Tahun lalu, saya berkesempatan berbagi ilmu di New York dan beberapa kota lain di Amerika Serikat. Dalam kunjungan itu saya membawa batik milik teman saya untuk coba dipasarkan di negeri Paman Sam. Tentu batik yang saya bawa adalah produk terbaik yang menurut saya dan teman saya tidak ada cacat sedikitpun.
Namun begitu batik tersebut saya tunjukkan kepada ahlinya di New York ia menunjukkan banyak cacat dan kekurangan di dalam batik itu. Menurutnya, batik itu tidak akan laku bila dipasarkan di negara adi daya itu. Produk yang menurut kami sudah sempurna ternyata masih banyak cacat dan kekurangan menurut ahlinya.
Tentu saya bersedih, tetapi saya mendapat pelajaran berharga dari kejadian itu. Sesuatu yang sudah kami anggap sempurna tetapi tidak diterima oleh ahlinya. Pikiran saya pun mengembara, bagaimana bila kelak saya sudah merasa membawa “amal” yang banyak namun dianggap ada cacatnya oleh Sang Maha Tahu. Amal itu ditolak, amal itu tak berarti di sisi-Nya.
Merasa sudah mejadi ahli sedekah, tetapi amalnya rusak karena disertai kebanggaan dijuluki dermawan. Merasa menjadi orang baik karena tak pernah sengaja berbuat maksiat tetapi perasaan itu justeru menjadi dosa karena dibalut dengan kesombongan. Merasa menjadi ahli ibadah tetapi amalnya tak tercatat karena sudah tertulis rapi di social media milik kita.
Merasa menjadi anak yang berbakti kepada orang tua tetapi baktinya tak diterima karena bukan didasari cinta dan kepada-Nya. Baktinya hanya didasari keinginan membalas budi, layaknya orang membayar hutang bukan karena panggilan nurani yang dituntun oleh firman-Nya. Baktinya hanya karena takut kutukan. Baktinya hanya karena ingin disebut anak sholeh.
Batik yang saya bawa tak diterima tak mengapa. Namun bila amal dan kebaikan tak diterima itu adalah kerugian terbesar yang tiada tandingnya. Oleh karena itu, penting untuk selalu selipkan doa dan harapan agar ketidaksempurnaan amal dan kebaikan kita tetap diterima oleh Allah SWT, penguasa semesta. Setuju?
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook
15 comments On Bagaimana Bila Tak Diterima?
Setuju kek.
Baik itu bagus, tapi merasa baik itu yang jelek
Ahli ibadah itu mulia, tapi merasa ahli ibadah itu hina.
Lebih baik merasa bahwa diri ini dilumuri dengan dosa ya kek?
Jleb….
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Kahfi :103-105)
Semoga kita tidak termasuk orang – orang tertipu dengan amalan kita…Aamiin
Aamiin yra….terima kasih mas
Aamiin Aamiin Yaa Robbal Alamin…
Setujuuuuuuuuuuuuu……
“Merasa menjadi ahli ibadah tetapi amalnya tak tercatat karena sudah tertulis rapi di social media milik kita.” Salah satu penyakit jaman sekarang, bikin malaikat pencatat amal baik jadi ‘nganggur’ ya.. hehe
saya nggak pernah ngaku ahli kek, apalagi ngaku orang sukses mulia… saya cuma provokator, tukang bikin kisruh dimana-mana… semoga itu bukan kesombongan…. xixixixi
Ngaku-ngaku provokator….itu kerendahan hati, hehehehe
Analogi yg pas kek, bagaimana mungkin amal yg baik ini di terima, jika masih ada cacatnya bisa jadi harta yg subhat, niat yg salah dan jauh dari tuntunan
jleb banget kek :(((
Jelb sangat dihati. Menjadi suatu renungan buat saya pribadi kadang niat kita salah. Harus terus perbaiki niat kita hanya semata2 untuk Alloh. Terimakasih atas inspirasinya kek….
Silakan dishare…
Suatu pengandainya yang indah
Setuju kek Jamil. Kalau sedang nulis buku berusaha optimis agar buku bermanfaat buat umat tidak dikira merasa bisa bermanfaat kek ya? Jdi merenung bca nasihat kakek diatas.