Barangkali ada yang mengernyitkan dahi ketika membaca judul: Jadilah Leader yang Emosional. Ya, emosional saat ini mengalami penyempitan makna. Emosional dianggap sebagai kondisi dimana orang diliputi emosi negatif seperti marah atau sedih yang berlebihan. Kita familiar dengan celetukan, “jangan emosian dong!” atau “dia orangnya gampang emosi sih”
Padahal kalau kita telaah definisi emosional menurut kbbi, kelihatannya netral saja. Emosional adalah penuh perasaan atau bisa juga diartikan dengan beremosi.
Emosinya bisa macam-macam, bukan hanya marah atau sedih saja. Bangga atau senang pun bisa disebut emosional. Memang segala yang berlebihan itu tidak baik. Maka bila seorang Leader menjadi terlalu emosional dalam bisnis, apapun itu emosinya, akan mengganggu objektivitas dalam analisa, ketepatan dalam pengambilan keputusan, dan bahkan menggagalkan proses negosiasi.
Namun emosi tetap menjadi sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh Leader. Doug Sundheim menyampaikan di Harvard Business Review bahwa emosi diperlukan untuk membangun rasa percaya, memperkuat hubungan, menetapkan arah, memfokuskan energi, mendorong tim bergerak, membuat pengorbanan, mengambil keputusan yang sulit, dan belajar dari kegagalan. Ternyata banyak sekali manfaatnya.
Tanpa emosi, segala sesuatu akan selalu menjadi datar. Anda membutuhkannya di depan untuk dapat mengatur prioritas. Anda membutuhkannya di belakang untuk memotivasi dan menginspirasi. Demikian dilanjutkan oleh Sundheim. Dengan begitu, seorang Leader perlu mampu mengontrol emosi agar tidak berlebihan ekspresinya atau justru tidak muncul sama sekali.
Banyak Leader yang menyembunyikan emosinya sebagai usaha agar terkontrol, kelihatan kuat dan menjaga segala hal di dalam kendalinya. Namun melakukan hal tersebut ternyata justru membuat ia semakin tidak terkendali dan melemahkan kapasitas untuk memimpin. Sebab ketika kita menyembunyikan emosi, sebenarnya yang kita lakukan adalah menekan emosi itu ke dalam diri kita tanpa mendapat ruang sama sekali untuk diekspresikan.
Emosi menjadi seperti sampah yang terus tertimbun di dalam diri. Akibatnya, kita kehabisan tenaga, tidak pernah benar-benar terhubung dengan orang di sekitar kita, sulit berkomunikasi secara powerful, dan berujung pada stres berat.
Sebuah sumber bahkan menjabarkan pengaruh emosi yang tidak terkelola dengan baik terhadap munculnya penyakit fisik. Ternyata duka dan kecemasan berhubungan dengan sakit di paru-paru dan usus besar, depresi berhubungan dengan sakit di pankreas dan limpa, marah berhubungan sakit pada hati, takut berhubungan dengan ginjal dan organ reproduksi.
Jadi bagaimanakah cara yang tepat untuk mengendalikan emosi?
Lakukan lima langkah ini: Recognize, Accept, Express, Appreciate, Let go. Langkah pertama, kenali emosi Anda (recognize). Untuk dapat mengendalikannya, Anda perlu mengenali emosi apa yang sedang Anda rasakan. Sebab setiap emosi punya kebutuhan yang berbeda.
Orang jarang menyadari bahwa emosi itu bervariasi. Banyak yang terpaku dengan 3 jenis saja yakni senang, sedih, dan marah. Anda dapat berselancar di internet untuk mempelajari jenis-jenis emosi lebih lanjut.
Ketika Anda sedang dihadapkan pada sebuah situasi dan telah mengenali emosi, langkah kedua adalah menerima kehadiran emosi tersebut (accept). Jangan menolaknya, atau mengabaikannya. Misal, ‘ah, masa saya marah, nanti saya disangka lebay.’ Atau ‘kaya gini aja kok cemas. Plis deh.’ Sebaliknya, katakan ini pada diri Anda. ‘oke saat ini saya marah.’ ‘saya menerima diri saya yang sedang cemas.’ Ini akan membuat Anda lebih ringan dalam menghadapi emosi.
Langkah ketiga adalah mengekspresikan emosi dengan efektif (express). Perhatikan situasi dan orang-orang yang sedang hadapi, fokuskan pada tujuan apa yang paling penting untuk dicapai pada saat itu, kemudian tentukan bagaimana Anda akan mengekspresikan emosi Anda. Meskipun mungkin membuat suasana tidak nyaman sesaat, itu lebih baik ketimbang Anda memendamnya sampai menjadi bom waktu yang meledak di saat yang tak terduga.
Langkah keempat adalah menghargai hadirnya emosi (appreciate). Setiap emosi yang hadir sesungguhnya membawa pesan atau hikmah yang menggerakkan Anda untuk melakukan atau berhenti melakukan sesuatu. Temukan apa pesan itu.
Terakhir, relakan diri untuk melepaskan emosi itu. Tanpa sadar, kadang kita tidak membiarkan emosi itu pergi. Tandanya adalah ketika kita masih mengungkit-ungkit, masih merasa menjadi korban. Bila kita ingin bebas dan melangkah maju lagi dengan ringan, relakan emosi itu pergi.
Kemampuan mengelola emosi akan menguat bila Anda fokus pada kunci-kunci #EssentialLeadership.Sudah sejauh mana Anda melakukannya?
Anda bisa memperoleh asesmen dan strategi pengembangannya di “ESSENTIAL LEADERSHIP TRAINING – Your Keys to Become Powerful Leader”, yang akan diadakan pada tanggal 1-2 November di Hotel Mercure Surabaya!
Daftar sekarang, segera dapatkan asesmen Essential Leadership dan ikuti program online bersama Jamil Azzaini.
Cari tahu informasi lengkapnya di
atau hubungi (021) 29 400 100 / 082 111 999 022 (Murni).
1 comments On Jadilah Leader yang Emosional
Saya takjub banget baca ini pak Jamil.
Karena, jauh sebelum baca artikel ini atau yang mungkin serupa, saya sudah melakukan hal tersebut secara otodidak, tanpa ada intruksi dari manapun.
Alhamdulillah, saya sudah sampai tahap terakhir dengan merelakan emosi tersebut.
Masalah saya cuman satu, saya masih merasa gagal melakukan hal tersebut pada keluarga yaitu suami dan anak.
Masih dalam tahap belajar tahap ke empat, semoga bisa ke lima seperti saya menerapkan hal tersebut saat berhadapan dengan orang lain 🙂