Harapan Seorang Anak

Share this

Untitled-2Sabtu, 19 Oktober pekan lalu anak saya Muhammad Zulfikar Abdurrahman (Izul) genap berusia 10 tahun. Ia terlahir setelah ibunya berjuang antara hidup dan mati selama 3 pekan di ruang ICU Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta. Begitu terlahir Izul langsung dimasukkan ke inkubator dan tubuhnya dipenuhi dengan kabel pendeteksi penyakit.

Hingga usia 6 tahun, ia masih sulit bicara. Saat masuk SD, ia belum bisa membaca dan menulis. Tes IQ dari sekolah menunjukkan angka 90. Nilai raportnya pernah termasuk yang terburuk di sekolahnya. Namun dengan berbagai terapi yang kami lakukan, Izul tumbuh normal dan prestasi di sekolanyapun terus menunjukkan kemajuan.

Sabtu lalu, kami menghabiskan waktu sejak pagi bersama Izul dengan berendam di pantai Ancol, bersepeda, berenang di kolam renang dan syukuran dengan anak-anak yatim. Saat bersepeda, sengaja Izul saya bawa ke Le Bridge Restaurant. Melewati jembatan kayu di atas laut menuju restoran, kami bersepeda dengan penuh suka cita.
Sembari sarapan di Le Bridge Restaurant, saya bercengkerama berdua dengan Izul. Saya bercerita tentang sosok Chairul Tanjung dan sepak terjang bisnisnya. Saya juga bercerita kepada Izul tentang profil Sandiaga Uno. Tak lupa pula saya bercerita tentang Erick Thohir yang baru saja membeli klub sepakbola ternama Italia, Inter Milan.

Mendengar cerita saya, Izul menimpali, “Kalau Izul besar nanti, Izul mau beli Manchester United (MU) dan Barcalona biar bapak senang. Tapi gak mau ah, MU sekarang kalah melulu. Hahaha…” Kami terus bersendagurau sambil menikmati suasana laut di Ancol. Rasa bangga dan kagum kepada sosok kecil yang nyerocos bercerita di depanku semakin menggelora.

Baca Juga  Jangan Makan Sampah

Ketika sarapan sudah hampir habis, saya bercerita tentang sosok sahabat nabi bernama Abdurrahman bin Auf. Ia adalah pebisnis, konglomerat, hobinya berjuang dan berdakwah serta memperbanyak sedekah. Nabi menyebutkan, laki-laki ini dijamin masuk surga tanpa perlu ditanya-tanya lagi. Ia punya jalur khusus masuk surga.

Saya katakan kepada izul, “Di deretan namamu ada nama Abdurrahman. Bapak berharap kelak Izul seperti Abdurrahman bin Auf. Hebat di dunia, dan ditunggu nabi di Surga. Kamu bisa bertemu dan ngobrol dengan Abdurrahman bin Auf. Bapak menemanimu di sebelahnya. Bapak akan potret kamu saat kamu sedang ngobrol dengan sahabat nabi yang hebat itu.”

Saya lihat wajah dan mata Izul berbinar. “Gak hanya bapak yang Aku bawa ketemu sahabat nabi di surga. Semua keluarga kita, aku ajak,” ujarnya. Saya pun menarik nafas haru.

Usai sarapan, kami melanjutkan bersepeda, berenang dan ke acara puncak syukuran Izul di Bogor bersama anak-anak yatim. Nabi seorang anak yatim, ia mencintai anak yatim semoga sang nabi pun mencintai Izul. I love you Izul…

19 comments On Harapan Seorang Anak

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
9 * 1 = ?
Reload

Site Footer