Tidak semua yang bersama itu baik. Mungkin sebagian Anda akan berkata, “Ya iyalah kalau bersama dalam keburukan.” Ternyata tidak hanya untuk keburukan, bersama dalam kebaikan pun bisa bisa membahayakan bila kita salah melakukannya.
Saya dulu punya kakak kelas di IPB. Menurut saya ketika itu, mereka adalah pasangan suami-istri yang sangat ideal. Panggilan cinta, honey dan panggilan mesra lainnya sering saya dengar saat saya bertamu ke rumahnya. Saya benar-benar dibuat iri oleh kemesraan mereka berdua. Namun, beberapa saat kemudian mereka bercerai.
Saat saya berjumpa kembali dengan kakak kelas saya itu, mereka bercerita bahwa penyebab utama perceraiannya adalah bisnis yang dijalankan bersama. Pembagian tugas di bisnis mereka tidak jelas. Namun karena sang istri yang memegang keuangan maka dalam praktiknya istri lebih dominan mengatur bisnisnya, termasuk mengatur suaminya.
Sang istri sering meminta suami melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis. Dan ironisnya, saat suami melakukan kesalahan, sang istri marah layaknya bos kepada anak buahnya. Bukan hanya dalam pekerjaan, ternyata kebiasaan ini terbawa hingga ke rumah. Kebersamaan itu akhirnya berujung kepada perceraian.
Belajar dari pengalaman tersebut, setiap saya membangun bisnis dengan istri, saya selalu menetapkan aturan dan pembagian tugas yang jelas dan tegas. Apabila di bisnis tersebut istri saya sebagai pimpinan maka saya sebagai komisaris walau saham saya minoritas. Secara teknis operasional, semua urusan bisnis saya serahkan kepada istri saya dan saya tidak mau terlibat urusan teknis sedikitpun.
Begitupula bila bisnis saya bagi hasil dengan istri. Saya sebagai pemodal dan istri saya sebagai pengelola. Semua urusan bisnis sepenuhnya saya serahkan kepada istri. Saya dan istri mendapat bagi hasil sesuai kesepakatan. Bagi hasil istri menjadi milik istri sepenuhnya dan saya tak pernah meminta. Karena tugas menafkahi keluarga itu ada pada suami.
Wahai para suami, walau istrimu punya penghasilan besar dari bisnis, janganlah Anda tergantung kepadanya. Sebab, keuntungan dari bisnis istri itu sepenuhnya milik sang istri. Ingatlah, kewajiban mencari nafkah itu ada di pundak suami. Apabila Anda tak punya passion bisnis, bekerjalah, jangan menumpang hidup dari bisnis istri.
Silakan bila ingin bisnis bersama pasangan hidup, tetapi buatlah batasan yang jelas agar kebersamaan Anda tidak menjadi malapetaka. Hidup yang nikmat itu, salah satunya dari bisnis yang terus maju dan kehidupan rumah tangga semakin menyatu. Setuju?
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini
18 comments On Bersama yang Membahayakan
Ohh…. spt itu ya yai pengalaman dan pelajaran dlm kehidupan berbisnis hrs dibedakan antara hub pertemanan,kekerabatan, persaudaraan, dan bisnis, bisnis ya bisnis, sosial ya sosial, hal ini yg mesti saya pahami dan lakukan, tdk blh di samakan, memang mudah diucapkan butuh perjuangan utk melakukan nya, eh iya klo ada acara di Bhumi Arema, mampir ke wrg saya yai nanti saya jamu Gule Kaki kambing hehehe…..
Insya Allah mas
Sudut pandang yg bagus mbah…… Salam sukses mulia
Saya memandangnya dari atas lho bukan dari sidut 🙂
Terima Kasih pak Jamil atas Nasehatnya, jadi jika dalam bisnis bersama Istri sebaiknya Istri lebih ditempatkan pada Pengelolaan dan hal teknis ya Pak???
SEMANGAT… SUKSESMULIA!
😀
Tergantung mas
Sharing yg bermanfaat kek 🙂 jazakumullah khoiron katsiron.. *salamsuksesmulia*
kenapa kek jamil ini selalu punya ide untuk ditulis, ga pernah bosan saya baca web ini…bahkan klo sehari ga baca ada yang kurang…..makasih setiap ilmunya guru…..
Heheheh, idenya dari mendengar, membaca, mengamati dan mengalami 🙂
Kalau istri saya, bisnisnya jalan bagus Kek…
Trus kalau belanja pakai kartu kredit dia, bayar tagihannya pakai rekening saya… hehehee…
Istri yang hebat, hehehehe
Terimakasih kek Jamil sudah mengingatkan..
Pelajaran buat kami pasangan muda yg berbisnis bersama pasangan..
Peluk dari jauh mas
Ilmu buat sy yang akan menikah minggu depan.. Maksih kek..
Wah selamat ya. Kirim doa
ternyata, kebersamaan tak selalu indah…
makasih ilmunya kek..
Kek, ini persis sekali dengan kehidupan saya yg bekerja dengan suami. dulu suami saya adalah karyawan saya. dan seorang guru honorer. kami bertekad memajukan usaha IT kami. memang terkadang ada cekcok perihal pekerjaan.bagaimana ya kek? mohon bimbingannya
kek bgaimana cara membuat suami sadar bahwa tanggung jwab mncari nafkah adalah kewajiban suami