Hidup yang Singkat

Share this

“Hidup ini Singkat. Terlalu rugi bila kita menyediakan waktu untuk hal yang sia-sia….” Jamil Azzaini’s Quote

Saya tinggalkan menonton atau membaca berita di pagi hari, karena memang isinya kebanyakan negatif. Kebiasaan itu saya ubah dengan membaca kitab suci, menulis artikel untuk website JamilAzzaini.com, bercengkerama dengan keluarga atau olah raga ringan di sekitar rumah.

Mengubah hal-hal kecil bisa mengubah banyak hal. Apalagi bila yang diubah, ditinggalkan atau dicampakkan itu sesuatu yang tidak memberi manfaat sama sekali bagi pengembangan diri kita.

Hidup ini singkat, terlalu rugi bila kita menyediakan waktu untuk hal-hal yang sia-sia.

Baca Juga  Kerjakanlah Sesuatu Yang Menjengkelkan dan Menyakitkan

3 comments On Hidup yang Singkat

  • Meredam Teriakan Malam
    Perempuan tua itu tetap melanjutkan pekerjaanya. Ia menghaluskan cabe merah untuk sambal bakso milik suaminya. Perempuan berbadan kurus itu baru dapat berita penting dan genting. Awalnya ia ingin tetap menuntaskan semua pekerjaannya demi membantu kelanjaran suaminya. Namun berita susulan cukup menggetarkan jiwanya. Salah satu anak perempuanya, kini tanpa sadar berbaring lemah di atas dipan di sebuah gedung mewah bernama rumah sakit umum Islam. Tulang – tulang tubuhnya seakan – akan menjadi lembek tidak kuat menahan tubuh mungilnya. Kini ia mencoba menahan beratnya beban berita ini. Langkah kakinya terasa berat. Ia butuh kekuatan yang bisa mengencangkan jiwanya.
    Jam dinding menunjukan pukul 10.30 wib pagi menjelang siang, tangan kanan perempuan itu mengambil handuk kream bergambar kucing sambil memegang kumisnya. Ia segera membersihkan badan untuk merontokan segala daki yang setia menempel tubuhnya. Hitungan kisaran lima belas menit, perempuan itu menyelesaikan acara bersih-bersih badan. Iapun bersegera bersiap diri untuk meluncur menuju ke tempat dimana putrinya di kelilingi para perawat dan di awasi para dokter. Dengan modal helm besar putih, perempuan itu segera meluncur cepat dan terukur melewati rumah, gang sempit hingga menuju jalan raya utama pantura.Suara menderu-deru keluar kuat dari knalpot berbagai merek kendaraan.
    Enam puluh kilo meter perjam ia menyusuri jalan raya yang sesak dengan motor roda dua, tiga, empat bahkan motor beroda lebih dari enam. Pasar tradisonal yang bersebelahan dengan jalan raya utama, menghambat laju cepat perempuan itu. Antar angkot umum dan dokar plus becak sering menjadi keterlambatan laju kendaraan. Bukan karena jalan raya sempi namun kedisplinan para pengendara masih rendah alias semau diri sendiri.Perempuan iti harus ekstra hati-hati, sebab seringkali nongol orang menyeberaqng jalan tanpa tengak-tengok. Belum kendaraan bermotor tanpa tanda belok tiba-tiba belok kiri. Kehatia-hatian menjadi kunci mengendarai kotor segala merek atau jumlah roda.
    Keringat yang menempel di dahi perempuan itu, ikut setia menemani perjalanan hingga sampai ke ruang ICU – ruang khusus bagi pasien yang membutuhkan perawatan secara intensif – Ia agak setengah berlari menuju ruang ICU, namun sang perawat memberikan peringatkan agar memakai baju khusus sebelum masuk ICU katanya biar steril.
    Kedua mata perempuan itu nampak lembab oleh air mata yang mengalir seret, saat menyaksikan tubuh anaknya yang lunglai tanpa sadar berbaring lemah di atas spring bad khusus pasien. Perempuan itu melatakan telapan tangannya pada dahi putrinya yang tidak menyadari kedatangan ibunya. Selang melilit di tangan,dan selang oksigen menutupi kedua lubang hidung yang ujung selangnya berakhir dengan koop untuk membantu pernafasan sang pasien, agar bisa terbantu dan tertolong. Semoga.
    Lima belas menit kemudian,perempuan paruh baya itu keluar dari ruangan. Ia tidak lupa melepas baju khusus ruang ICU dan menempatkan kembali pada tempat semula. Kedua mata perempuan itu mencari-cari bangku duduk bagi keluarga pasien. Bangku panjang bercat putih, menjadi saksi bisu akan lemahnya tubuh perempuan itu. Ia mencoba duduk sambil bersandar. Ia mencoba menatap optimis akan nasib putrinya yang kedua itu. Sebenarnya putrinya sudah kesekian kalinya keluar masuk rumah sakit. Namun baru kali ini putrinya masuk rumah sakit dengan keadan tidak sadar. “ada apa ini??!” tutur perempuan itu dalam hatinya semata.
    Deretan rapi di ruang ICU memperlihatkan aneka macam jenis penyakit. Terbukti di sana ada banyak orang yang memenuhi ruang ICU. Bahkan kata perawatnya terkadang harus menolak pasien karena keterbatasan tempat. Inilah potret nyata yang telah di lihat oleh perempuan itu. Ia mencoba terus menguatkan jiwanya untuk menghadapi ujian ini. Setidaknya ia masih bisa bersyukur masih mendapati putrinya dengan selamat sekalipun dalam kondisi tidak sadar diri.
    Matahari terus merangkak ke arah barat, pertanda ada pergantian siang menjadi malam. Ini sudah menjadi sunatullah yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada makhluknya bernama matahari. Lampu listrik mulai menyala terang memancar di sekitar gedung megah bercat hijau berpaduan putih bersih. Satu persatu keluarga pasien bersiap diri menyambut seruan adzan maghrib. Keluarga pasien hanya bisa bergantian untuk melaksanakan kewajiban diri sebagai seorang beriman kepada Allah SWT. Pasien butuh pendamping,minimal satu orang agar siap sewaktu dibutuhkan atau di panggil perawat atau dokter.
    Jarum jam dinding terus berlarian tanpa kenal lelah, tiada terasa jarum pendek diangka sebelas sedang jarum panjangny berada tepat diangka dua belas, ini berarti pukul 23.00 Wib alias jam sebelas malam. Kedua mata perempuan mulai sayup-sayup mengantuk. Ia mencoba memecamkan kedua matanya sambil duduk di bangku panjang bercat putih. Namun nakalnya nyamuk jantan dan betina menjadikan perempuan itu tidak bisa tidur. Terkadang tangan kanan perempuan itu naik turun mengejar nyamuk.
    Plok..plok…plok suara sepatu perawat nampak terang ditelinga perempuan berbadan kurus itu, ia menyaksikan lelaki tua berbadan subur, tak berdaya di atas spring bad roda. Dua lelaki berseragam putih mendorong spring bed yang satunya lagi mengendalikan arah spring bed sambil memegang infus. Ya kini bapak itu menuju ruang ICU untuk segera mendapatkan perawatan cepat dan intensif. Tambahan teman baru untuk putri perempuan itu. Namun teman baru tidak akan pernah tegur sapa satu dengan lainnya. Wajar mereka semua terkapr tiada daya untuk melakukan tegur sapa.
    Tepat pukul 24.10 WIB suara pecah berhamburan di ruang tunggu ICU. Lima Pasang mata mengucurkan derasnya air mata. Warna kemarah-merahan menghiasi mata mereka. Ya lelaki yang baru satu jam masuk ruang ICU Allah SWT takdirkan meninggalkan dunia yang fana ini. Konon penyakitnya sudah akut dan faktor usia yang sudah tua, namun ini sudah menjadi takdir rabb yang tiada seorang bisa menolak atau mencegahnya. Innaa Lillahi Wa Inna ilaihi Roojiuun.Kita adalah kepunyaan Allah Swt dan kita akan dikembalikan kepada-Nya. Perempuan itupun ikut juga meneteskan air mata kesedihan namun tidak mengeluarkan suara tangisan.takut di bilang cengeng atau tau diri karena bukan keluarganya.
