadaran kepada saya bahwa saya melakukan kesalahan yang perlu segera dibenahi. Inilah titik pemicu saya belajar mengajukan pertanyaan yang memberdayakan, bukan yang menyudutkan. Saya belajar lagi ilmu parenting, cara mengapresiasi orang lain, mempelajari bisnis anak-anak milenial dan memperdalam psikologi anak. Dan kini, saya sangat bahagia melihat pertumbuhan anak saya, Alhamdulillah.
Ucapan orang tua, baik itu negatif maupun positif, sangat berdampak besar kepada perkembangan seorang anak, meskipun anak tersebut sudah dewasa. Bila ucapan orang tua ditafsirkan negatif oleh sang anak, bisa berdampak negatif bagi kehidupannya. Sebaliknya, apabila ucapan orang tua ditafsirkan positif maka kehidupan sang anak semakin positif, produktif dan kontributif.
Baru-baru ini ada seorang pengusaha pemula yang bercerita bahwa ia sudah enggan memajukan bisnisnya. Padahal, bisnisnisnya sedang berkembang pesat dan ia pun sangat bahagia dengan bisnisnya tersebut. Mengapa ini terjadi? Karena ternyata, saat ia berkunjung ke rumah orang tuanya, ayahnya berkata “anakku, kuliah tinggi-tinggi koq cuma jualan makanan, gak bergengsi blas.” Kalimat pendek inilah yang mendemotivasi sang pebisnis pemula ini.
Mendengar cerita itu, saya menjadi teringat kisah yang konon terjadi pada Thomas Alva Edison yang terkenal sangat bodoh di sekolahnya. Suatu hari Thomas Alva Edison pulang sekolah dan menyerahkan surat pemberian gurunya yang ditujukan kepada ibunya. Sang ibu menangis sambil membaca isi surat itu dengan mengeraskan suaranya: “Putra Anda seorang jenius. Sekolah ini terlalu kecil untuk menampungnya dan tidak memiliki guru yang cakap untuk mendidiknya. Mohon Anda mendidiknya sendiri.”
Jauh setelah ibunya wafat, dan Edison telah menjadi penemu ternama dan tokoh dunia, dia melihat-lihat barang lama peninggalan keluarga. Tiba-tiba ia melihat kertas surat terlipat di laci sebuah meja. Dia pun membuka surat tersebut dan membaca isinya “Putra Anda anak yang sangat bodoh. Kami tidak mengizinkan anak Anda bersekolah lagi.”
Membaca surat itu, Edison menangis berjam-jam setelah itu dan kemudian menulis di buku hariannya: “Thomas Alva Edison adalah seorang anak bodoh, tetapi karena seorang ibu yang luar biasa, mampu menjadi seorang yang jenius pada abad kehidupannya.”
Saya tidak tahu kebenaran cerita Thoma Alva Edison ini, namun cerita ini menyadarkan saya tentang begitu berpengaruhnya ucapan orang tua. Nah bagi Anda yang sudah menjadi orang tua, apa ucapan yang sering Anda sampaikan kepada putra-putri Anda? Ingatlah, ucapan Anda sangat mempengaruhi kehidupan buah hati Anda. Mari terus belajar menyusun kata untuk orang-orang di sekitar kita.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia