Ayah “Bisu”

Share this

Selalu ada hal baru saat saya mengambil rapor anak saya. Sebelum berangkat memberikan training, Jumat pekan lalu, saya ke sekolah Hana (kelas 3 SMP) dan Sabtu ke sekolah Izul (kelas 6 SD) untuk mengambil rapor. Kesempatan langka ini adalah moment dimana saya mendapatkan informasi tambahan tentang perkembangan anak dari sudut pandang seorang guru.

Saya selalu berusaha bisa mengambil rapor agar dapat bahan tambahan untuk diskusi dengan anak saya. Saya tidak ingin menjadi ayah “bisu”. Seorang ayah yang keberadaannya seolah tak ada. Jarang berdiskusi atau ngobrol dengan anak. Saya berusaha keras untuk selalu punya bahan obrolan dengan anak saya. Salah satunya melalui kehadiran saya saat pembagian rapor.

Mengapa saya tidak mau menjadi ayah “bisu?” Di dalam Al-Qur’an terdapat 17 dialog (berdasarkan tema) antara orang tua dengan anak, tersebar di 9 surat. Dari 17 dialog tersebut, 14 dialog antara ayah dengan anaknya, 2 dialog antara ibu dan anaknya, 1 dialog antara kedua orang tua dengan anaknya.

Apa pesan utamanya dari fakta ini? Seharusnyalah seorang ayah lebih banyak berdialog dengan anak-anaknya dibandingkan anak-anak berdialog dengan ibunya, meski sang ibu tinggal di rumah dan lebih sering bersama sang anak. Seorang ayah tak boleh menjadi ayah “bisu”, lebih banyak diam saat bersama anak. Dan jangan sampai, saat bersuara justru yang ada adalah perintah dan amarah.

Saya pun tidak mau menjadi ayah “bisu”, yang asyik dengan dunianya sendiri. Seorang ayah yang sangat jarang punya kesempatan berdialog, diskusi, ngobrol dan bercanda dengan anak-anaknya. Ayah “bisu” membuat anak kehilangan kepercayaan diri, kehilangan gairah untuk tinggal di rumah. Jangan heran bila anak-anak lebih senang curhat di social media dan orang lain, bukan kepada ayahnya.

Baca Juga  Berhentilah Mencari Kesempurnaan

Bila kita menjadi ayah “bisu” maka jangan menyesal bila suatu saat nanti anak kita diterpa banyak masalah. Hubungan yang “dingin” antara ayah dan anak. Atau, sang anak lebih dekat dengan orang lain yang tidak ada hubungan darah dan keturunan. Seorang ayah bisa benar-benar kehilangan “mutiara” hidupnya bila ia menjadi ayah “bisu”.

Ya Allah, saya tidak mau menjadi ayah “bisu”. Tuntun hamba agar selalu ada bahan untuk bicara. Beri kemampuan kepada hamba agar putra-putri hamba senang saat bicara dan bertanya kepada hamba. Berilah hamba energi dan kekuatan untuk selalu punya kesempatan berharga agar bisa menemani putra-putri hamba tumbuh dewasa menjadi hamba-Mu yang sangat Engkau cinta. Jauhkan hamba dari menjadi ayah “bisu”.

Salam SuksesMulia!

Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter: @jamilazzaini. Atau, LIKE saya di facebook

13 comments On Ayah “Bisu”

  • seorang anak yg kecewa

    Poor of me karena saya mempunyai seorang ayah “bisu”.

    • Tetap hormati, doakan. Kemudian berkomitmenlah untuk tidak menjadi orang tua “bisu”

  • Ayah saya terkadang bisu tuli… Selama saya dirumah ini… Kelangsungan anak anak saya terasa terancam untuk akhlaknya…

  • Kek..ortu sy termasuk ortu yg “bisu”, keseringan dlm berkomunikasi mengenai pandangan ke depan selalu bertentangan, tipe ortu tipe pemberi intruksi, bukan pemberi pilihan. Bahkan saat sy mau menikah 🙁
    Bgmn y kek?

  • Banyak ayah yg bisu, tp tak kalah banyaknya juga ayah yg begitu bergairah saat ngobrol dg anak2nya. Ayah yg memposisikan diri sbg sahabat dan memberi pilihan dg opsi yg menang vs menang. Semoga ayah yg bisu menyadarinya. Amiin….

  • Suami sy termasuk ayah yg bisu…tp sy tak berdaya untuk merubah itu…..semakin sy tau, bnyk membaca ttg pola asuh anak terutama peran ayah, semakin sy frustasi 🙁

  • Komentar dan uneg-uneg ini semua membuat Saya melakukan refleksi. Insya Allah, akan terus berbenah menjadi ayah yang tidak ‘bisu’.

    Para pengisi comment dan Gurunda, terima kasih. Silih doa selalu.

  • Kang maaf bs mnt rincian diayat berapa saja dialog ayah dan anak, juga kalau bs dialog ibu dg anak dan yg satunya dua orgtua dg anak? Trmksh jazakalloh khair

  • man with with white hat

    Kang Jamil punteun mohon saran apabila ada seorang Ayah yg sangat dekat dengan putri tunggalnya (kelas 2SMP) bahkan si Ayah sampai takut putrinya merasa terbebani karena motivasi dan saran yg baik2 yg selalu ayah ibuberikan , si Ayah juga sangat sering bercanda berpetualang dengan putrinya, baik bertiga atau hanya berdua , jadi menjadi ayah “yg sangat tidak bisu “pun bisa menjadikan putri nya malah terbebani karena ” ingin menjadi” seperti sang Ayah,
    seperti pada saat prestasinya tidak bisa mencapai target seperti org tuanya, sang anak menjadi drop dan kurang PD
    Ayah dan Ibu pandai dalam akademis dan cukup sukses karir serta pergaulan sementara putrinya menjadi sosok pemalu dan kurang PD ….. bagaimana sang Ayah dan Ibu harus bersikap

Leave a reply:

Your email address will not be published.

Captcha
5 * 5 = ?
Reload

Site Footer