Fred Keller, pendiri Cascade Engineering memiliki impian agar perusahaannya dapat melakukan sesuatu bagi masyarakat di sekitar sana, di Grand Rapids, Michigan. Ia ingin membantu masyarakat keluar dari kemiskinan melalui program yang disebut welfare-to-career.
Jika dilihat dari Namanya, maka program ini bermaksud untuk memberikan kesejahteraan bagi pada pekerja sampai pada karir yang mumpuni. Pada kesempatan pertama, ia menggunakan pendekatan langsung, yaitu ia mendatangi orang-orang lokal dan merekrut mereka yang tidak memiliki pekerjaan untuk mulai bekerja di tempatnya. Hasilnya? Gagal total.
Dalam waktu 2 minggu saja, mereka sudah bubar, alias tidak mau masuk kerja lagi. Percobaan kedua, Keller berusaha untuk bekerja sama dengan franchise Burger King, di mana para calon pekerja ini diajak untuk bekerja di Burger King selama 6 bulan untuk membentuk sikap kerja yang baik dan keterampilan bekerja sama. Kemudian, mereka akan ditawari gaji yang lebih besar untuk pindah ke Cascade. Sekali lagi, program ini gagal. Tidak ada satupun pekerja yang bertahan.
Apalagi yang terjadi? Apakah Keller menyerah? Terlepas dari rasa frustrasi yang menurut sumber sempat dialami, ternyata ia masih terus melanjutkan upayanya. Ia mempelajari bahwa terdapat perbedaan kultural antara komunitas menengah dengan komunitas dengan pendapatan rendah.
Dengan demikian, dukungan sosial yang dibutuhkan oleh mereka juga sangatlah berbeda. Mereka memerlukan penjelasan, perlu dibuat paham dulu mengenai pentingnya ini. Maka kemudian diadakan orientasi. Mereka juga sibuk dengan masalah domestik, sehingga perlu diberikan penguatan dan juga dijembatani komunikasinya. Pendekatan-pendekatan sosial ini yang akhirnya digencarkan.
Bagaimana hasilnya kali ini? Barulah program ini menemukan titik terang. Orang-orang mau bekerja, dan yang paling berdampak setelah beberapa waktu adalah taraf hidup masyarakat lokal meningkat. Model penanganan komunitas Keller ini juga menjadi contoh, benchmark bagi pihak lain yang bertujuan mengatasi persoalan yang sama. Bahkan, dampaknya tidak hanya pada sosial tetapi juga profit, keuntungan.
Cascade tidak berhenti sampai di situ, mereka juga terus mengembangkan program yang sama untuk narapidana, juga menjadi konsultan untuk membantu perusahaan, komunitas, dan LSM lain yang ingin melakukan hal yang serupa.
Pertanyaannya: apa yang membuat Keller mau, bersedia, rela untuk terus mencoba usaha-usaha, yang mungkin bagi Sebagian orang dianggap tidak begitu penting? Sudahlah orang-orang miskin, tidak punya pengalaman kerja. Untuk apa susah-susah diajak bekerja di Cascade? Tidak prospek, istilahnya. Lagipula, ini kan bisnis, tujuannya untung untung untung. Kok malah mengurusi orang-orang miskin?
Jawabannya adalah, ia memiliki Couragueous Leadership, artinya Kepemimpinan yang penuh keberanian. Keller meyakini bahwa bisnis itu tidak terlepas dari komunitas, kita tidak bisa sukses tanpa dukungan komunitas.
Menghadapi pekerja tanpa pengalaman, Keller juga menyadari bahwa ia perlu memotivasi para manajer untuk “bersabar”, padahal Tindakan ini sangat tidak populer di masanya. Tegas, namun juga interaktif. Taat aturan, tetapi juga komunikatif.
Semua itu dilakukan tanpa memberikan kesan standar ganda, dan hebatnya para manajer juga memiliki kepercayaan yang baik pada Keller karena ia memang teguh memegang prinsipnya.
Pemimpin masa kini yang berani, bukanlah dalam arti maskulin, fisiknya kuat, badannya besar, meskipun pada masa dahulu memang kekuatan fisik yang utama untuk bertahan hidup. Apa ciri-cirinya?
Pertama, pemimpin yang berani adalah pemimpin yang memegang teguh prinsip, seperti Keller tadi. Kepemimpinan yang sesungguhnya bukanlah kompetisi, memenangkan sesuatu, melainkan melakukan sesuatu yang penting bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.
Dengan demikian, mereka tidak mudah terpengaruh pada opini, yang menjatuhkan sekalipun.
Kedua, pemimpin yang berani menunjukkan keterbukaan dan kerendahan hati. Berpura-pura tidak takut apapun, bersikap seperti tahu segalanya, justru sudah tidak mengesankan lagi untuk zaman now.
Pemimpin yang bersedia membuka diri justru mendapatkan kepercayaan lebih dari anggota timnya.
Dan yang ketiga adalah, Pemimpin yang berani fokus untuk membangun lingkungan yang aman untuk orang-orang di sekitarnya. Aman dari apa? Dari rasa sungkan untuk jujur, dari rasa ragu mengambil risiko, dari rasa takut berubah.
Pemimpin yang berani akan memastikan tidak apa-apa bahwa setiap orang membutuhkan proses belajar dalam menghadapi tantangan. Mereka lebih sering memberi reward dibanding punishment. Mereka berani mengubah cara-cara lama menjadi cara-cara baru yang perspektifnya berbeda.
Dengan demikian, pemimpin yang berani lebih banyak menampilkan aksi dan perilaku yang berani, yang tentu saja tujuannya diyakini positif. Mereka yang mampu mendorong dirinya lebih kuat, lebih baik, membuktikan diri dalam menghadapi situasi krisis, bahkan ketika lingkungan juga tidak memberikan dukungan. Mereka percaya bahwa di tegah-tengah “badai”, akan selalu ada peluang untuk berkembang dan bertumbuh,
Mari kita refleksikan Bersama. Seberapa courage Anda sebagai leader?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
Inspirator SuksesMulia