Flexible Work

Share this

Pandemi covid-19 telah melahirkan banyak istilah dalam dunia kerja. Ada work from home, work from office, work from anywhere dan masih banyak istilah lainnya. Cara kerja mana yang lebih cocok untuk saat ini dan masa depan? Berbagai studi menyebutkan bahwa work from home ternyata meningkatkan produktivitas. Tapi, yang perlu kita sadari juga, selayaknya 2 mata pisau, working from home / remote working ini ternyata juga memiliki kekurangan apabila, tidak diimbangi dengan tatap muka secara langsung.

Menurut Microsoft’s Work Trend Index, 50% karyawan yang bekerja secara remote merasa kesepian dibanding sebelumnya. Kesepian ini, bukan tidak mungkin membuat karyawan akan lebih mudah mengalami burn-out, atau stress yang justru malah implikasinya negatif terhadap performa kerjanya.  Menurut Tracy Brower dalam artikelnya di Forbes, masa depan adalah eranya Flexible Working Arrangements. Kebijakan Flexible Working Arrangements (FWA) atau pengaturan kerja fleksibel, tidak mengharuskan karyawan untuk bekerja dari rumah, tetapi bisa dari mana saja dengan waktu kerja sesuai preferensi (Chung & van der Lippe, 2020).

Pada sebuah studi dari Atlassian, menunjukkan 51% respondennya lebih memilih memiliki rumah di lokasi yang berbeda dengan kantornya. Artinya, mereka harus menempuh perjalanan yang relatif lebih lama, untuk dapat sampai ke kantornya. Oleh karena itu, pada studi yang sama 43% diantaranya lebih memilih untuk bekerja secara fleksibel atau hybrid. Dimana mereka hanya perlu sesekali pergi ke kantor. Studi ini diperkuat dengan data dari McKinsey. Hasil survey terhadap 80 juta pekerja di Amerika Serikat, 87% diantaranya memilih untuk bekerja secara fleksibel, dengan rata-rata dapat bekerja di rumah selama 2-3 hari/minggu.

Baca Juga  Kutitipkan Masa Depan Akhiratku

Tidak hanya di Amerika, data dari PwC terhadap karyawan di Asia Pasifik pun, menunjukkan kecenderungan yang sama. Adapun ⅔ karyawan lintas industri memilih untuk dapat bekerja secara hybrid. Dimana 74% karyawan di Indonesia menjadi bagian dari ⅔ tersebut. Pengaturan kerja secara hybrid ini nyatanya juga menjadi daya tarik untuk para gen Y dan Z. Dimana mereka, adalah generasi yang mendominasi bursa kerja saat ini. Studi dari LiveCareer menunjukkan 76% Gen Y, 69% Gen Z, dan 64% Gen X memiliki ekspektasi untuk dapat bekerja secara FlexWork bahasa gaulnya.

Saya pun menyadari untuk dapat menerapkan FlexWork ini, bukan perkara mudah untuk perusahaan. Selain infrastruktur teknologi, kebijakan, dan budaya perusahaan pun perlu dipersiapkan secara matang. Dan pastinya ini bukan proses yang instan. Butuh waktu yang lama, untuk bisa menemukan model yang tepat untuk perusahaan bahkan tim Anda. Namun, apakah akan sepadan dengan benefit yang diberikan?

Jawabannya Ya, Menurut Hunter, tahun 2019, perusahaan yang telah menerapkan kebijakan FlexWork, melaporkan adanya peningkatan produktivitas karyawan sebesar 83%. Selain itu, survey terhadap Kementrian Kominfo RI, mengindikasikan lebih dari 80% karyawan melaporkan Flexible Work memiliki dampak yang positif terhadap performa individu. Walaupun demikian, mereka juga tetap menemukan tantangan, seperti ketersediaan akses internet, urusan rumah tangga, serta sulitnya berkoordinasi.

Pertanyaan selanjutnya, apa si yang perlu Anda persiapkan sebagai pemimpin, untuk menyambut era FlexWork ini? Agar jika saatnya tiba, Anda dan tim Anda sudah siap mengikuti kebijakannya.