    Hati perempuan itu bergetar begitu menyaksikan kehidupan yang berubah kepada kematian. Ia masih berharap semoga putrinya masih diberi kesempatan untuk beramal di dunia ini. Ia masih ingin menyaksikan kehidupan di dalam putrinya. Ia tetap berharap semoga Allah SWT masih tetap menjaga kesehatan putrinya. “ Amin” ucap perempuan itu sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya .
    Detak jarum jam dinding terus berputar seiring berputarnya matahari, waktu dua puluh empat jam sudah terlewati oleh perempuan itu. Namun wajah perempuan itu masih menampakan kesedihan. Hal ini ditandai berkurangnya selera makan. Tumpukan makanan dengan aneka bentuknya mulai dari bolu,roti kering,roti tawar, buah jeruk,salak bahkan jajanan kalengan betul-betul tidak menggugah selera makan. Yang ada ingin putrinya segera sembuh, minimal segera sadar diri agar bisa berkomunikasi.
    “Kelurga ibu Minah !!” panggil perempuan berseragam hijau pupus. “ Dalem ibu” jawab perempuan tidak berjilbab itu sambil menuju ke sumber panggilan. Secarik kertas putih ia terima. Ia masih bingung apa yang harus dilakukan, padahal ia sendirian menunggu putrinya, sedang untuk mengambil kantong darah harus keluar dari gedung rumah sakit. Ia mencoba kembali duduk dibangku panjang bercat putih itu. Ia mencoba menatap jam dinding yang berada di atas pintu masuk ruang ICU. Sambil tangannya meraba-raba saku bajuanya perempuan itu mengeluarkan kertas putih lembaran. Ia masih teringat dengan putri keempatnya yang memberikan catatan nomor handphone keluarganya. Dimana nomor itu bisa segera dihubungi bila ada keperluan darurat. Namun perempuan itu tidak memegang hand phone, bukan tidak mau dikasih,tetapi tidak bisa menggunakannya.
    Perempuan itu mencoba bangkit dari bangku panjangnya menuju keruang perawat, ini menyodorkan selembar kertas kepada perawat. Ia minta tolong agar bisa dihubungkan dengan salah satu nomor yang ada di lembaran kertas. Dengan susah payah meyakinkan hatianya,akhirnya ia berani minta tolong kepada perawat yang sedang berjaga di salah satu runag khusus perawat. Dengan sigap sang perawat membantu perempuan itu setelah membaca memo dari ruang ICU. “ ini harus segera di carikan karena keberadaan kantong darah sangat dibutuhkan untuk putri ibu” ucap perempuan berbadan subur sambil menekan nomor Hpnya. Perempuan itu hanya menganggukan kepalanya sebanyak tiga kali.
    Jam dinding menunjukan pukul 09.00 wib,sosok lelaki berbadan semampai muncul dari ruang poli umum. Kehadirnya memang sudah lama dinanti-nanti. Perempuan tua itu berharap kandong darah bisa segara di usahakan dan bisa segera ditransfusi ke putrinya. Ia sangat berharap jarak tempuh tempat pengambilan darah tidak begitu jauh dan tidak lama mengantri di sana. Namun ia hanya bisa bermohon agar berjalan lancar dan selamat.
    Perempuan itu kembali duduk di atas bangku panjang bercat putih, ia menunggu jadwal besok dibuka,ia mulai mengerti kapan ia bisa masuk ruangan ICU dan kapan dia harus keluar dari ruangan. Perempuan itupun kini mengerti aktifitas sebuah rumah megah namun tidak ada yang mengingini tinggal di sana. Perempuan itu masih sangat mengharap semoga putrinya bisa segera meninggalkan gedung megah ini.Ia tidak meninginkin putrinya berlama-lama tinggal di gedung ini. Sekalipun bagunan mentereng namun dalamnya penuh kesedihan dan kepedihan. Dan ini yang menjadikan perempuan itu ingin segera pulang bersama putrinya. Semoga bisa dan terijabahi oleh Allah Rabbul Aalamiin. Aamin. 261014-02 Muharram 1436 H By Sahiri. 12:44 wib

  • Akhirnya anak perempuan yang kedua meninggal pada hari Jumat malam Sabtu tanggal 07 Nopember 2014

  • Alhamdulillah…diingatkan lagi…. salam

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Site Footer