Employee wellbeing telah menjadi isu lama di dunia kerja, namun baru banyak digaungkan sejak pandemi covid-19. Apa Itu Employee Wellbeing? Employee wellbeing atau kesejahteraan karyawan adalah proses memahami kondisi karyawan dari perspektif holistik –mulai dari kesehatan fisik, kognisi, mental, serta lingkungan kerja– yang berpengaruh terhadap kesehatan dan kebahagiaan mereka secara keseluruhan.
International Labour Organization (ILO) menyebutkan employee wellbeing adalah faktor kunci dalam menentukan efektivitas organisasi untuk jangka panjang. Banyak penelitian menunjukkan hubungan langsung antara tingkat produktivitas dengan kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Pekerja bukanlah sekedar orang-orang yang mengerjakan tugasnya. Mereka juga merupakan asset perusahaan yang perlu dijaga dan dirawat. Peralatan saja ada maintanancenya, bagaimana dengan manusia, para pekerja kita? Tentu membutuhkan sentuhan-sentuhan juga untuk mendorong kontribusinya lebih optimal kepada perusahaan.
Saat employee wellbeing diterapkan, perusahaan sesungguhnya mendapatkan banyak manfaat. Di antaranya adalah para pekerja mampu mengembangkan potensi dan produktivitasnya, mampu mengatasi stress dengan lebih baik, bisa membangun relasi yang positif. Maka dari itu, ada baiknya bila perusahaan, dan kita juga sebagai pemimpin meluangkan waktu untuk mengevaluasi kembali bagaimana mereka menerapkan inisiatif kesejahteraan pekerja.
Pada dasarnya, employee wellbeing memiliki lima pilar. Pertama, physical wellbeing, yang menyangkut fisik, kesehatan dan ketubuhan. Kedua, mental wellbeing. Kondisi mental dengan kondisi fisik saling mempengaruhi. Penelitian Metlife dii tahun 2021 juga memperlihatkan bahwa lebih dari separuh pekerja saat ini mengkhawatirkan kesehatan mental mereka, dan mereka menjadi lebih berani mengungkapkan perasaannya. Seperti sedang marah, kecewa, cemas, atau mengarah ke depresi.
Pilar yang ketiga, financial wellbeing. Masih dari sumber penelitian yang sama yaitu Metlife, lebih dari setengah Gen X, Milenial, dan Gen Z mengkhawatirkan keadaan finansial mereka. Kesejahteraan finansial bukan hanya soal jumlah uangnya, tetapi juga perlindungan, rasa aman, dan ketenangan. Keempat, social wellbeing, yaitu kesejahteraan sosial misalnya merasa mendapatkan dukungan, diberikan apresiasi, merayakan ulangtahun Bersama rekan kerja. Dan yang kelima adalah leisure wellbeing, yakni kegiatan rekreasi atau aktivitas yang menyenangkan.
Lima pilar, yang dapat dikatakan cukup banyak untuk menjadi perhatian. Sampai di sini, bagaimana dengan Anda, perusahaan Anda? Sudah sejauh mana memberikan perhatian pada lima pilar employee wellbeing tersebut?
Seperti yang kita ketahui, pada 2021 terjadi fenomena The Great Resignation, di mana terjadi angka resign dari para pekerja secara besar-besaran. Salah satu alasan terbesar menurut survey dari Joblist adalah, para pekerja ini merasa kurang puas dengan perlakuan atau penanganan dari perusahaan terhadap dirinya.
Pandemi memang mengubah banyak hal, termasuk bagaimana perusahaan dituntut untuk memperbaharui pendekatan kepada para pekerjanya, mengingat situasi kerja, gaya hidup, yang juga sudah banyak berbeda, sehingga memunculkan kebutuhan para pekerja yang berbeda. Seorang pekerja milenial, ketika ditanya Mengapa kamu resign kan baru sebentar bekerja? Jawabannya, “Aku ndak ada waktu buat healing, eh sudah gitu kalau lagi curhat suka dibilang lebay dan baper. Malas jadinya lingkungannya ndak suportif kayak gitu.”
Jadi, penekanan terhadap employee wellbeing ini memang berbeda sekali ya di zaman now. Mungkin kalau masa sebelumnya jarang ya, ada orang yang curhat-curhatan di tempat kerja. Itu salah satu contoh saja. Nah, lalu apa saja yang sekiranya dapat kita jadikan bekal untuk mewaspadai tren employee wellbeing ini?
Pertama, perusahaan dan organisasi diharapkan dapat lebih employee-centric, alias karyawan sentris. Tantangan perusahaan adalah mempertahankan pekerja yang bagus, dan ini perlu diakomodir dengan program wellbeing yang mendukung, tidak hanya secara fisik, namun juga mental, finansial, sosial, dan waktu luang, 5 pilar tadi. Pilar mana yang sekiranya menjadi prioritas, tentu disesuaikan dengan kondisi di perusahaan Anda.
Kedua, diskusi tentang kesehatan mental diharapkan lebih terbuka. WHO mengatakan bahwa kesehatan mental yang baik merupakan kunci untuk wellbeing secara keseluruhan. Wujudnya di antaranya dengan menyediakan forum diskusi tentang menjaga kesehatan mental, menyediakan layanan konselor, dan membangun suasana terbuka di dalam tim.
Ketiga, budaya perusahaan akan menjadi “artis utama”nya. Ketika pekerja meyakini bahwa visi hidupnya selaras dengan visi dan budaya perusahaan, mereka akan lebih Bahagia dan bersedia berkontribusi. Dengan demikian, penting untuk memperhatikan visi dan budaya yang ditampilkan dan ditunjukkan dari atas sampai dengan lapis paling bawah.
Keempat, fleksibilitas adalah suatu keharusan. Memperbolehkan pekerja memilih cara ia bekerja akan memberikan mereka kendali diri. Ada yang hybrid, ada yang datang ke kantor ketika dibutuhkan, ada yang full online dan sebagainya. Kendali diri di pekerja memberikan dampak positif seperti lebih produktif, dan lebih bertanggung jawab.
Masa depan perusahaan Anda tergantung pada kepuasan para pekerja. Jagalah keterlibatan mereka dan buatlah mereka merasa diperhatikan, sehingga employee wellbeing dapat terwujud. Bagaimana dengan perusahaan Anda, sudah siapkah untuk tren employee wellbeing?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia