Kemarin saya menjemput Hana, anak perempuan saya, di sekolahnya. Ia kini kelas 9 alias SMP kelas 3. Begitu memasuki mobil, ia langsung berkata, “Pak, lihat cowok yang lewat itu. Dia cowok yang pernah mbak Hana tempeleng.” Mendengar cerita Hana saya terkejut. “Hah! anak perempuanku melakukan kekerasan. Ia berani menempeleng laki-laki,” bisik saya dalam hati.
Kemudian saya bertanya kepada Hana, “Lho kenapa kamu tempeleng?” Dengan cepat Hana menceritakan “kekurangajaran” lelaki itu terhadap Hana dan teman-teman perempuannya. Setelah mendengar cerita Hana, di dalam hati saya berkata, “Yes! Anak perempuanku punya prinsip.”
Memang kita perlu mengajarkan kepada anak-anak keimanan, kelembutan, kasih sayang, cinta, empati dan respect. Namun jangan lupa, kita juga perlu membekali mereka dengan nyali, ketegasan dan keberanian melawan kemaksiatan atau ketidakbenaran yang terjadi.
Di era permisif seperti sekarang ini, terkadang bias antara sesuatu yang sebenarnya “dilarang” dan sesuatu yang memang boleh dilakukan. Beberapa kali saya menyaksikan di televisi, lelaki bergaya perempuan, lelaki dan perempuan yang belum menikah peluk-pelukan, murid melecehkan dan menghina guru dengan candaan.
Tontonan seperti ini sudah terlihat biasa. Sungguh berbahaya bila perilaku ini menjadi tuntunan generasi muda. Oleh karena itulah, walau ada yang berkata tak boleh berkata “jangan” saat mendidik anak, saya tetap berkata, “Nak, yang seperti itu jangan kau lakukan ya.”
Kepada anak-anak saya ajarkan ketegasan dan keberanian untuk berbeda dengan sekitarnya bila itu melanggar etika dan berbuah dosa. Manusia mulia itu punya prinsip dan tidak mudah terbawa arus ke arah yang serba permisif. Budaya permisif itu merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Semua serba boleh, semua menjadi maklum, semua menjadi wajar. Dan, akhirnya, semua serba rusak.
Mari kita kembali ke nilai-nilai agung yang sudah digariskan oleh Sang Maha Pencipta. Dia mampu mengatur semesta dan milyaran planet yang ada. Sungguh naif bila kita berpikir bahwa aturan yang Dia turunkan tak bisa mengatur kehidupan manusia. Budaya permisif terkadang menjauhkan kita dari nilai-nilai dari Sang Maha. Kembalilah sebelum benar-benar terlambat.
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
12 comments On Jauhi Budaya Permisif
Yaaaa syukrON kek, hal2 seperti ini yang sudah memudar di remaja indonesia
Sama-sama bang…mari kita selamatkan generasi muda
Betul kek.
Kata “jangan” dalam memdidik anak kayaknya g masalah, Luqman Al-Hakim pun memakai kata jangan ketika mengajari anaknya. Bahkan sampai diabadikan dalam Al-Qurr’an 🙂
Yes… Janganlah kamu menyektukan Allah… Janganlah berkata “uff atau ah” kepada ortu…..
Betul kek… Semoga kita bisa menjadi orang tua yg baik untuk anak-anak kita, karena zaman semakin edan
Amin YRA, perlu terus belajar dan berjuang
Iya kek. Jgn sampai budaya permisif menjadikan munculny bibit-bibit ‘Emon’ atau klo di TV disebut ‘predator sek***l’ baru…
Yes, anak perlu tahu bedanya hitam dan putih 🙂
na’am
sekarang, kebanyakan menganggap hal yg dianggap biasa adl kebenaran…
syukron ilmunya kek
Kebenaran semakin relatif 🙂
Keren pak ….budaya barat sudah merajalela melalui media dan kita smakin gak berdaya
minimnya keterlibatan perempuan untuk mengambil peran dalam urusan publik khususnya ke dunia politik saat ini, apakah dipengaruhi oleh buday permisif?