Kamis pekan lalu saya pulang umroh. Sebelum pulang ke tanah air saya meminta kepada istri dan anak saya untuk tidak perlu menjemput ke bandara. Saya ingin naik taxi saja. Lagi pula perjalanan Bogor – Bandara pergi pulang tentu menyita waktu bagi anak dan istri saya. Maka pikiran logis saya berkata, “Gak usah jemput, capek dan buang-buang waktu.”
Namun, saat sudah mendarat di bandara Soekarno-Hatta, saya melihat sebagian anggota rombongan umroh dijemput keluarganya, ternyata seperti ada yang kurang dalam hidup saya. Ya, ternyata saya pun rindu dijemput keluarga. Perasaan terkadang tidak sejalan dengan logika. Apalagi saat perjalanan menuju rumah, kemacetan ada dimana-mana membuat perasaan rindu bercampur dengan hati yang gundah gulana.
Sabtu hingga Senin berikutnya orang tua beserta kakak, adik dan keluarganya datang ke rumah saya. Enam keluarga tinggal di satu rumah. Walau kamar yang tersedia tidak cukup kami sangat menikmati suasana itu. Para wanita tidur di lima kamar yang tersedia, sementara yang lelaki tidur bersama di ruang keluarga. Kenangan yang sulit dilupakan.
Ternyata cita rasa dan budaya yang merasuk ke dalam jiwa saya adalah budaya kumpul-kumpul bukan menyendiri. Saya lebih menikmati ngobrol dan kumpul bersama banyak orang khususnya orang-orang yang saya cintai. Dan budaya kumpul-kumpul ini adalah tentang rasa bukan logika.
Secara logika, tidak menjemput ke bandara tentu lebih praktis. Secara logika, tidur di hotel dekat rumah tentu lebih nyaman untuk istirahat dibandingkan tidur bersama di ruang keluarga. Namun, hidup tak selamanya sejalan dengan logika. Ada cita rasa, ada budaya yang itu telah mengakar ke dalam jiwa.
Saya memilih budaya “kumpul-kumpul” bersama saudara. Anda memilih yang mana?
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook
5 comments On Budaya Kumpul
Ya benar berkumpul dengan saudara merupakan momen yg sangat bernilai, pengorbanan utk berkumpul insya Allah menjadi ladang amal juga bagi kita. Makasih sharingnya Pak Jamil.
Sama-sama bang….
Bermimpi ada masjid semua lantainya berlantaikan ”iPad layar sentuh, beranimasikan air dn ikan koi ala ISTANA NABI SULAIMAN hingga Ratu BULQIS takluk ” seperti kisahx d dlm Al-Quran..
Maaf pak Haji, komentarx tidak sesuai tema diatas… He2..
Jadi inget pepatah jawa (setau saya) , “Mangan ora mangan sing penting kumpul (Makan Gak Makan Yang Penting Bisa Berkumpul)”, saat berkumpul asyik berbagi cerita dan pengalaman sesama saudara, hingga kadang lupa makanan yang sudah siap saji belum tersentuh…hehehe.
Saya lihat budaya “kumpul” ini memang sangat mengasyikan dan tentu menambah keakraban/keeratan hubungan kekeluargaan, hingga kalo perlu saat berkumpul berlangsung DILARANG PEGANG/MENGGUNAKAN GADGET (laptop, tablet smartphone dan lainnya)….tau sendiri jika sudah pegang BARANG ITU, suasana kumpul jadi kurang GREGET-nya…bukan begitu pak Jamil ?
Setuju, akur….