Baru-baru ini, kita dihebohkan oleh berita tentang “predator sex”, pelecehan seksual terhadap anak-anak dan kekerasan fisik di berbagai tempat termasuk sekolah. Saya begitu miris membaca laporan tim psikologi dan psikoterapi yang datang ke Sukabumi dan bertemu dengan anak-anak korban pelecehan seksual. Ternyata banyak diantara korban yang menganggap bahwa sang pelaku (Emon) adalah orang baik dan apa yang mereka lakukan bukanlah suatu kesalahan.
Mengapa mereka mengganggap bahwa yang dilakukan bukanlah suatu kesalahan? Karena, sebelum melakukan pelecehan seksual, si pelaku melakukan pendekatan, membantu mengerjakan PR, bermain bersama pelaku, memeluk dan memberikan “cuci otak” atau pemahaman kepada para calon korban.
Waspadalah, kekerasan fisik mudah kita kenali sementara kekerasan non-fisik sulit kita telesuri. Apa itu kekerasan non-fisik? Kekerasan melalui perkataan dan pernyataan yang melukai pikiran dan hati anak. Bisa berupa “cuci otak” kepada anak-anak, pernyataan-pernyataan yang merendahkan, men-demotivasi, cacian, celaan dan amarah kepada anak.
Anak-anak yang sering mengalami kekerasan non-fisik akan menjadi anak yang pendiam, pemurung, pemalu, mengurung diri, minder, tidak percaya diri, sulit bergaul, pemarah dan akhirnya pertumbuhan anak menjadi terganggu.
Agar kekerasan non-fisik tidak berlangsung lama, orang tua harus memiliki waktu untuk bermain dengan anak, mendengarkan dan memberi perhatian. Mengapa? Agar semua kejadian yang terjadi pada anak saat ia bermain dan di sekolah dapat kita rekam sedini mungkin.
Waspadalah, apabila anak lebih senang menyendiri di rumah atau lebih asyik bermain game di rumah. Bila hal ini terjadi, boleh jadi sang anak sudah terbiasa mendapat kekerasan non-fisik tanpa kita sadari.
Sementara bagi Anda yang sudah dewasa, jauhilah bergaul dengan orang yang sering berkata negatif, men-demotivasi, merendahkan dan gampang mencaci orang lain karena itu juga bentuk kekerasan non-fisik yang sangat berbahaya. Termasuk terlalu sering membaca atau menonton acara-acara yang negatif itu juga bentuk kekerasan non-fisik yang merusak hidup Anda. Waspadalah…. Waspadalah…
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
15 comments On Kekerasan Non-Fisik itu Berbahaya
Terimakasih atas artikel inspirasinya pagi ini kek, mohon izin untuk di share lapak sebelah … 🙂
Salam SuksesMulia
Silakan dishare mas, gak perlu izin 🙂
dapat nasehat pagi yg bijak di hari kebangkitan nasional, ayo berkatalah yg baik2 saja, jika tidak bisa berkata baik diamlah dan jgn lupa belajar 😀
Yes, akur
Makasih kek inspirasi paginya
Klo spt ini yai jamil sedang jd psikolog, multi talenta, kata kera ngalam tulisan nya mengandung mbois ilakes, kipa lop
Dilarang pakai bahasa planet di sini. Hehehe. Hidup Ngalam….
Iya kek, insyaAllah semakin sibuk semakin nikmat melihat perkembangan anak-anak, kisah ini juga jadi pelajaran buat kami.
Aku setuju juga bergaul dengan orang-orang positif, kayak di akademi trainer 🙂
Semenjak ikutan Wanna Be Trainer, aku dikelilingi orang-orang yang positif…
Alhamdulillah terima kasih ya kakek dan Akademi Trainer.
Salamku buat suami dan keponakan2ku ya
Saya miris lihat Film di Bioskop bertitel untuk R (remaja) tapi banyak adegan ciuman, yg lebih kurang elok lagi sampai-sampai kok bisa nak-anak bisa masuk untuk menonton meski bersama keluarga. Harusnya ada ketegasan dalam batasan penonton.
Semoga Indonesia bisa jadi TERBAIK dari waktu-waktu sebelumnya,
Semangat SUKSESMULIA!
😀
Masih suka nonton film remaja mas? Hehehehe
hmm ternyata seperti itu cara-cara pendekatan pelaku sebelum mem-brain wash korbannya…
klo seperti ini, perlu waspada thd org2 yg baru dikenal yg menawarkan “madu” unt kita…
Semoga nanti dgn terpilihnya Pemimpin baru kejadian2 predator anak yg melanda tanah air akhir-akhir ini dpt segera ditindak & tak ada lagi di Indonesia Tercinta… Aamiin
Ada kebaikan “semu” di kanan kiri kita mas
Sungguh merupakan potret buram yang menimpa dunia pendidikan di bumi pertiwi dewasa ini. PR terbesar bagi kita orang tua, sejatinya tidak hanya bisa bertanya, “PR sudah kerja belum? Matematika dapat berapa? Sudah Les blum? mengapa ini merah, itu merah?” Padahal ada yang lebih penting dari itu justeru kerap terabaikan. Orang tua yang hebat sejatinya harus mampu menampilkan peran terbaiknya dalam dua dimensi utama.
Disatu sisi ORANG TUA harus mampu melakukan interpensi-terdesain terkait arah masah depan anak. Disisi lain, orang tua harus mampu melakukan shifting gear menjadi SAHABAT, teman curhat tebaik anak. Sehingganya emotional bounding tetap terjaga, komuniaksi keluarga semakin berkualitas, akhirnya radar orang tuapun semakin pekah, hingga mudah mengendus ketiaka ada perubahan signal dari anak sejak dini. Benar ga kek? Wah, ko malah ceramah lagi nih. He..he..he..
Wah idenya kerON nich, ayo jadikan tulisan mas