In the touch of love everyones becomes a poet,
In the touch of death everyones becomes a philosopher..
Jum’at 27 Juni, sebuah pembelajaran hidup yang sangat besar Allah torehkan kepada saya sebelum Ramadhan menjelang. Seorang Klien, teman, sahabat yang sudah seperti adik sendiri menjemput takdirmya menjumpai sang Khalik. Masagoes Indra namanya, seorang ayah dari dua putrinya yang cantik. Seorang adik, yang mengajarkan betapa cinta kepada Istri dan Ibu adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh mahluk yang bernama laki-laki dengan penuh kerendahan hati. Iya, rendah hati adalah kata yang pas untuk merefleksikan sosoknya.
Walau sudah sangat diketahui bahwa beberapa bulan ini ia berjuang melawan kanker stadium akhir, tetap berita wafatnya beliau menjadi unpleasant surprise saat itu. Dua hari sebelum wafatnya, saya pernah berjanji kepada ibunya untuk menjenguk kembali Indra dan sekedar menyemangatinya kembali.
Dari cerita orang-orang, beberapa kali kemotherapy ditambah radiasi sudah sangat “boleh” merobohkan semangat seseorang untuk kembali sehat dari penyakit ganas yang dideritanya. Tapi berbeda dengan Indra, kesakitan yang dirasakan setelah program kemo atau pengobatan lainnya ia rasakan sendiri dengan ketabahan yang luar biasa. Ia sabar dan ia tegar.
Bahkan sepertinya ia tidak begitu memedulikan prediksi dokter ahlinya yang menyebutkan bahwa ia hanya mampu bertahan selama 3 bulan. dalam sebuah pertemuan dengannya setelah kemotherapy yang kesekian kali, alih-alih memotivasi dirinya, justru saya yang merasa belajar bagaimana seharusnya saya dan kita menghargai hidup yang kita punya.
Sehebat-hebatnya manusia berusaha, Allah Sang pengenggam hiduplah yang akhirnya berkuasa. Setelah berbagai ikhtiar dijalani, pengobatan dan terapi dilalui, Indra si jangkung baik hati ini harus kembali. Ia dulu terlahir dan hadir ke dunia karena cinta, cinta kedua orangtua dan sang khalik. Ia hidup dengan cinta, ketika ia sakit dan sakitnya sangat luar biasa. Cinta pulalah yang membuatnya bertahan. Dan ketika ia harus pergi, ia pun pergi dengan cinta.
Sesaat setelah kepergiannya, saya sejenak terdiam berpikir : ” Betapa kehidupan dunia dan segala kemilaunya menjadi seketika tidak menarik dihadapan kematian “.
Teringat ketika guru saya mengutip apa yang dikatakan plato ” In the touch of love everyones become a poet , didalam sentuhan cinta smua orang yang jatuh kedalamnya berubah menjadi penyair “, lantas ia tambahkan, ” but in the touch of death everyones become a philosopher, namun dalam sentuhan kematian, setiap orang seketika menjadi filsuf “, dan di dua hari sebelum ramadhan kemarin saya merasakan keduanya, I’ve touched by the death in love … saya merasakan kepergian yang penuh cinta.
Akankah kita pergi dengan impact yang sama ???
Makasi untuk pembelajarannya, Indra, adikku. Allohummagfirlahu, waafihi, wa fuanhu.
Harri Firmansyah
1 comments On Hadir, Hidup, Bertahan dan Pergi Karena Cinta
Terima kasih Kang Harri sudah diingatkan 🙂