Saat ini ada kebiasaan baru, doa bersama secara online. Beberapa hari yang lalu, saya menghadiri doa bersama untuk salah satu sahabat kami yang meninggal dalam pelukan ibunya. Dalam pelukan sang ibu, lelaki asal Bandung yang bernama Harun ini sempat berucap lirih “Allah… Allah…Allah” sebelum ajal menjemput. Ia terpapar Covid-19.
Dalam acara itu, ada ceramah singkat yang disampaikan oleh guru almarhum, mas Ahmad Faiz Zainuddin (Penemu SEFT dan ahli Mindfulness). Ia menyampaikan tentang Psikologi Kematian. Sembari mendengarkan ceramah bermutu pagi itu, pikiran saya melayang saat saya berdikusi dengan Prof. Komaruddin Hidayat tentang Psikologi Kematian tujuh tahun yang lalu.
Gagasan dua pakar ini, saya ramu untuk menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya pembaca setia website pribadi saya, www.JamilAzzaini.com. Ada tiga intisari penting dari Psikologi Kematian.
Pertama, kematian itu perjumpaan dengan Sang Kekasih. Jaluddin Rumi menyebut kematian sebagai The Wedding Night atau malam pengantin. Karena saat kematian menjemput pada hakekatnya kita bertemu dengan Sang Maha Kekasih, Allah swt. Kita tidak boleh mencari mati atau kepingin mati, tapi kita juga tidak perlu takut mati.
Ada kisah menarik saat malaikat maut (Izrail) hendak mencabut nyawa Nabi Ibrahim, yang mendapat gelar kekasih Allah SWT. Nabi Ibrahim berkata, “Hai malaikat maut, apakah kamu pernah tahu ada seorang kekasih yang tega mencabut nyawa orang yang dicintainya.”
Bingung akan perkataan yang dilontarkan Nabi Ibrahim, akhirnya malaikat maut naik ke langit untuk menyampaikan protes Nabi Ibrahim. Allah SWT berkata, “Katakanlah kepada Ibrahim kekasih-Ku, apakah ada seorang kekasih yang tidak suka bertemu dengan yang dicintainya?” Malaikat maut kembali mendatangi Ibrahim. Dia menyampaikan apa yang dikatakan Tuhannya. Mendengar itu, Ibrahim berkata kepada dirinya, “Tenanglah diriku untuk saat ini.” Malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Ibrahim. Ia senang karena bertemu dengan Sang Kekasih.
Kedua, jangan terlalu sedih ditinggal orang terkasih meninggal. Selama pandemi Covid-19 saya sudah ditinggal lebih dari 20 saudara dan sahabat. Termasuk saya ditinggal oleh ibu kandung saya di bulan Januari 2021. Sedih dan menangis, tentu boleh dalam rangka cinta dan ridho. Bukan dalam rangka protes atau tidak terima dengan keputusan Sang Pemilik Kehidupan. Semakin kita tidak menerima, maka kita akan semakin menderita.
Mas Faiz menguraikan, ada beberapa orang yang berkata: “Tapi bagaimana dengan anak-anak saya yang masih kecil?”. Maka jawablah: Halah, anda pikir Tuhan kerepotan ngurusi anak anda, tanpa peran serta anda atau orang yang meninggal? Betapa banyaknya anak yatim piatu yang jadi orang besar, sementara anak yang dirawat ortunya sampai dewasa tidak jadi siapa-siapa, karena terlalu manja. Jangan menuduh Tuhan tidak sanggup mengurusi anak Anda, tanpa partisipasi Anda atau orang yang meninggalkan Anda.”
Ketiga, dunia tempat menanam dan akherat tempat panen. Mas Faiz menambahkan, “Kita bisa belajar dari Steve Job: “Kalau ingin hidup anda berkualitas, setiap hari lihatlah cermin dan tanyakan: Jika ini hari terakhir saya, apakah saya akan tetap melakukan yang akan saya lakukan hari ini?” Jika jawabnnya YES, berarti anda sudah menjalani hidup terbaik anda. Jika dalam 3 hari berturut-turut, jawabannya NO, anda perlu evaluasi hidup Anda, dan mencari aktivitas lain, yang kalaupun anda mati hari ini, tidak ada yg anda sesali“
Tanamkan di dalam diri kita bahwa tugas kita di dunia adalah menebar benih kebaikan sebanyak-banyaknya. Panen rayanya nanti di akherat. Menjalani hidup dengan penuh cinta, ridho atas semua keputusan atau ketetapan Allah SWT dan selalu merasa cukup dengan pemberian Sang Maha Pencipta.
Perpaduan cinta, ridho dan syukur adalah benih terbaik yang bisa kita tanam di muka bumi ini. Benih terbaik ditanam di lahan yang terbaik akan menghasilkan buah yang terbaik saat kita panen raya di kehidupan setelah dunia.
Jadi, tidak perlu takut mati dan juga tidak perlu sedih berkepanjangan ditinggal mati oleh orang terdekat. Bukankah setiap orang pasti mati? Dan saya yakin, tidak ada yang mau hidup hingga ratusan tahun di muka bumi ini. Saat ini pun kita sedang antri menunggu giliran dipanggil pulang ke kampung halaman yang abadi untuk memanen apa yang kita tanam di bumi. Sudah siap?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia
1 comments On Enjoy Menghadapi Kematian
alhamdulilaah ….. segala uji dan syukur hanya dan teruntuk Alah SWT ……tausyiah sangat berharga dan bermakna …. pengingat untuk makin bersungguh sungguh menyiapkan bekal bagi kematian Allah tetapkan untuk masing-masing kita ….. semoga Allah muliakan teman dan saudaraku mas Jamil dan keluarga …..syukron, terima kasih. Salam sehat selalu dari Palu – Sulteng