Pertama, upgrade skill menjadi prioritas utama; Menurut survey terbaru dari PwC, Leadership skill merupakan 1 dari 3 inhibitor yang dapat menghambat secara signifikan proses transformasi sebuah perusahaan. Inhibitor sendiri dalam reaksi kimia, merupakan zat yang menghambat atau menurunkan laju reaksi kimia. Artinya, jika skill ini tidak dikuasai oleh para leader, maka laju perusahaan akan sangat terhambat. Sekarang, saya minta Anda renungkan sejenak sejauh mana Anda telah menguasai skill ini. Jika sudah, bagaimana hasilnya?

Baca Juga  Pentingnya Mindset yang Benar

Menurut survey dari AceUp, 74% Leader merasa mereka sudah menginspirasi timnya. Mereka telah menjalankan perannya sebagai leader dengan baik dan mempraktekkan leadership skill secara optimal. Namun, saat ditanya ke timnya, survey membuktikan hanya sebanyak 27% anggota tim yang merasakannya. Jadi, yuk kita terus tingkatkan capabilities kita sebagai seorang Leader, agar mampu menjadi pemimpin yang benar-benar bisa memimpin.

Tidak hanya leadership skill, namun skill lain yang berkenaan dengan area kerja Anda pun perlu terus di upgrade secara berkala. Menurut survey McKinsey, lack of skill merupakan kendala utama yang dirasakan 30-40% karyawan untuk mempersiapkan 2030. Sejumlah perusahaan besar pun telah mengambil langkah, seperti Amazon yang menghabiskan 700 milyar USD, untuk memberikan training kembali kepada 100.000 karyawannya. Jadi, kapan Anda ingin mulai upgrade skill?

Kedua, employee-engagement perlu terus dikuatkan. Employee-Engagement disini maksudnya, karyawan menemukan keterikatan antara value yang ia miliki dengan apa yang mereka sedang kerjakan. Jadi bukan hanya sekedar akrab dan bercanda haha hihi. Namun Anda, sebagai Leader mengenali dan mampu menemukan hook dari anggota tim Anda dengan misi perusahaan. Sehingga, mereka lebih dapat memaknai apa yang sedang dikerjakan dan bagaimana yang dikerjakan mampu berdampak terhadap dirinya dan masyarakat luas.

Ketiga, digital transformation menjadi jembatan, bukan tujuan. Saat pandemi kemarin, kita mungkin sudah terbiasa menggunakan perangkat digital untuk menunjang pekerjaan kita sehari-hari, bukan? Tapi seberapa membantu Anda? Karena yang saya lihat, orang hanya mengalihkan apa yang dilakukan secara offline menjadi online. Orang tetap harus bolak-balik meeting, bedanya yang sekarang lewat Zoom. Orang mungkin tidak terganggu dengan interupsi secara fisik, namun WAG atau Slack terus berbunyi. Orang mungkin tidak memerlukan waktu transportasi, namun jam kerja menjadi lebih panjang. Gimana tidak justru meningkatkan stress kerja?

Baca Juga  Mengapa Semangat Mudah Memudar?

Cara kerja ini perlu dievaluasi dan digantikan dengan metode Asynchronous yang memang lebih tepat untuk skema kerja fleksibel. Sehingga, digitalisasi dapat dioptimasi agar proses kerja dapat lebih lean, namun menghasilkan output yang sama bahkan lebih.

Jadi, seperti apakah kerjaan kita di masa depan? Bisa jadi semua masih terasa samar-samar. Namun, satu hal yang pasti, Flexible Work merupakan bagian dari masa depan. Perusahaan bisa jadi saat ini sedang membangun infrastruktur ke arah sana. Anda, sebagai bagiannya pun perlu menyiapkan diri. Sudah siapkah Anda?

Tetaplah menjadi pemimpin yang benar-benar memimpin dengan terbiasa melakukan flexible work mulai saat ini.

Salam SuksesMulia

Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
10 - 1 = ?
Reload

Site Footer