Ada dua orang yang sama-sama “gagal” dalam urusan yang sama. Dalam perjalanannya, yang satu tumbuh melesat menjadi lebih sukseas, namun yang satunya stagnan bahkan cenderung menjadi lebih buruk. Mengapa bisa berbeda?
Ternyata, hal itu tergantung kepada “label” yang kita berikan kepada sesuatu yang kita anggap “gagal” tersebut.
Orang yang semakin sukses melabeli sesuatu yang dianggap gagal dengan: pembelajaran atau belum tercapai. Sementara orang yang semakin terpuruk melabeli sesuatu yang dianggap gagal dengan: “benar-benar gagal total.” Bahkan menjadi sesuatu yang memalukan, sesuatu yang patut ditangisi, disesali, aib dan tidak layak terjadi.
Menurut kajian neuroscience, dua fakta itu mempengaruhi otak kita. Saat kita menganggap sesuatu yang dianggap gagal itu sebagai pembelajaran, maka hormon yang keluar adalah dopamin.
Pada orang dengan sistem dopamin yang aktif, maka perilakunya akan lebih positif dan bersemangat dalam mewujudkan cita-cita dalam berbagai sisi kehidupan.
Sementara orang yang melabeli diri dengan kata GAGAL, maka cortisol di dalam otak akan naik. Kelebihan kortisol bisa membahayakan tubuh dan bisa memicu stres yang berlebihan. Bukan hanya itu, berbagai penyakit akan mudah datang.
Enggan melangkah karena takut gagal dan merasa selalu ingin dianggap sukses itu “merusak” otak kita.
So, jangan takut gagal. Terus melangkah, bila kemudian salah atau tidak sesuai harapan, jangan anggap itu kegagalan tetapi pembelajaran. Dan hal ini menyehatkan otak kita. Mau khan?
Salam SuksesMulia